Mohon tunggu...
Garvin Goei
Garvin Goei Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Akademisi, Penyuka Budaya

Penulis buku Psikologi Positif yang diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2021. Pengelola akun instagram @cerdasmental.id. Selain psikologi, suka mempelajari budaya dan mencoba makanan baru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Ada Kepribadian Ambivert! (Membongkar Mitos Tipologi Kepribadian)

23 April 2020   09:55 Diperbarui: 23 April 2020   09:59 3902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semakin banyak informasi beredar di dunia maya, tetapi semakin sulit juga memperoleh informasi yang valid. Salah satu informasi yang paling sering disalahpahami adalah tentang tipologi kepribadian ekstroversi (ekstrovert, introvert, dan ambivert). Tulisan ini bermaksud untuk meluruskannya.

Ini saya temui di berbagai media sosial, terutama Instagram. Ketika sebuah akun edukasi menjelaskan tentang tipologi kepribadian, banyak yang menjawab, "Kayaknya aku ambivert deh", " Aku ambivert kak", "Siapa di sini yang ambivert? Yang bisa introvert dan ekstrovert", dan sebagainya. Padahal, di tes MBTI, tes yang mengukur kadar ekstroversi seseorang (introver dan ekstrover), tidak dikenal istilah ambivert. Nah loh?

Mari kita bahas dulu konsep dasar introvert dan ekstrovert. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl Gustav Jung, seorang tokoh psikoanalisis, dalam bukunya yang berjudul "Psychological Types". Jung menggunakan istilah introvert dan ekstrovert untuk membahas kecenderungan seseorang dalam memfokuskan energinya. Introvert misalnya, mengandung kata "in" yang berarti "dalam". 

Orang yang introvert memiliki sumber energi dari dalam diri, dan dengan demikian fokus energinya pun ke dalam diri. Maksudnya, orang-orang introvert lebih tertarik dengan aktivitas-aktivitas yang berfokus pada dirinya sendiri. Energinya meningkat jika ia sendirian, dan energinya justru terkuras jika ia harus berada dalam keramaian. 

Orang introvert, jika harus beraktivitas bersama orang lain, mungkin hanya ingin bersama 2-3 orang saja - itu pun harus orang yang ia anggap masuk dalam lingkarannya. Maka, tak heran introvert menyukai aktivitas-aktivitas sendirian seperti membaca buku, bermeditasi, atau me time. 

Dengan pola energi yang seperti ini, tak heran orang introvert terkesan pendiam. Namun orang introvert tidak berarti pemalu, asosial, atau tidak memiliki pergaulan sosial. Orang introvert punya, namun dengan cara yang berbeda dengan orang ekstrovert.

Selanjutnya adalah orang ekstrovert. Identik dengan sosok yang bawel, sangat pandai bergaul, dan supel. Mari kita lihat asal istilahnya dulu, yakni "ex" yang berarti "dari luar". Orang ekstrovert memiliki sumber energi dari luar diri, dengan demikian ia memang membutuhkan lingkungan sosial yang luas untuk memberikan energi baginya. 

Tak heran, orang-orang ekstrovert seringkali senang menjadi pusat perhatian dalam keramaian, ini karena energinya terisi dari atensi-atensi tersebut. Namun orang ekstrovert tidak identik dengan tidak bisa diam atau banyak omong, mereka bisa diam, namun tidak sesering orang introvert diam.

Nah, di sinilah penjelasan yang jarang diberikan di berbagai media: bahwa introvert dan ekstrovert itu sebenarnya bekerja dalam bentuk derajat. Artinya, semua orang memang memiliki sisi introvert dan ekstrovert, namun salah satu yang lebih dominan. Misalkan begini, ada individu yang memiliki kadar 60% introvert, maka 40% sisanya adalah ekstrovert. 

Dengan demikian, dalam tes MBTI, ia tergolong dalam introvert. Namun itu bukan berarti ia tidak bisa memunculkan ciri ekstrovert. Bisakah ia menjadi pusat pesta? Sesekali mungkin bisa. Namun ia akan jarang melakukan itu, karena dominannya adalah introvert. Ia bisa sesekali mengeluarkan ciri ekstrovert, namun setelah itu ia membutuhkan me time yang cukup panjang untuk memulihkan energinya. 

Demikian juga jika ada yang memiliki 65% ekstrovert dan 35% introvert, yang berarti ia seorang ekstrovert. Bisakah tiba-tiba ia menarik diri dari lingkungan dan melakukan kontemplasi atau bermeditasi selama beberapa hari? Mungkin saja, karena meskipun ia seorang ekstrovert, bukan berarti ia tidak memiliki ciri introvert. Namun setelah ia melakukan itu, ia akan mencari pergaulan sosial untuk mengembalikan energinya.

Maka, dengan demikian, semua orang pada dasarnya adalah ambivert, karena semua orang memang memiliki keduanya! Kadar masing-masing oranglah yang membedakannya. Jadi, tidak ada sebuah tipe kepribadian yang unik yang berarti "ambivert", karena sesungguhnya semua orang adalah ambivert. Dominasi salah satu lah yang membuat mereka menunjukkan hasil "introvert" dan "ekstrovert" dalam tesnya (tidak ada tipe ambivert).

Penjelasan secara audio bisa disimak dalam tayangan podcast berikut: Ekstrovert atau Introvert? Atau Jangan-Jangan Ambivert?.

Semoga mencerahkan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun