Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film. ==Tahun baru, awal baru. Semoga semua cita-cita kamu menjadi kenyataan di tahun 2024! ==

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memperlakukan Seseorang Berdasarkan Penampilannya, Salahkah?

23 Mei 2018   18:07 Diperbarui: 24 Mei 2018   21:04 2403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: businessinsider.com

Mungkin sebagian dari kita sudah paham bahwa orang lain melihat dan menangkap kesan diri kita pertama kali lewat penampilan kita, terutama bagi orang yang baru mengenal kita.

Pakaian yang rapi jali membuat orang lain akan menilai kita secara positif sebagai manusia yang sangat peduli kerapian dan kebersihan. Citra ini berubah sebaliknya jika penampilan kita kurang enak dipandang mata. Selain kita akan dianggap orang yang tidak peduli dengan penampilan, persepsi orang lain pun bermacam-macam, tapi pada umumnya negatif.

Saya hendak membagikan beberapa pengalaman saya terkait penampilan. Tiga atau empat tahun lalu sepulang dari kantor, saya berobat ke seorang dokter spesialis di sebuah rumah sakit swasta di Sidoarjo. Setelah berobat, saya lalu menyerahkan resep dari dokter ke unit apotek di rumah sakit tersebut dan mendapakan nomor antrean yang rasanya masih cukup lama.

Sambil menunggu panggilan, karena perut juga sudah keroncongan, saya bermaksud menunggu di sebuah kafe yang tempatnya tidak jauh dari unit apotek. Di dekat kafe itu ada satu stand kue yang dengan display kue yang cukup menarik. Saya memutuskan hendak makan beberapa kue saja untuk makan malam karena waktu sudah hampir jam 8 malam.

Sambil memilih kue-kue yang terpajang di rak display kue, saya juga menanyakan harga masing-masing kue yang saya inginkan ke seorang petugas stand kue. Untuk satu dua kue yang saya inginkan, petugas tersebut memberikan informasi harganya. Tapi saya belum memutuskan untuk mengambilnya. Rasanya saya masih ingin explore kue-kue lain di display lainnya hingga akhirnya saya merasa senang ketika menemukan satu kue favorit saya. Apakah itu? Rahasia dong.. hehe.

Saya pun segera menanyakan harga kue itu pada petugasnya.

"Mbak, kalau kue ini harganya berapa?"

 "Oo.. kalau yang itu mahal!"

Jederr.. Mahal? Semahal apa sih? Biasanya stand kue langganan saya tidak pernah menjual kue seharga lebih dari lima ribu rupiah. Apalagi untuk kue kesukaan saya ini. Kalau toko kue di mal, satu buah atau satu slice kue memang harganya bisa mencapai belasan ribu rupiah.

Penasaran saya menanyakan ke petugasnya, "Memangnya berapa Mbak harga kue itu?" Petugas stand menjawab, "Sebelas ribu rupiah ...." Dalam hati saya berkata, oalah Mbak, saya kira sampai semahal apa. Saya kira harga segitu toh masih cukup wajar mengingat lokasi stand kue itu di sebuah rumah sakit swasta yang lumayan megah. Kalau harganya dua puluh ribuan mungkin saya bakal pikir-pikir.

Singkat cerita, saya membeli kue "mahal" tersebut dan beberapa kue lain. Petugas stand kue tersebut lantas dengan sigapnya menyiapkan kue-kue itu untuk saya. Usai membayar, saya membawanya ke meja makan saya di kafe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun