Mohon tunggu...
Anwar Ibnu Ahmad
Anwar Ibnu Ahmad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kadang nulis kadang nata buku

Penggerak GusDurian Ciputat

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review "Entrok" Bagian Tiga: Marni dan Kepongahan Rezim Orde Baru

28 Januari 2023   09:56 Diperbarui: 28 Januari 2023   10:08 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Militer tempo dulu (Alif.id)

Tingkah pongah orde baru bukanlah barang baru.  Ia semacam pengetahuan umum bagi banyak kalangan. Lebih-lebih dinarasikan dalam bentuk novel, sebut saja Pulang dan Laut Berceritanya Leila s Chudori atau Praktik Kekuasaan Orde Baru terbitan Marjin Kiri dan masih banyak yang lainnya. Itu pula hal ihwal yang kembali saya temukan dalam novel Entrok. Hegemoni kekuasaan pemerintah sampai-sampai mengurusi ke akar perkara paling kecil dalam masyarakat.

Desa kecil di Madiun adalah potret sebagian gambaran tingkah pongah orde baru. Ini tampak ketika Marni ditodong dan diminta uang jatah keamanan, tidak jelas uang keamanan untuk apa dan lari ke mana uang tersebut. Kadang per tiga minggu sekali atau sebulan sekali perangkat desa datang menggedor pintu lalu meminta jatah. Mereka, kadang kala datang bersama orang berseragam loreng-loreng. 

 "Orang-orang berseragam loreng sering datang ke rumah. Mereka selalu datang ke rumah pada hari Senin dua minggu sekali. Kadang-kadang ada juga yang datang di luar hari itu. Katanya kebetulan lewat atau cuma mampir. Tapi sudah tahulah ibu apa yang harus dilakukannya setiap orang-orang itu datang. Apalagi kalau bukan menyerahkan setumpuk uang." Demikian Rahayu mengkisahkan.

Begitulah selanjutnya, tidak jarang Marni dipintakan dana untuk kampanye besar-besaran istilah kekinianya barangkali 'bohir politik, hanya bedanya Marni tidak dapat memesan hasil pemilu dan mengatur pejabat politik, beda dengan sekarang. Satu waktu pada pelaksanaan pemilu pertama kali ada percakapan yang pilu, begini:

"Rezeki itu gak datang sendiri to mbakyu, rezeki harus dicari. Kalau rezekimu ada di sini, berarti negara yang memberimu rezeki to? "Rezeki dari Mbah Ibu bumi lewatnya di sini" jawab Marni.

"Tentara juga juga membantumu dapat rezeki , semua itu karena ada kami". Lantas tentara tadi mengambil satu panci dagangan Marni. Katanya, "istriku lagi butuh panci seperti ini mbakyu"

"Ya monggo. Lima ribu bisa dicicil tiga puluh kali". "Mbakyu, masa aku disamakan dengan orang lain? kamu lihat seragamku, lihat pistol ini." ketus tentara tadi lalu pergi meninggalkan Marni.

Presiden Soeharto orde baru memangkas partai politik (Merdeka.com)
Presiden Soeharto orde baru memangkas partai politik (Merdeka.com)

Pilu, Marni rakyat kecil dengan keuntungan tidak seberapa diperlakukan semena-mena. Ini belum menyebut kisah pa Tikno. Ia tetangga Marni yang dihilangkan entah kemana akibat tidak mau menyerahkan tanahnya secara cuma-cuma ke tentara untuk bangun pos keamanan. Pa Tikno hilang tanpa bekas, bahkan ia di cap sebagai PKI. Belum lagi kisah koh Cahyadi peranakan Tiong Hoa yang dipersekusi akibat pergi ke rumah ibadah kelenteng. Koh Cahyadi diburu oleh tentara diancam hak hidupnya dan didiskriminasi. Malang betul hidup di masa orde baru.

Ketentraman semu orde baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun