Mohon tunggu...
Sr. Gaudensia Habeahan OSF
Sr. Gaudensia Habeahan OSF Mohon Tunggu... Guru - Biarawati
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hidup ini indah, seindah saat kita dapat berbagi dengan sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konsolasi Vs Desolasi

18 Oktober 2020   21:53 Diperbarui: 18 Oktober 2020   21:56 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Saya bersyukur kepada Tuhan, karena berkat bimbingan dan campur tangan-Nya, saya dapat melihat kembali perjalanan hidup panggilan ini dalam terang hidup sehari-hari. 

Saya juga bersyukur atas doa  Bunda Maria yang selalu menemani perjalanan hidup saya. Judul ini, mau menggambarkan pergulatan panggilan yang saya alami selama ini. Pergulatan antara jatuh-bangun, kegagalan-keberhasilan, suka-duka, baik-buruk dan lain-lain sebagainya. 

Saya sadari bahwa Allah selalu menyapa saya lewat pristiwa-pristiwa sehari-hari. Peristiwa-peristiwa itu akan saya kisahkan sebagai berikut. Hmmm,untuk kali ini saya cerita dulu tentang hidup rohani saya.

Pasang surut perjalanan hidup rohani bukan hal baru bagi saya. Pengalaman pasang surut membawa saya pada sebuah kesadaran bahwa hidup yang sedang saya jalani bukanlah suatu perjalanan yang mulus dan aman. Bukan pula harga mati yang hanya bergerak lurus ke depan. Perjalanan hidup rohani saya bagaikan ombak yang mengalami pasang surut. Ada waktu di mana hidup rohani mengalami pengalaman puncak, dan juga mengalami musim kering. 

Pengalaman puncak itu terjadi ketika saya mengalami persatuan yang mesra dengan Tuhan dan ketika hal itu terjadi hidup ini terasa punya arti dan dan penuh gairah. Dampaknya dalam seluruh tugas harian yang mana segalanya dijalankan dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Ketika saya mengalami pengalaman puncak, rasanya saya tak ingin mengalami apa yang dinamakan desolasi. Akan tetapi, pengalaman konsolasi itu menyadarkan saya akan pengalaman kekeringan dalam hidup yang tak bisa dielakkan.

Jikalau saya ingin kembali merujuk ke belakang perjalanan hidup rohani selama masa Novisiat dengan sekarang, saya dapat mengatakan bahwa hidup rohani sekarang sungguh-sungguh menantang. Banyak hal yang dituntut dan jika itu  tidak disingkapi dengan serius dan penuh tanggung jawab akan dapat menelantarkan atau membuat hidup rohani menjadi kering. Contohnya tuntutan akademis dari kampus yang begitu tinggi. Selain itu situasi  yang sangat menantang yang menguras banyak tenaga dan waktu.

Saya pernah mengalami kekeringan hidup rohani saat awal menjalani masa perkuliahan bahkan saat memulai tahunajaran baru. Mengapa ? Karena bagi saya untukmemulai sesuatu yang baru itu agak sulit misalnya bertemu orang baru,aturan baru ,sing penting yang namanya baru agak susah. Kecuali sepatu atau tas baru. Hehehe

Terus terang saja bahwa pada awal memulai kesibukan itu hidup doa terasa hambar dan tak karu-karuan. Karena  Berhadapan dengan banyak tugas doa menjadi dinomor duakan. Doa menjadi sebuah tantangan bagi saya untuk boleh sejenak meluangkan waktu duduk dan hadir di hadapan Allah. Di tengah kesibukan tugas dan proses penyesuaian diri dalam banyak hal, sebersit pertanyaan terlontar dari dalam hati; mampukah saya menghadapi semuanya ini? Apakah saya mampu mempertahankan hidup doa yang telah ditanam selama ini? Dapatkah saya mengatur atau membagi waktu belajar dan doa dengan seimbang? Pertanyaan ini terus bergulat dalam hari-hari perjalanan hidup saya. 

Saya mencoba untuk menenumukan jawabannya dan menyingkapi dengan cara-cara baru, misalnya memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. Namun, yang saya temukan adalah ketidakpastian. Dalam keadaan seperti inilah, saya sadar bahwa tidak mungkin semuanya ini diselesaikan oleh saya sendiri. Kemampuan ratio saya tak mungkin menjawab misteri dibalik kenyataan yang sedang saya alami. 

Saya pun bangun dan mencoba menata kembali hidup ini. Jalan yang saya tempuh adalah dengan membuat roster belajar. Saya membawa dan mempersembahkan segala persoalan ini dalam doa dan ternyata dalam doa saya menemukan dan mendapat kekuatan, terang, jalan dan arah bagi perjalanan saya ke depan. Di dalam doa, hati saya kembali disegarkan.

Saya menyadari bahwa perjumpaan yang nyata dengan Yesus terjadi dalam perayaan ekaristi di mana Ia hadir dalam rupa roti dan anggur lambang tubuh dan darah-Nya. Di sanalah saya dapat mengalami bagaimana cinta-Nya yang begitu besar terhadap saya. Dan pada saat yang sama Ia pun mengajak saya untuk mengambil bagian dalam seluruh hidup-Nya, "memikul salib-Nya dan mengikuti Aku." Menjadi murid-Nya memang tidak gampang, membutuhkan ketabahan, kesetiaan dan pengorbanan diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun