Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film. ==Tahun baru, awal baru. Semoga semua cita-cita kamu menjadi kenyataan di tahun 2024! ==

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Makhluk Halus", Menerka Asal Mereka dari Sudut Pandang Fisika

3 Desember 2019   13:45 Diperbarui: 6 Desember 2019   03:15 2439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: StrangeAbandonedPlaces.com)

Salah satu adik saya pernah bercerita kalau dulu pernah melihat sosok pocong yang berdiri di depan sebuah rumah kosong. Ceritanya waktu itu menjelang maghrib, adik saya membonceng saudara sepupu kami naik sepeda motor. Mereka berkeliling desa naik motor dan tiba-tiba saja matahari sudah turun.

Tempat tinggal saudara sepupu kami adalah sebuah desa di sebuah perbukitan yang penuh dengan pepohonan tinggi. Karena banyak pepohonan, suasana desa teduh cenderung temaram terlindung dari terpaan sinar matahari. Kelembaban udaranya rasanya cukup tinggi, mungkin 90an persen.

Oleh karena itu, lumut tumbuh subur di sejumlah dinding rumah warga. Ada rumah yang lama roboh dan tidak dibangun kembali, puing-puingnya juga dipenuhi dengan lumut.

Jalan desa waktu itu jalan tanah tetapi cukup kuat digilas ban sepeda motor. Sekarang jalan desa sudah berubah, sudah dipasang batu paving atau dicor, saya kurang ingat pasti.

Kalau di desa, kadang celah antara dua rumah bisa menjadi jalan pintas. Karena sepupu kami sudah lama tinggal di desa tersebut. Jadi ia hafal jalan-jalan, termasuk jalan-jalan kecil di desanya.  

Ketika mereka pulang dari berkeliling desa di suatu senja, mereka melewati jalan dimana terdapat sebuah rumah kosong yang gelap. Adik saya yang duduk di jok belakang melihat sesuatu di bagian depan sebuah rumah kosong itu: sesosok pocong sedang berdiri diam.

Sontak ia ketakutan dan meminta sepupu kami mempercepat laju sepeda motor. Karena kaget yang bercampur takut, adik saya tidak bisa melihat bagian wajah pocong dengan jelas. Apalagi waktu itu senja telah datang. Ngeri juga ketika ia menceritakan pengalamannya, membuat bulu kuduk berdiri.

***

Pada sebuah kesempatan, saya bertemu dengan salah seorang kerabat. Kami mengobrol tentang banyak hal. Entah bagaimana awalnya, obrolan kami yang tadinya berawal dari dunia musik dan film jadi merembet ke topik tentang "alam makhluk halus".

Tetapi kami tidak melihat dari sudut pandang mistik. Ia pernah tercebur di dunia fisika murni, dimana salah satu wawasan yang ia serap adalah tentang dunia yang memiliki lapisan-lapisan yang disebut dimensi. Ada dimensi nol, dimensi pertama, dimensi kedua, ketiga dan seterusnya hingga dimensi kesembilan.

Dimensi nol adalah sebuah titik. Dimensi pertama adalah kumpulan titik yang bisa kita sebut garis. Dimensi kedua adalah bidang. Dimensi ketiga konsepnya adalah panjang, lebar dan tinggi yang disebut ruang. Dimensi ini adalah dunia kita. Dimensi keempat adalah dunia dimensi ketiga ditambah waktu, dan seterusnya.

Setiap tingkatan dimensi adalah adalah gabungan "spesifikasi" dimensi-dimensi di bawahnya ditambah "spesifikasi khusus" setiap tingkatan dimensi. Bila berbicara tentang keluasan dunia, dimensi keempat lebih luas dari pada dimensi ketiga, juga dimensi kelima lebih luas dari pada dimensi keempat, dan seterusnya.

Setelah dimensi kesembilan, yang merupakan dimensi puncak adalah tempat dimana sang penguasa dimensi-dimensi bersemayam. Pembicaraan kami pun terkait ke ranah religi, dimana dugaan yang terlontar di benak saya adalah bahwa itu adalah alam Tuhan, sang penguasa segalanya: titik, garis, bidang, ruang, waktu, materi, energi...

Saya jadi ingat dulu pernah membaca sebuah artikel tentang multiverse atau multiple universe yang secara sederhana diartikan sebagai kumpulan universe, kumpulan alam semesta atau dunia. Jadi Bumi yang kita tinggali ini sebenarnya ibarat sebutir debu dari hamparan alam semesta multiverse yang luar biasa besarnya.

Pemikiran sederhana saya menerawang, dalam konteks dimensi dimana semakin tinggi tingkat dimensi, maka alam semestanya semakin luas, maka bagaimana jika itu digabungkan dengan pemahaman dunia multiverse? Luas alam semesta ini pasti tak terkira. mungkin tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia.   

Setelah pembicaraan itu, saya merenung bahwa kehidupan kita di dunia yang kecil ini hanyalah terbatas pada realita fisik. Dalam dimensi ketiga, setiap benda terekspos secara fisikal. Kita melihat makhluk hidup maupun benda-benda lainnya dan dapat kita rasakan dengan panca indera kita. Dunia dimensi keempat dan seterusnya berada di luar jangkauan manusia.

Tetapi mungkin saja pada saatnya nanti manusia bisa melintasinya. Kalau itu memungkinkan, bagaimana kira-kira konsep melintasi dimensi-dimensi itu? Kalau menurut kerabat saya, mekanika kuantum mungkin bisa mengungkap semua ini.

Iseng-iseng saya menelusurinya di internet. Albert Einstein bersama Boris Podolsky dan Nathan Rose pernah menulis makalah tentang "Einstein - Podolsky - Rose Paradox" atau "EPR Paradox" yang memaparkan tentang mekanika kuantum, termasuk adanya wormholes atau lubang cacing untuk melintasi alam satu ke alam lainnya. Sejauh ini itu masih berupa teori, sebagaimana teori M tentang multiverse atau teori string.

Tetapi pikiran liar saya malah memandang peristiwa kematian sebagai suatu jalan untuk melintasi ruang dan waktu, materi dan energi, dan seterusnya. Religi mengatakan bahwa semua yang mati akan kembali ke alam Sang Pencipta.

Saya memandang bahwa kematian adalah layu jasad semata, tetapi tidak bagi jiwa. Jiwa akan melanglang melintas dunia baru, entah bersemayam di sana dengan jasad baru atau hanya sebentuk cahaya yang melayang-layang bersama debu?

***

Alam memang agung sekaligus misterius. Kata orang pintar, ada alam lain di luar alam manusia. Itulah yang disebut dengan alam "makhluk halus" atau alam lelembut. Alam itu eksis dan berdampingan dengan alam fisik dimensi ketiga yang kita diami sekarang ini.

Kata orang pintar, perlu indera keenam untuk merasakan eksistensi dunia lain itu. Tidak semua orang bisa melihatnya, kecuali mereka yang diberkahi atau gifted. Sayangnya, realita dunia tersebut juga tidak dapat dibuktikan eksistensinya. Kesaksian seseorang tentang alam lain hampir pasti akan diragukan, bahkan mungkin dianggap sebagai halusinasi.

Kerabat saya itu juga bercerita tentang seseorang yang punya kemampuan "membuka penglihatan" manusia. Seorang kawannya pernah dibukakan "penglihatannya" dan ia tercengang dengan apa yang ia lihat. Sebuah alam yang sangat luas seakan tak berbatas.

Sayangnya sang kawan tidak bisa berkata-kata tentang apa yang ia lihat. Menurut kerabat saya, mungkin kawannya diliputi rasa takjub yang luar biasa. Tetapi menurut saya, itu bukan rasa takjub melainkan karena ia tidak mampu menjelaskannya atau meninterpretasikannya dari sudut pandang manusia.

Kita sebagai manusia sudah memiliki interpretasi tentang kehidupan yang terbentuk sedari kecil. Kita melihat wujud manusia lain, binatang, tumbuhan, barang-barang adalah seperti itu. Nah, ketika melihat alam dimensi lain itu, ia tidak mampu menjelaskan apa yang ia lihat dengan sudut pandang duniawi. Makanya ia tidak dapat berkata-kata.  

Saya jadi ingat dengan salah seorang sepupu saya yang bercerita tentang seorang ahli pijat tradisional yang memiliki kemampuan serupa. Dengan pijatan di titik tertentu di bagian tubuh, ia bisa membuat pasiennya melihat alam "makhluk halus". Wah, bila saya salah satu kliennya, saya akan bilang "tidak, terima kasih".

Kalau kita mengacu pada konsep dimensi dalam fisika, entah bangsa lelembut ini berada di dimensi keberapa. Tetapi, kalau "makhluk halus" itu memang eksis, mereka pasti hidup di dimensi yang lebih tinggi dari pada dimensi kita saat ini.

Menurut saya, karena mereka sudah menguasai ruang dan waktu, maka mereka punya kemampuan melintasi dimensi --dimensi di bawahnya. Mereka bisa menampakkan diri di depan makhluk hidup di dimensi di bawahnya, dengan bentuk yang hanya bisa diinterpretasikan oleh makhluk hidup di dimensi yang mereka tuju.

Karena manusia memiliki interpretasi terhadap semua hal yang tertanam di otaknya berdasarkan pengalamannya, maka manusia memiliki reaksi spontan ketika berjumpa dengan sosok dari dimensi lain ini. Medulla oblongata, bagian otak yang mengontrol sebagian besar aktivitas fisik manusia pun seketika terdisrupsi.

Ketika melihat penampakan "makhluk halus", manusia sering berteriak, detak jantung semakin cepat, nafas tersengal-sengal, tubuh berkeringat dan sebagainya. Ada yang bisa lari menjauh dari lokasi penampakan, ada juga yang kakinya terkulai lemas tiada daya untuk lari.

Contoh ketika adik saya melihat pocong, ia mendesak sepupu kami untuk memacu motornya cepat-cepat. Waktu itu tekanan darahnya pasti meningkat, nafasnya juga pasti tersengal-sengal. Reaksinya mungkin sama ketika kita menonton trailer film "The Nun" dalam format VR video 360 derajat menggunakan kacamata VR.

Para "makhluk halus" ini menunjukkan wujudnya dalam bentuk yang dapat diinterpretasi oleh manusia. Namun, lebih jauh, pertanyaan berikutnya adalah mengapa mereka meneror manusia dengan aktivitas penampakannya? So annoying begitu loh..

Tetapi saya atau kita semua pasti tidak membutuhkan jawaban. karena kalau sampai ada yang menjawab, kita semua pasti akan berteriak histeris dan berlari sejauh mungkin. Hiii.. takuttt...

Tetapi di sisi lain, penampakan "makhluk halus" itu menjadi komoditas manusia untuk mendapatkan keuntungan finansial. Apakah itu? Yup betul, bisnis hiburan. Termasuk dalam bisnis ini misalnya film horor, rumah hantu di  taman hiburan, acara televisi yang menguji keberanian, wisata horor dan sebagainya.

Ngeri-ngeri sedap, begitu kata almarhum salah satu politisi terkenal, sepertinya cocok dikaitkan dengan bisnis hiburan yang mengeksploitasi "makhluk halus". Bisnis ini mengeksploitasi "makhluk halus" yang merangsang kengerian demi fulus yang sedap. (Apaan sih?)

Selamat bekerja.. :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun