Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Agus Yudhoyono Bukan Kuda Hitam

23 September 2016   09:38 Diperbarui: 23 September 2016   14:16 4623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presidensby.info/Abror Rizki

Wajar kalau Gerindra dan PKS ogah mengekor Koalisi Cikeas. Benar Agus Yudhoyono secara pribadi belum memiliki noda atau borok yang akan menyulitkan langkahnya menuju DKI 1. Tetapi, noda dan borok itu ada di sekitar Cikeas. Belum lagi kalau nama buruk Demokrat dengan mega skandal korupsinya ikut terseret-seret. Maka mau tidak mau Agus yang masih bersih itu akan kecipratan noda juga.

Nama Agus dan nama SBY pastinya sulit dpisahkan. Agus bisa dicalonkan sudah pasti karena ada faktor SBY yang begitu kuat mempengaeruhi parpol-parpol lainnya. Tanpa SBY, nama Agus tidak mungkin ada yang menyebut. Ini mirip dengan Ibas.Ibas dua kali lolos ke Senayan pastinya karena menyandang “gelar” Yudhoyono di belakang namanya. Sekalipun Ibas sempat mengkhianati rakyat di dapilnya dengan keluar dari DPR karena lebih memilih partai ketimbang amanat rakyat, tapi toh putra bungsu SBY ini tetap lolos ke Senayan.

Untuk kelas pilkada di daerah atau pileg nama besar SBY pastinya masih bisa dijual. Tapi, bagaimana dengan pilkada di Jakarta. Apakah nama besar SBY masih laku di pasaran Jakarta?

Kalau hitung-hitungannya Ahok vs Asal Bukan Ahok, memang dari simulasi Pilgub DKI 2012 dan Pilpres 2014 kubu Asal Bukan Ahok akan memenangi Pilgub DKI 2017. Oleh pendukungnya, Ahok diidentikan dengan Jokowi. Di sisi lain lawan-lawan Jokowi justru memanfaatkan pelekateratan Jokowi-Ahok ini untuk menghantam Jokowi lewat Ahok. Di samping itu sejak putaran kedua Pilgub DKI 2012 sudah dibangun sedemikian rupa kondisi gagal move on. Kondisi ini semakin menguat sejak memasuki Pemilu 2014. Sederhananya, dari hasil Pilgub DKI 2012 dan Pilpres 2014, pemilih Jokowi pada Pilpres 2014 adalah pemilih yang sama pada Pilgub DKI 2012.  

Dalam Pilgub DKI 2017 ini, gagal move onmasih terjadi di kutup non-Jokowi. Sebaliknya, justru kutub Jokowi akan bergeser, sebab tidak semua pendukung Jokowi akan memilih Ahok. Dengan adanya 3 pilihan calon, pergeseran itu bisa ke arah kubu Cikeas, bisa ke arah kubu Hambalang, tetapi bisa juga ke arah golput. Di sini tingkat rasionalitas pemilih pendukung Jokowi akan lebih menentukan. Di samping itu adanya faktor X pun akan berperan dalam menentukan arah pergeseran.

Ketiga calon yang dimajukan sama-sama memiliki kelemahan. Ahok dan Sandiaga Uno (kalau jadi dicalonkan) punya kelemahan yang tidak perlu diuraikan lagi di sini. Sementara Agus masih mulus bagai bayi yang baru lahir. Sayangnya, majunya Agus berbau ambisi keluarga. Dan Ambisi bisa diartikan sebagai kerakusan. Dengan demikian, majunya Agus dapat dibaca sebagai bentuk kerakusan keluarga Cikeas.

Warga DKI yang terbuka wawasannya oleh arus informasi pastinya masih ingat bagaimana keluarga Cikeas menempatkan SBY sebagai Ketua Umum Demokrat dan putranya Ibas sebagai Sekjen Demokrat. Dan tentu juga masih ingat bagaimana foto pasangan bapak-anak ini menghiasi baliho atau spanduk yang dipajang di jalanan ibu kota. Pasangan bapak-anak yang mendominasi satu partai politik pastinya dipandang negatif oleh warga DKI. Karena di Indonesia belum ada satu partai pun yang menempatkan satu keluarga menempati posisi kutum dan sekjen dalam satu partai. Publik akan memandangnya sebagai bentuk kerakusan. Bentuk kerakusan inilah yang akan dilawan oleh warga Jakarta dengan tidak memilih Agus sebagai cagub DKI.

Dengan demikian, Agus maju sebagai cagub dengan membawa stempel kerakusan keluarga Cikeas, mega skandal korupsi Demokrat, dan mungkin ada stempel-stempel lainnya. Hanya dengan noda korupsinya saja perolehan suara Demokrat bisa merosot tajam. Bagaimana kalau noda itu ditambah dengan stempel kerakusan.

Agus pun bukan kuda hitam seperti yang dikatakan oleh segelintir orang. Kontestan, baik di bidang olah raga, politik, dan juga bidang lainnya, baru bisa disebut sebagai kuda hitam setelah menunjukkan performa luar biasanya. Keluarbiasaan performa itu pun baru bisa terlihat setelah si kuda hitam mampu menggilas pesaing-pesaing terkuat dalam kompetisi yang sama. Sementara Agus benar-benar nol. namanya pun bersih dari rilis-rilis survei. 

Dengan ditunjuknya Agus oleh keluarga Cikeas sebagai pembawa amanat ambisi keluarga, maka sikap Gerindra dan PKS akan mendapat dukungan publik. Pendukung Jokowi akan lebih cenderung memberikan suaranya kepada jagoan Gerindra-PKS. Melihat soliditas kader dan simpatisannya, jagoan yang diusung oleh Gerindra-PKS ini bisa saja akan melaju ke putaran kedua untuk menghadapi Ahok-Djarot.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun