Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berapa Kali Bangsa Indonesia Memproklamasikan Kemerdekaannya?

12 Agustus 2013   12:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:24 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bentuknya obelisk, tugu persegi empat dengan piramida di puncaknya. Ukurannya tidaklah besar, tingginya sekitar tiga meteran, sedang panjang keempat sisi bujur sangkar pada alasnya berkisar satu meteran. Sekalipun berada di pusat Kota Cirebon, tepatnya di perempatan Jalan Siliwangi dan Jalan RA. Kartini, namun tugu bercat putih yang dibangun pada 1946 itu kurang menarik perhatian.

Tidak mengherankan jika banyak, bahkan masyarakat yang tinggal di Cirebon sendiri, yang tidak mengetahui bila tugu tersebut merupakan monumen bersejarah. Tapi, Jangankan latar belakang sejarahnya, nama tugunya pun banyak yang tidak mengetahuinya. Bagi yang mengetahuinya pun masih terdapat kesimpansiuran nama, antara Tugu Kejaksan atau Tugu Proklamasi. Disebut Tugu Kejaksan karena berada di Alun-alun Kejaksa. Dan, dinamakan Tugu Proklamasi karena di seputar tugu itu berdiri pernah dibacakan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Dr. Soedarsono pada 15 Agustus 1945, dua hari sebelum Ir. Soekarno mengumandangkan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta.

Pada hari bersejarah itu seratus lima puluhan anggota Partai Nasional Indonesia Pendidikan menyuarakan kemerdekaan Indonesia. Sayang, peristiwa bersejarah itu tidak terdokumentasikan. Tidak ada satu pun foto maupun rekaman suara yang menggambarkan suasana ketika itu. Bahkan, ada tidaknya pengibaran Bendera Merah Putih sebagaimana yang dilaksanakan di Pegangsaan Timur Jakarta pun tidak terdengar ceritanya.

Lebih lagi, naskah proklamasi yang dibacakan oleh ayah dari mantan Menteri Pertahanan Juwono Soedarsono itu pun tidak jelas penyusunnya. Apakah disusun oleh Soedarsono sendiri ataukah oleh Sutan Sjahrir, pemimpin gerakan bawah tanah di mana Soedarsono menjadi tokohnya. Ketidakjelasan tersebut disebabkan karena tidak seorangpun yang menyimpan dokumennya. Apalagi saat peristiwa itu berlangsung Sjahrir tidak menghadirinya dan sedang berada di Jakarta.

Menurut Sjahrir naskah proklamasi tersebut diketiknya itu sepanjang 300 kata. Naskah itu pun menurut pahlawan nasional yang dijuluki Bung Kecil ini tidak berisi anti-Jepang atau anti-Belanda. Seingat Sjahrir naskah itu menggambarkan penderitaan rakyat di bawah pemerintahan Jepang dan penolakan penyerahan Indonesia ke tangan kolonial lain.

Pengakuan Sjahrir tersebut ditegaskan oleh Des Alwi.Namun Des pun hanya mampun mengingat sebaris teks proklamasi yang disusun ayah angkatnya itu. ”Kami bangsa Indonesia dengan ini memproklamirkan kemerdekaan Indonesia karena kami tak mau dijajah dengan siapa pun juga, “ demikian isi teks yang diingat “fotografer sejarah Indonesia” itu.

Namun menurut kesaksian Maroeto Nitimihardjo, salah seorang pendiri PNI Pendidikan, Soedarsono tidak pernah menerima teks proklamasi yang disusun Sjahrir. Naskah proklamasi yang dibacakan di Cirebon disusun sendiri oleh Dr. Soedarsono yang saat itu menjabat Kepala Rumah Sakit Kesambi (Sekarang RS. Gunung Jati) Cirebon.

Berbeda dengan peristiwa proklamasi kemerdekaan di Cirebon yang berlangsung hanya dua hari menjelang 17 Agustus 1945 tapi tidak terekam dengan sempurna, proklamasi kemerdekaan di Gorontalo yang berlangsung lebih dari tiga tahun sebelumnya justru tercatat dengan baik. Peristiwa yang dikenal sebagai Proklamasi Gorontalo itu dibacakan oleh Nani Wartabone di halaman Kantor Pos Gorontalo pada 23 Januari 1942 sekitar pukul sepuluh pagi.

Pada hari itu sekitar pukul sepuluh pagi digelar upacara pengibaran Bendera Merah Putih yang diiringi lagu Indonesia raya. Nani Wartabone yang menjabat sebagai Ketua PNI Cabang Gorontalo menjadi inspektur upacara membacakan naskah proklamasinya di hadapan rakyat

"Pada hari ini, tanggal 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka bebas, lepas dan penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya. Pemerintahan Belanda sudah diambil oleh Pemerintah Nasional. Agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban." Itulah naskah Proklamasi Gorontalo yang dikumandangkan Nani Wartabone.

Bercermin dari ketidaktahuan masyarakat Indonesia tentang kedua peristiwa di atas, maka sangat memungkinkan bila peristiwa-peristiwa serupa pun terjadi di beberapa lokasi lainnya di Indonesia. Meskipun hari kemerdekaan bangsa Indonesia tidak akan bergeser dari tanggal 17 Agustus 1945, mengingat gema kemerdekaan Indonesia pada hari itu yang mendunia ditambah lagi hari itu merupakan titik awal pembentukan pemerintahan yang berdaulat. Namun, pencarian serta penggalian jejak-jejak sejarah terkait semangat bangsa ini dalam memroklamasikan kemerdekaannya harus dilalukan.

Pencarian sejarah tersebut perlu dilakukan ternyata bukti adanya pembacaan naskah proklamasi pun ditemukan di Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon. Bukti awal itu berupa adanya tugu yang sama persis dengan Tugu Proklamasi di Cirebon yang berdiri di halaman Mapolsek Waled. Sekalipun “peristiwa bersejarah” tersebut sudah dituturkan turun temurun secara lisan, tetapi belum dilakukan penggalian secara metodologis. Dan, sampai sekarang pembacaan naskah proklamasi di Waled tidak jelas kapan waktunya, ada yang mengatakan bersamaan dengan pembacaan naskah proklamasi di Cirebon, ada pula yang menuturkan sehari sesudahnya. Siapa yang membacakannya, siapa penyusun naskahnya, dan siapa yang menghadirinya tidak pernah ditelusuri.

Namun, pencarian dan penggalian sejarah saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan sosialisasinya. Dalam kasus Tugu Proklamasi di Cirebon sendiri sampai saat ini Pemkot Cirebon belum pernah mensosialisasikannya, misalnya, lewat papan informasi yang ditempatkan di salah satu sisi taman yang mengelilingi bangunan bersejarah tersebut. Karena dari informasi itulah arti penting bangunan bersejarah bisa dimaknai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun