Mohon tunggu...
Gede Surya Marteda
Gede Surya Marteda Mohon Tunggu... Freelancer -

Mencari jati diri di belantara Hutan Jati. Berusaha semampunya untuk menjadi pribadi yang humoris.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Berabad-abad Manusia Mencari Rahasia Keabadian, Inikah Jawabannya?

8 Juli 2016   19:27 Diperbarui: 8 Juli 2016   19:38 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.eatgeekplay.com

Bila membaca ini mungkin yang terbesit di pikiran kalian adalah "tidak mungkin". Tapi apakah benar manusia tidak akan pernah mencicipi keabadian? Cobalah berhenti sejenak, dan berfikir dengan cara yang sedikit berbeda, maka anda akan dapat melihat puzzle-puzzle keabadian ini. 

Puzzle yang pertama, berkacalah pada keseharian kalian. Sampai sekarang berapa akun sosial media yang kalian miliki? Mulai dari Friendster, Facebook, Myspace, Twitter, Instagram, Path, dan banyak lagi. Setiap media sosial pastinya meminta kalian untuk mengisi informasi terkait dengan diri kalian, misal: tanggal lahir, nama sekolah, musisi favorit, atau buku apa yang kalian suka. Selain itu, di media sosial kalian pastinya mengupdate status, dimana kalian berada, apa yang kalian pikirkan, bersama siapa kalian. Kalian juga pastinya membangun interaksi lewat komentar, retweet, repath, love, dan fitur yang unik untuk masing-masing sosial media. 

Faktanya, informasi-informasi yang kalian masukan dan keluarkan itu adalah data. Data-data yang diekstrak dari sosial media kalian, bahkan apa saja yang kalian cari di google, bila dianalisa menggunakan algoritma yang tepat bisa menjadi DNA kalian. Lebih tepatnya DNA digital kalian.

sumber google
sumber google
Facebook, sosial media dengan pengguna terbanyak (1,44 Miliar pengguna aktif) di seluruh dunia, bisa jadi tempat yang tepat untuk mengekstrak data-data ini. Mulai dari status, foto-foto, informasi, daftar teman, bahkan interaksi seperti komentar dan laman yang disukai bisa bercerita banyak tentang diri anda. 

Memprediksi pilihan-pilihan dan preferensi serta gaya berinteraksi dari aktivitas online juga bukanlah hal yang mustahil. Bila kalian perhatikan, suggestion dan personalization merupakan salah satu contoh feature yang menggunakan metode semacam itu.

Selain itu, mulai banyak yang merasa bahwa sosial media adalah bagian dari kehidupan seseorang. Facebook melihat gejala ini dan meresponnya dengan berbagai feature seperti Celebrate Years of friend in facebook, Most memorable momen on [years], dan beberapa agak sensitif seperti feature memorial page yang bisa digunakan untuk menandai pengguna facebook yang sudah meninggal.

Sampai tahun 2012, tercatat 30 Juta pengguna Facebook telah meninggal, beberapa sanak keluarga memilih untuk me-"memorial page"-kan akun Facebook pengunanya tersebut. Namun, lebih banyak lagi yang sama sekali tidak melaporkan kepada facebook perihal kematian si pengguna akun sehingga admin menganggapnya masih sebagai pengguna aktif, dan lamannya pun masih halaman Facebook aktif bukan memorial page.

sumber: http://s.newsweek.com/sites/www.newsweek.com/files/styles/lg/public/2016/03/08/facebook-death-memorialized-accounts-digital-legacy.jpg
sumber: http://s.newsweek.com/sites/www.newsweek.com/files/styles/lg/public/2016/03/08/facebook-death-memorialized-accounts-digital-legacy.jpg
Sebagian besar alasannya karena mereka masih ingin menyimpan kenangan dari kerabat atau pasangan mereka yang meninggal tersebut. Bahkan, tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa dengan begitu mereka bisa lebih tenang karena bagian dari diri pasangan mereka masih "hidup" di dunia maya dan mereka masih bisa bercakap-cakap dan berinteraksi dengannya, walaupun hanya percakapan satu arah.

Puzzle kedua adalah Artificial Intelligence [AI] atau kecerdasan buatan. AI adalah perangkat atau sistem komputasi buatan yang dapat "berpikir" layaknya manusia dengan perintah-perintah yang sangat kompleks yang menyusunnya. Gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Alan Turing, seorang matematikawan terkenal asal Amerika, yang memiliki andil besar dalam penggasan komputer pertama di dunia. 

Turing percaya bahwa komputer bisa menghitung dengan akurat berbagai perhitungan dengan sejumlah informasi yang diberikan dan kemungkinan-kemungkinan penyelesaian perhitungan tersebut. Kita biasa menyebutnya dengan "pembuatan keputusan". 

Hal ini dibuktikan dengan kekalahan Grand Master (GM) Catur Rusia, Garry Kasparov, pada Mei 1997, dari sebuah komputer dalam permainan catur. Program Deep Blue merupakan titik balik bagaimana manusia memandang kecerdasan buatan.

Ingat film Her yang dibintangi oleh Joaquin Phoenix? Film yang berlatarkan dunia masa depan itu menceritakan tentang seorang pria introvert bernama Theodore Twombly (Joaquin Phoenix) yang juga berprofesi sebagai penulis “surat cinta” baru saja mengalami kegagalan pernikahan. Ia kemudian memutuskan untuk membeli sebuah teknologi canggih OS bernama Samantha (Scarlett Johansson). 

Samantha adalah AI super canggih yang bisa "belajar" dari informasi-informasi yang ia dapatkan. Saat Theo akan menginstal aplikasi OS tersebut di PC nya, ada beberapa pertanyaan yang diajukan kepadanya, suara pria atau wanita yang akan dipilih? bagaimana hubungan Theo dengan ibunya? Dari informasi-informasi itu Samantha bisa belajar tentang gambaran wanita ideal Theo. Dan, Samantha berhasil. 

sumber: tumbler.com
sumber: tumbler.com
Theo merasa sangat nyaman berhubungan dengan Samantha bahkan sampai jatuh cinta. Di sebuah cuplikan, Theo mempertanyakan kewarasan dirinya sendiri karena tidak bisa membedakan yang mana manusia riil dan yang mana yang AI. Kisah romantis berbau futuristik ini menunjukan bahwa kecerdasan buatan yang sangat maju bisa menggantikan manusia.

Bila kita coba berpikir ulang dan tidak membatasi diri kita dengan apa yang ada sekarang, kita telah siap untuk menyusun puzzle-puzzle ini. Menggabungkan Keping Puzzle pertama yakni DNA digital manusia yang terdiri dari data-data ekstraksi dari sosial media atau aktivitas online dan keping puzzle kedua kemajuan perkembangan AI kita bisa melihat sebuah gambaran besar: Manusia bisa saja berevolusi dengan cara yang berbeda.

DNA Digital kita dimasukan kedalam kecerdasan buatan yang bisa belajar. Secara teori, ini seperti memasukan ingatan-ingatan seseorang yang sudah meninggal ke otak orang lain yang akan jadi badan berikutnya. Inilah bentuk evolusi manusia yang berbeda, manusia yang abadi melampaui keterbatasan fisik kita, Homo immortalis.

Dengan AI sebagai otak, Homo immortalis bisa mereproduksi reaksi, pengambilan keputusan, bahkan hingga preferensi penggunaan diksi yang mirip dengan diri kalian sebelum meninggal. Mungkin saja bahkan dia bisa menyesuaikan informasi terkini dengan karakter kalian sehingga bisa memprediksi reaksi terhadap suatu fenomena apabila kalian masih hidup. 

Misalnya, kalian sudah meninggal, anggap saja tahun 2017 dan 40 tahun setelahnya manusia bisa hidup di Mars. AI akan memprediksi kemungkinan-kemungkinan reaksi seperti tweet apa yang mungkin akan kalian buat, atau di kawah mana kalian akan mengupdate status path kalian, atau makanan apa yang akan kalian pesan di Mars nanti dan kalian kirimkan fotonya ke Instagram kalian. 

Mungkin saja bila kalian masih hidup pada saat itu prediksi ini ternyata meleset, tapi intinya kalian punya opsi untuk tetap hidup sampai selama-lamanya. Jelas, kemampuan ini tidak hanya terbatas pada sosial media. Bayangkan sedang memainkan permainan video game The Sims, namun dengan karakterisasi yang jauh lebih dalam dari sebelumnya. Bahkan kemungkinan interaksi kalian tidak akan terbatas.

Apakah ini sains fiksi atau terobosan ilmiah? Bagaimana menurut kalian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun