Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ajinomoto Membantu Energi Petani Kampung

4 Maret 2017   11:54 Diperbarui: 4 Maret 2017   12:30 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sayur sederhana petani (dokpri)

Semua aktivitas di dunia dibantu dengan adanya asupan energi. Tanpa energi tidak ada kegiatan apa pun yang bisa berjalan. Para insinyur tidak bisa merancang proyek, pedagang tidak bisa berkoar-koar berteriak menawar dagangannya, pelayan negeri tidak bisa memberi pelayanan, begitu pula petani tidak mampu mengolah lahannya, dan bahkan seorang Ibu tidak bisa menyusui anaknya. Ya, semua tak lepas dari energi.

Kasarnya energi yang diperoleh manusia melalui makanan. Kecukupan energi berdasarkan jumlah makanan yang dimakan. Karena nafsu makan bisa meningkat jika sifat makanan dapat mengundang selera, selain lapar tentunya. Sehingga kita harus berusaha mendapat makanan yang sesuai selera.

Tidak sedikit makanan enak, tapi bagi yang berkantong pas-pasan kadang mentok. Karena energi harus diisi, terutama bagi yang berprofesi ‘memakan’ energi berlebih harus mencari cara mengudang selera. Para petani di Kampung saya yang banyak menumpahkan keringat di Kebun, untuk memenuhi selera makan mereka, biasanya menambah penyedap rasa pada makanan yang bersifat biasa mereka. Tentu penyedap rasa yang sesuai kantong (murah) dan efektif di tengah kesibukan berkebun: contohnya penyedap rasa sasetan, seperti Aji No Moto.

Kisah petani (warga) dengan penyedap rasa sudah terangkai panjang. Jauh sebelum tahun 2000an, hampir seluruh warga Kampung menggunakan Aji No Moto sebagai penambah selera makanan. Selain enak warga juga mendefinisikan rasa yang melebihi enak, kami menyebutnya “lemak”, yang sekarang disebut gurih (umami). Kebanyakan warga yang mengkonsumsi ini, mereka-meraka para petani yang berkebun lumayan jauh dari Kampung, sehingga mereka makan siang di kebun.

Karena rata-rata dari mereka kurang mampu, alias tidak bisa beli lauk yang cukup mengundang selera makan kecuali ikan asin, padahal mereka selalu membuang energi berlebih untuk kebun mereka. Jadilah Aji No Moto menjadi pilihan ekonomis dan praktis.

Saya sering dibawa bapak ke kebun. Saya paling suka dibawa ke kebun, sehingga tak jarang setelah pulang sekolah nyusul dan tak jarang juga bolos. Nah biasa, karena kerepotan bapak dan ibu merawat tanaman, tidak diragukan lagi urusan makanan juga kadang mengganggu, jika harus meracik bumbu. Maka, cukup membuat sambal terasi dan mencari sayuran dari kebun, kemudian direbus dan sebagai bumbunya Aji No Moto. Saya pun makan rakus.

Itu sebelum tahun 2000, setelahnya dengan adanya informasi Aji No Moto tidak halal, jadilah semua gempar, karena penduduk 100% beragama Islam. Kesimpangsiuran informasi membuat sebagian berhenti mengkonsumsi dan sebagiannya bodoh amat –-yang penting kenyang. Meski demikian lambat laun semua berhenti, sebab barangnya tidak ada. Jelas ada yang terganggu, terutama anak-anak seusia saya yang tidak tau apapun.

Baru setelah lewat tahun 2005, kami para petani mulai lagi mengkonsumsi. Setelah ada label halalnya. Namun masih banyak yang meragukan. Sebagian yang akalnya ‘primitif’ dan fanatik menyebut ‘itu hanya akal-akalan belaka’ meski telah ada labelnya.

Lama kelamaan banyak lagi yang tertarik, tapi tak jarang sebaliknya. Bagi yang tidak tertarik, sebagian masih beralasan ketidakjelasan masalah halalnya tadi dan juga sebagian alasan kesehatan.

Untuk yang tertarik setempel halal MUI yang tertera pada kemasan sebagai acuannya. Lah, MUI kan sudah diakui ‘kesahihan’nya, kenapa masih haram? Andai kata haram MUI lah  yang bertanggung jawab, begitu kira-kira pedomannya.

Memang konsumsi Aji No Moto di daerah penulis, khususnya Kampung saya, belum sepenuhnya seperti sediakala, sebelum kejadian tahun 2005, ditambah dengan adanya himbauan untuk menjaga kesehatan, terkait kandungan MSG. Namun bagi saya dan keluarga serta beberapa warga lainnya hampir bisa dibilang rutin mengkonsumsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun