Kelompok massa yang mengklaim menurunkan 50.000 anggotanya ini menyuarakan 18 tuntutan kepada anggota DPR dan pemerintah.
Sampai hari ini, unjuk rasa masih berlangsung tertib. Tidak terdengar berita adanya bentrokan antara massa pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Bahkan, pembakaran bekas seperti yang biasa dilakukan pendemo pun tidak ada beritanya. Massa pun sudah membubarkan diri pada sore hari.
Sampai hari ini kelompok PA 212 belum mengumumkan rencana aksi demonya. Kelompok ini baru menyampaikan rencananya yang akan menggunakan Jakarta International Stadion (JIS) sebagai lokasi reuni.
Jika Pemprov DKI Jakarta mengabulkan permintaan PA 212, massa PA 212 tidak akan berkumpul di satu titik dengan kelompok pengunjuk rasa lainnya. Tentu saja hal ini akan lebih memudahkan aparat keamanan dalam melakukan pengamanan.
Namun masalah baru muncul. Pasca terbitnya Not To Land bagi Abdul Somad oleh imigrasi Singapura, sekelompok massa berencana akan menggeruduk Kedutaan Besar Singapura untuk Indonesia di Jakarta.
Sekalipun bisa dipastikan aksi tersebut berjalan relatif damai, namun segala sesuatunya bisa saja terjadi.
Pada Januari 2016, Kedubes Arab Saudi untuk Iran di Teheran berhasil dijebol pengunjuk rasa. Belakangan diketahui Kedubes Arab Saudi sengaja melonggarkan sistem keamanannya.Â
Insiden yang terjadi di Teheran enam tahun yang lalu itu bisa saja terjadi di Jakarta. Untuk itu, aparat keamanan harus mewaspadai segala kemungkinan yang bisa terjadi.
Jika aksi demo di Kedubes Singapura sampai ricuh, besar kemungkinan akan menambah eskalasi unjuk rasa di seluruh tanah air. Namun demikian, karena isu ini kurang menarik perhatian masyarakat luas, insiden ini tidak akan sanggup munculkan people power.
Di Bawah Johnny Plate, Kemkominfo tak Sembarangan Blokir Medsos
Eskalasi unjuk rasa bisa membesar bila massa terprovokasi. Salah satunya lewat penyebaran konten-konten terkait aksi demo. Dari pengalaman sebelumnya, tidak sedikit dari konten-konten yang memviral tersebut diketahui hoax.
Pada 19 Oktober 2020 atau saat demo anti Omnibus Law mulai mereda, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mewacanakan akan menyiapkan Peraturan Menteri (Permen) yang akan mengatur dengan jelas tahapan pemblokiran media sosial.