Mohon tunggu...
Garvin Goei
Garvin Goei Mohon Tunggu... Psikolog, Akademisi, Penyuka Budaya

Penulis buku Psikologi Positif yang diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2021. Pengelola akun instagram @cerdasmental.id. Selain psikologi, suka mempelajari budaya dan mencoba makanan baru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Peh Cun: Festival Budaya Tionghoa Benteng di Tangerang yang Sarat Makna

24 Juni 2025   08:45 Diperbarui: 24 Juni 2025   18:04 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perahu naga yang akan didoakan nanti malam (sumber: dokumentasi pribadi)

Saat orang-orang mendengar kata bakcang, yang biasanya terbayang adalah makanan berisi daging atau kacang. Tapi di Tangerang, bakcang memiliki kisah dan makna yang lebih dalam.

Setiap tahun, di festival Peh Cun, tradisi ratusan tahun ini tetap lestari; ada ritual memandikan perahu di tengah malam, memanjatkan doa di depan perahu naga, hingga kisah tragis seorang pejabat yang rela mengorbankan diri demi negaranya. Tahun ini, saya berkesempatan menyaksikan langsung bagaimana semuanya berlangsung.

Apa Itu Festival Peh Cun?

Peh Cun, atau Duan Wu Jie () dalam budaya Tionghoa, adalah perayaan yang jatuh setiap tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Imlek. Di Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Tionghoa Benteng di Tangerang, tradisi ini dirayakan secara meriah di tepi Sungai Cisadane.

Secara internasional, Peh Cun lebih dikenal sebagai "Dragon Boat Festival" karena adanya perlombaan mendayung perahu naga (kata "peh cun" sendiri berasal dari "peh liong cun", yang berarti mendayung perahu naga dalam Bahasa Hokkian).

Namun, di balik kemeriahan ini, tersimpan kisah pengorbanan Qu Yuan (atau Koet Goan dalam pelafalan Hokkien), seorang pejabat negara Chu di Tiongkok kuno, sekitar tahun 300an sebelum masehi.

Asal Usul Bakcang dan Peh Cun

Qu Yuan dikenal sebagai pejabat yang jujur dan setia. Namun karena fitnah dari pejabat-pejabat lain yang iri hati kepadanya, ia difitnah berniat melengserkan raja hingga diasingkan dari perpolitikan di negara itu. Saat negaranya kalah perang, Qu Yuan merasa gagal melindungi tanah airnya dan akhirnya bunuh diri dengan melompat ke Sungai Miluo.

Rakyat yang mencintainya berusaha mencari jasadnya dengan mendayung perahu di sungai. Mereka juga melemparkan beras ke sungai untuk mencegah ikan memakan tubuh Qu Yuan. Mereka membawa beras itu dengan dibungkus oleh daun bambu. Bungkusan nasi itulah yang kini kita kenal sebagai bakcang.

Pengalaman Mengikuti Peh Cun di Tangerang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun