Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film. ==Tahun baru, awal baru. Semoga semua cita-cita kamu menjadi kenyataan di tahun 2024! ==

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perilaku Ajaib Tetangga adalah Ujian Kesabaran Kami

15 Oktober 2022   20:43 Diperbarui: 15 Oktober 2022   20:46 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sebuah kawasan permukiman. (sumber foto: Daniel Nebreda / Pixabay)

Beberapa waktu lalu saya kepikiran mau menulis tentang perilaku ajaib salah satu tetangga saya. Saya sudah menyiapkan kerangka tulisannya di kepala. Tapi kemudian saya memutuskan untuk membatalkannya karena ada topik lain yang lebih penting untuk saya bagikan.

Ketika tim Kompasiana membuat topik pilihan bertajuk "Dinamika Hidup Bertetangga", saya jadi ingin menuangkannya ke dalam tulisan. Apalagi akhir-akhir ini perilaku salah satu tetangga kami itu membuat kami kurang merasa tenteram.

Tulisan ini bukan curcol, melainkan sebuah sharing bahwa dalam hidup bertetangga selalu saja ada tetangga yang mengutamakan keegoisannya. Yahh, sebelas dua belas dengan teman-teman di tempat kerja kita, bukankah selalu saja ada yang membuat kita kurang nyaman?

Padahal hidup bertetangga itu semestinya mengedepankan tenggang rasa. Kecuali kalau memang kita tinggal di tengah hutan tentu bisa berperilaku semau sendiri sepuasnya. Tapi kalau di hutan malah nantinya satu habitat dengan binatang buas. Hiii, ngerii...

Saya pernah membagikan unek-unek tentang perilaku negatif salah satu tetangga saya kira-kira tahun 2018 atau 2019 lalu. Nah, cerita kali ini tentang tetangga lainnya yang sama-sama keluarga yang mapan, sejahtera, dan... religius.

Saya melabeli tetangga saya itu sebagai religius karena kerap menggelar doa bersama dengan kelompok ibadahnya. Akan tetapi saya merasa keliru melabelinya dengan itu karena ternyata perilaku kesehariannya membuat saya geleng-geleng kepala.

Orang yang religius itu selain ibadahnya baik, juga bertoleransi, menghormati orang lain, menjaga kehidupan yang nyaman, tenteram dan damai, dan sebagainya. Akan tetapi dalam konteks tetangga kami itu, rasanya perilakunya kurang selaras dengan karakter religius yang seharusnya melekat dalam kehidupan kesehariannya.

Sebelum cerita lebih jauh, hidup bertetangga seharusnya lebih mengedepankan tenggang rasa (atau dalam bahasa Jawa disebut tepo seliro), sopan santun, menjaga attitude, serta menghormati siapapun tetangganya, berapapun jauhnya perbedaan usianya. Perbedaan keyakinan juga seharusnya tidak menghalangi hubungan pertetanggaan yang kondusif dan nyaman.

Meski ada sejumlah perilaku ajaib dari tetangga kami itu, saya hanya akan membagikan satu hal saja dalam tulisan ini, yaitu perilaku memarkir mobil-mobilnya. Perilaku lainnya tidak perlu saya bagikan karena terlalu ajaib untuk diceritakan. Hehe...

Jadi tetangga kami itu memiliki beberapa mobil termasuk sebuah mobil berukuran besar. Nah, rumah tetangga kami yang sebegitu megahnya ternyata tidak memiliki garasi atau pun carport. Dari semua tetangga di lingkungan tempat tinggal kami yang memiliki mobil, sepertinya hanya tetangga satu ini yang tidak memiliki area parkir mobil pribadi.

Nah, tetangga kami itu sering numpang parkir di jalan di depan pagar rumah kami dan selalu ada saja perilaku ajaibnya. Misalnya membuang sampah dari dalam mobil ke jalan, atau mencuci mobilnya yang otomatis mengotori area tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun