Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng
Ahmad Sugeng Mohon Tunggu... Buruh - Pencinta Sejarah Lombok

Lombok Files

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Talkompong

18 Mei 2021   15:50 Diperbarui: 18 Mei 2021   16:29 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya menduga, jika berpatokan pada umur Haji Gupran saat meninggal, bisa jadi peristiwa itu terjadi pada tahun 1950 an.

Alkisah, terjadi perselisihan antara dua orang Pohgading mengenai kepemilikan tanah. Orang satunya mengaku kalau tanahnya hanya digadai dan meminta untuk menebus kembali, orang satunya menyatakan kalau tanah itu adalah jual beli. Karena tidak ada titik temu, orang yang menguasai tanah mengajukan sumpah Talkompong.

Hal ini selanjutnya dikabarkan kepada tetua desa dan para alim ulama. Diputuskanlah kalau sumpah akan dijalankan sehabis sholat jum'at. Singkat cerita, dengan disaksikan oleh warga yang telah selesai melaksanakan sholat jum'at. Sumpah Talkompong itu pun dilaksanakan.

Selesai disumpah, diceritakan orang yang meminta tanahnya untuk ditebus itu turun dari tangga masjid. Entah apa yang terjadi, ia menabrak pagar tembok masjid. Orang ini dikabarkan sakit selama tiga hari. Dan meninggal setelahnya. Disebutkan pula, tubuh orang ini membiru dan loas (lembek). Mengenai tubuh orang yang meninggal ini diperumpamakan dengan dengan keadaan jantung pisang yang di pendam.

Jika di Jawa sana, orang mengenal istilah sumpah pocong, di Pohgading orang mengenal sumpah Talkompong. Saya rasa, sumpah Talkompong ini lebih bisa diterima secara syariat, karena sejatinya sumpah ini menggunakan kitab Al-Quran.

Bukankah di Indonesia sumpah di bawah Al-Qur'an sudah lazim dijalankan. Pejabat pejabat yang beragama Islam pada saat pelantikan, biasanya akan diambil sumpahnya di bawah Al-Quran. Atau saksi saksi di pengadilan juga menerapkan hal yang sama.

Namun, sumpah Talkompong menjadi istimewa karena tuahnya langsung dapat dilihat. Mungkin, orang orang dulu keyakinan akan sumpah masih sangat tinggi. Yang menyumpah pun adalah orang dengan maqom spiritual yang tidak sembarangan. Dan yang disumpah juga sangat menyakini akibat dari sumpahnya.

Beda halnya dengan orang sekarang, sumpah sepertinya dijadikan permainan, asal selamat, ia bersedia disumpah dengan Al-Quran beronjok (bersusun), berani "ngeson mesigit" (menyunggi masjid) dan bersedia mendapat penyakit "bedok" sebesar kubah masjid. Yang menyumpah pun sepertinya manusia yang sudah tidak bertuah.

Kitab Talkompong sudah selayaknya dijadikan warisan budaya oleh orang orang Pohgading. Dengannya kita bisa menghargai kearifal lokal yang diwariskan oleh leluhur.

Jaman boleh berubah, namun identitas jangan sampai luntur. Modernitas boleh menggilas, namun spiritual jangan sampai terkikis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun