Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada-Tidak Ada Pasal Penghinaan, Woles Saja

8 Agustus 2015   10:49 Diperbarui: 8 Agustus 2015   10:49 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Skrinsyut FP Anda Bertanya Habib Rizieq Menjawab. Erdogan adalag fresiden yang semfurna bagiFeKaEs. haram untk dihina. Kalau Oowi harus terus dihina

Dulu di masa Gus Dur, jadi sudah masuk era reformasi, ere kebebasan pers, dan era-era kebebasan lainnya, Pelawak Dedi Gumelar alias Miing Bagito didemo pendukung Gus Dur. Gara-garanya, Miing yang ketika itu tampil live di satu stasiun TV memperagakan orang buta meletakkan gagang telepon. Yang bikin pendukung Gus Dur berang adalah penampilan Miing yang dimirip-miripkan dengan Gus Dur, dari mulai kopiah, mimik, sampai gaya bicaranya. Penampilan Miing itu dianggap  menyerang pribadi Gus Dur yang memang memiliki kekurangan fisik. Untungnya, bagi Miing, pendukung Gus Dur cuma sewot-sewot doang, tidak tidak melaporkannya ke polisi.

Di zaman Megawati lain lagi ceritanya. Pada tahun 2003 redaktur Rakyat Merdeka Supratman divonis 6 bulan penjara karena melanggar pasal 137 ayat 1 KUHP. Supratman dijatuhi hukuman gara-gara mempublikasikan berita dengan judul “Mulut Mega Bau Solar” (2003), “Mega Lintah Darat” (2003), “Mega Lebih Ganas dari Sumanto (2003) dan “Mega Cuma Sekelas Bupati” (2003). Judul-judul berita tersebut dinilai menghina Megawati selaku presiden.

Kemudian di era SBY beda lagi ceritanya. Waktu itu seorang aktivis bernama Yosef Rizal menarik seekor kerbau ketika berdemo di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, pada 28 Januari 2010. Masalahnya pantat kerbau yang dibawanya itu ditempeli foto SBY yang dilengkapi dengan tulisan cat putih "SiBuYa." pada. Gara-gara kerbau Si Buya, SBY sampai membahasnya dalam rapat kabinet di Istana Cipanas pada 2 Februari 2010.

“Di sana ada yang teriak-teriak SBY maling, Boediono maling, menteri-menteri maling. Ada juga demo yang bawa kerbau. Ada gambar SBY. Dibilang, SBY malas, badannya besar kayak kerbau. Apakah itu unjuk rasa? Itu nanti kita bahas," kata SBY ketika itu.

Tentu saja bukan hanya SBY yang bereaksi keras, para pendukung dan keluarga SBY bereaksi sama. Bahkan, Ani Yudhoyono sampai menitikkan air matanya. Yosef sendiri mengaku tidak berniat menyindir SBY. Ia tidak mendapat hukuman apa pun. Ia bebas keluyuran ke mana saja sampai ie meninggal dunia 2 tahun kemudian setelah diisolasi selama 2 hari di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur.

Yosef beruntung, ia tidak bisa dikenai Pasal 137 ayat 1 seperti yang dikenakan pada Supratman sebab pasal tersebut sudah dicabut Mahkamah Konstitusi 2 tahun sebelumnya. Ia pun beruntung sebab SBY selaku warga negara tidak melaporkannya kepada polisi atas dasar pencemaran nama baik.

Belakangan pemerintah Jokowi berencana meneruskan kebijakan pemerintah SBY yang memasukkan pasal penghinaan terhadap presiden ke dalam revisi KUHP. Sebenarnya pasal penghinaan presiden versi revisi berbeda dengan pasal sebelumnya. Sebelumnya, pasal penghinaan terhadap presiden masuk ke dalam delik biasa. Maka siapa pun bisa mengadukan siapa saja yang dinilainya telah menghina presiden. Jadi, pasal ini bisa dipakai untuk menjilat presiden.

Dalam versi baru pasal ini masuk dalam delik aduan. Jadi hanya presiden yang bisa mengadukan penghinanya. Selain itu tidak boleh. Jadi, salah besar kalau ada yang mengatakan pasal penghinaan presiden ini akan melahirkan penjilat. Dulu, ketika MK belum mencabut pasal 137, semua orang bisa menjilat presiden. Tapi dengan versi baru, bagaimana caranya menjilat presiden. Bisa-bisa di depan gerbang istana banyak yang antri untuk memberi tahu presiden kalau ada yang menghinanya. Dan, kalau semua diladeni oleh presiden.bisa-bisa kerja presiden hanya bolak-balik ke kantor polisi.

Coba pikirkan. Di masa Gus Dur, hinaan terhadapnya terbilang marak. Hinaan terhadap Gus Dur dilancarkan dalam berbagai forum dan media. Bahkan, tidak jarang Gus Dur pun mendapat fitnah yang sangat luar biasa kejamnya. Toh, tidak seorang pun yang dibui gara-gara menghina Gus Dur. Padahal saat itu Pasal 137 masih berlaku. Begitu pun pada era Megawati. Hinaan terhadap Megawati tidak kalah semaraknya. Tapi sekalipun Pasal 137 belum dicabut, hanya Supratman yang dibui. Padahal sewaktu Gus Dur dan Megawati berkuasa, siapa pun bisa melaporkan siapa saja yang dianggapnya telah menghina presiden. Tetapi, kenapa hanya Supratman yang kena jerat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun