Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Enzo Allie dan Bocoran Dokumen Pusjianstra TNI

14 Agustus 2019   14:11 Diperbarui: 14 Agustus 2019   14:22 6733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Enzo Allie sudah diputuskan tetap melanjutkan pendidikannya di Akademi Militer (Akmil). Keputusan itu disampaikan KSAD Jenderal Andika Perkasa di Mabes TNI AD pada 12 Agustus 2019.

Enzo, kata Andika, telah menjalani tes tambahan pada 10-11 Agustus 2019. Hasilnya, Enzo mendapat nilai indeks moderasi bernegara 5,9 dari nilai maksimum 7.

Karuan saja keputusan TNI AD ini mendapat penolakan dari sebagian anak bangsa yang selama ini giat melawan propaganda-propaganda Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Tidak sedikit dari mereka yang langsung mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Bukan hanya itu, kelompok ini pun langsung melancarkan serangan-serangannya, khususnya kepada Mahfud MD dan Banser.

Banser, bagi kelompok pro-khilafah seperti HTI, ISIS, JAT, dan lainnya adalah penghalang berdirinya khilafah. Pada Desember 2014, Abu Jandal Al Yemeni al Indonesi yang diketahui sebagai kombatan ISIS asal Indonesia melontarkan ancamannya yang ingin membinasakan TNI, Polri, Densus 88, dan Banser.

"Kami akan kembali ke Indonesia untuk menegakkan syariat Allah dengan mulai memerangi kalian, dengan membantai satu per satu dari kalian, TNI, Polri, Densus, dan Banser," ancam Abu Jandal.

Dalam video yang beredar lewat jejaring Youtube itu, Abu Janda menyebut keempat sasaran pembantaiannya dengan kata "babi".

"Ketahuilah pasukan koalisi kewalahan hadapi ISIS dan perlu bantuan babi-bagi bodoh seperti kalian," imbuhnya (Sumber: Republika.co.id).

Sebaliknya, kader dan simpatisan HTI serta kelompok-kelompok pro-khilafah langsung melakukan selebrasi kemenangannya. Bagi kelompok-kelompok ini, keputusan KSAD sebagai penanda awal kebangkitan khilafah di Indonesia. Dan, Enzo dijadikan sebagai simbol kebangkitannya.

Lanjutkan Pendidikan Enzo Allie, Sikap KSAD Andika Perkasa Tepat
Tidak ada yang salah dengan keputusan TNI AD atas Enzo Allie yang bermula dari sebuah polemik tersebut. Apalagi keputusan tersebut diambil dari sebuah test yang terukur.

Seperti yang ditulis dalam artikel "Enzo Allie Bukan 'Jack Barsky' HTI",  Enzo Allie jelas bukan anggota HTI yang disusupkan ke dalam tubuh TNI. Karena sangat tidak mungkin sleeper agent ditanamkan tanpa terlebih dulu menghapus jejak-jejak masa lalunya. Dan, menghapus jejak-jejak masa lalu bukanlah pekerjaan yang gampang.

Begitu juga dengan ibunda Enzo, Siti Hadiati Nahriah. Dari akun Facebook-nya, Siti diketahui mengunggah foto Felix Siauw, satu dari sejumlah pentolan HTI yang secara terang-terangan gencar menyerukan pengharaman terhadap nasionalisme.

Sebagai netijen yang memposting foto Felix, kecil kemungkinan jika Siti tidak tahu jika HTI telah lantang mengharamkan nasionalisme. Siti pun pastinya sudah pernah mendengar jika HTI menyebut NKRI sebagai nagara thogut alias negara setan dan barang siapa yang mengakui NKRI, Pancasila, serta hukum-hukumnya adalah kafir laknatullah.

Tetapi, fakta-fakta tentang HTI tersebut tertutupi oleh rasa kebersamaan dalam menyikapi pilihan politik. Bagi Enzo dan juga ibundanya, HTI adalah saudara "seiman" dalam berpolitik. Itulah yang membuat Enzo tidak sampai terpapar virus-virus anti-nasionalisme HTI.

Sterilnya Enzo Allie dari virus HTI ini terbukti dari lolosnya pemuda berusia 18 tahun ini dari serangkaian tes masuk Akmil yang dijalaninya. Dengan demikian, sangat jelas jika TNI tidak kecolongan.

Logika ini sangat sederhana. TNI tidak kecolongan karena Enzo Allie mendapat nilai baik dari serangkaian tes yang diujikan kepadanya.

Justru menjadi masalah jika TNI AD memecat Enzo sebagai taruna Akmil. Karena sikap ini sama saja dengan membebarkan jika TNI telah kecolongan. Masalah akan semakin berat lagi lantaran akibat dari pemecatan Enzo tersebut TNI harus menanggung konsekuensinya.

Celakanya, pihak yang harus menghadapi konsekuensi itu bisa merembet sampai ke Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Sebab sebagaimana yang diinformasikan mantan Aspers Kasad Mayjen TNI (Purn) Ari Suyono kepada media, tahap Pantukhir atau penentuan tahap terakhir penerimaan Taruna TNI diketuai langsung oleh Panglima TNI.

Karenanya, jika berdasarkan hasil tes tambahan tersebut, KSAD Andika Perkasa memecat Enzo Allie ujung-ujungnya akan ada pihak-pihak yang dinyatakan bersalah atas ketidaksalahannya.

Lantas, bagaimana kalau hasil tes tambahan tersebut membuktikan jika Enzo benar-benar terpapar virus HTI?

Jika benar demikian, sikap Andika tetap benar. Lantaran pemecatan Enzo Allie akan mengguncang tubuh TNI. Dan, situasi ini sangat tidak baik bagi TNI itu sendiri dan juga bagi bangsa. Apalagi guncangan tersebut terjadi pada saat Indonesia tengah melewati masa-masa pasca-Pilpres 2019 dan pra-pelantikan Presiden 2019-2024.

Karena itulah, saat menyampaikan keputusannya, KSAD Andika mengisyaratkan jika Enzo Allie belum tentu dapat melanjutkan karirnya sebagai perwira aktif.

"Dari yang sudah dikeluarkan sejak lima tahun terakhir itu lebih banyak mental. Jadi ada yang kesehatan, fisik, tapi mental banyak juga. Bervariasi, ada yang di tahun kedua dilakukan, ada yang di tahun keempat dan bahkan ketika mereka sudah dilantik. Jadi perwira pun tidak berhenti. Penilaian terus dilakukan. Dan sudah banyak contoh mereka yang terpaksa harus dipecat dari dinas aktif pun sudah banyak," kata Andik dalam jumpa pers di Mabesa pada 13 Agustus 2019 sebagaimana dikutip CNNIndonesia.com.

Kasus Enzo Allie adalah Gong TNI untuk Bersihkan Tubuhnya dari HTI
Pada 2010 sebuah draf dokumen milik TNI yang dibuat oleh Pusat Pengkajian Strategis (Pusjianstra) TNI bocor. Disebut "draf" karena penulisan pada dokumen ini masih belum mencantumkan tanggal penandatanganannya.

Dokumen berjudul "Menghidupkan Kembali Kekhalifahan Di Nusantara: Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Strategi Mobilisasi dan Dampaknya Bagi Indonesia" ini (akan) diteken oleh Sekretaris Kepala Pusjianstra TNI Kolonel Laut Dr. A. Yani Antariksa.

Dalam dokumen itu tertulis, "HTI adalah gerakan semi-populis. Ini berarti bahwa itu bertujuan untuk mempengaruhi massa untuk menerima tujuan tetapi tidak berarti bahwa mereka harus menjadi anggota HTI.

Foto layar dokumen TNI yang bocor (Sumber. Dok. Pri)
Foto layar dokumen TNI yang bocor (Sumber. Dok. Pri)

Salah satu pemimpin HTI mengatakan bahwa "Ini tidak penting bagi kita untuk merekrut setiap orang. Hanya beberapa orang yang dipilih akan cukup untuk perubahan. Namun, massa harus dididik tentang kekhalifahan sehingga ketika saatnya tiba, mereka akan mendukungnya (Dipisah menjadi dua paragraf agar lebih nyaman dibaca)

Jadi, untuk mendukung khilafah, anggota TNI tidak harus menjadi anggota HTI. Namun, anggota TNI itu harus dididik tentang kekhilafahan agar bilamana saatnya tiba, anggota TNI tersebut memberi dukungannya pada gerakan HTI.

Dalam dokumen itu disebutkan aspek terpenting dari strategi HTI adalah membangun jejaring. Dengan strateginya itu, HTI merekrut pemimpin muslim, politisi, wartawan, pegawai negeri sipil, dan juga pemimpin militer.

HTI melebarkan jejaringnya dengan mengundang targetnya sebagai pembicara dalam berbagai forum. Setelah kontak awal ini, para pemimpin HTI akan menyelenggarakan pertemuan rutin dengan para politisi dan mulai memberitakan ideologi Hizbut Tahrir kepada targetnya.

Dari hubungan yang dibangunnya itu, HTI memperoleh akses sebagai pembicara dalam berbagai forum-forum keagamaan yang digelar berbagai instansi, termasuk instansi militer.

Dalam dokumen itu juga terungkap ada 43 perwira tinggi AD dan perwira BIN yang secara konstan melakukan kontak dengan HTI. Bahkan, pemimpin HTI juga mengklaim bahwa anggota telah mendominasi posisi penting dalam militer dan birokrasi pemerintah di provinsi seperti Papua dan Aceh.

Pada bagian akhir dari dokumen itu disebutkan, "Visi menghidupkan kembali kekhalifahan Islam adalah bertentangan langsung dengan ideologi negara Indonesia, Pancasila. HTI cenderung muncul sebagai kekuatan kunci menentang ideologi negara Indonesia.

Namun demikian, tidak mungkin bahwa visi HTI dapat dicapai dalam waktu dekat. sebagai kesimpulan akhir bahwa ada kemungkinan HTI akan meningkatkan pengaruhnya di masa depan sesuai dengan strategi mobilisasinya, tetapi akan butuh beberapa tahun lagi sebelum menjadi ancaman serius bagi negara Indonesia".

Sembilan tahun setelah dokumen TNI itu bocor, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan lebih kurangnya 3 persen dari anggota yang terpapar paham radikalisme dan berkeinginan mengganti Pancasila dengan ideologi khilafah negara Islam.

"Dan kurang lebih tiga persen, kurang lebih tiga persen, ada TNI yang terpengaruh radikalisme," ujar Ryamizard pada 19 Juni 2019 seperti dikutip CNNIndonesia.com.

Dengan adanya kajian (Pusjianstra) TNI  dan juga informasi yang dibeberkan oleh Ryamizard yang juga mantan KSAD, persoalan ideologi yang dihadapi TNI tidak berhenti pada kasus Enzo Allie. Justru, kasus Enzo ini menjadi gong bagi TNI untuk membersihkan anggotanya dari kelompok-kelompok antinasionalisme sekaligus penentang NKRI. Ke depan TNI memiliki PR yang cukup berat yang harus segera diselesaikan. 

Enzo Allie dengan Bendera HTI-nya dan Moeldoko dengan Jilbabnya

Listrik Padam, Ada Faktor X yang Dirahasiakan PLN kepada Jokowi?

Nutrisi Anti "Bad Mood" Ini Dibandrol Nol Rupiah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun