Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng
Ahmad Sugeng Mohon Tunggu... Buruh - Pencinta Sejarah Lombok

Lombok Files

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Talkompong

18 Mei 2021   15:50 Diperbarui: 18 Mei 2021   16:29 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pulang lebaran kali ini saya gunakan untuk berburu data mengenai sejarah Pohgading. Ada beberapa tokoh yang sebenarnya yang ingin saya temui. Namun sayang, dari beberapa itu, hanya sebagian yang dapat saya temui.

Salah satunya adalah Haji Suhrip, seorang keturunan dari Mubin Jaya. Saya menemuinya di rumahnya yang sungguh  asri. Aneka tanaman dan kicauan burung menemani kami duduk di berugak.

Dari berita yang saya dapat, konon, ia banyak mewarisi berbagai benda pusaka, kitab dan data sejarah lainya. Semuanya itu adalah warisan dari baloq Zohdi dan TGH.Abdul Harist.

Dan terbukti, selain menyimpan beberapa pusaka, ia juga menyimpan beberapa data penting tentang sejarah Pohgading. Saya yang tidak begitu tertarik dengan keris dan sejenisnya hanya fokus pada data silsilah dan beberapa kitab tua.

Yang cukup membuat saya kaget adalah, data silsilah yang ada padanya, memuat nama nama yang cukup familiar di telinga para pencinta sejarah Lombok. Nama nama seperti Prabu Anom, Panji Tilar Negara, bahkan asal usul dari Raden Wiranom Pringgabaya dimuat dengan sangat detail. Cerita tentang Werat Sari dan Syech Samsudin juga ada disinggung.

Namun, saya kali ini lebih tertarik untuk menceritakan tentang kitab tua yang bernama Talkompong.

Dulu saya beranggapan, kitab ini ada di Apitaik, namun setelah melihat langsung dan mendengar penjelasan dari Haji Suhrip, saya jadi mengerti mengenai sejarah Talkompong.

Bagi masyarakat Pohgading dan Apitaik, Talkompong identik dengan sumpah. Dan memang demikian adanya.

Kitab itu di taruh dalam kotak kayu yang atasnya dilapisi kulit onta. Di dalam kotak kayu terdapat kain putih sebagai pembungkus kitab. Saat kain putih pembungkus dibuka, nampak kitab dengan ukuran kecil. Lembaran kitab ini tersusun dari kertas tua. Sejatinya kitab itu adalah sebuah mushaf Al-Quran.

Dahulu, kitab Talkompong akan dikeluarkan jika ada warga yang berselisih dan tidak mencapai kata sepakat. Maka bersumpah di bawah kitab Talkompong adalah jalan terakhirnya.

Haji Suhrip kemudian bercerita, pada suatu waktu, kitab Talkompong pernah digunakan untuk bersumpah oleh dua warga Pohgading. Namanya, tidak usah saya sebut, biar tidak jadi fitnah. Cerita ini diceritakan turun temurun dan diperkuat oleh pengakuan salah seorang warga yang menyaksikan peristiwa bersejarah itu. Nama saksi itu adalah Haji Gupran. Saat kejadian ia masih berusia kanak kanak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun