Mohon tunggu...
garis miring
garis miring Mohon Tunggu... Politisi - Saat Garis miring menjadi penting

penulis yang menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jokowi Berani Ambil Kebijakan Tak Populer, demi Perbaikan Kehidupan Rakyat

15 Desember 2018   21:42 Diperbarui: 15 Desember 2018   21:55 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Presiden Joko Widodo adalah sosok yang berani. Di kala pemimpin politik lainnya berusaha mati-matian menjaga citra dan popularitas di mata rakyat dengan kebijakan yang populis tetapi melenakan, tak begitu dengan Jokowi.

Beberapa bulan pasca dirinya dilantik menjadi Presiden RI, Jokowi tanpa tedeng aling-aling langsung menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Tentunya, dengan perhitungan yang telah matang.

Di situ terbukti Jokowi sama sekali tak takut popularitasnya hilang. Dia lebih memilih meletakkan pondasi ekonomi yang benar, daripada harus melanjutkan kebijakan yang salah selama bertahun-tahun.

Ketika Jokowi dilantik sebagai Presiden, anggaran subsidi BBM dalam 5 tahun terlalu besar yakni mencapai Rp 714 triliun. Angka itu jauh lebih besar dibandingkan subsidi untuk dana kesehatan dan infrastruktur.

Padahal, prinsipnya subsidi ini adalah instrumen pemerintah untuk membantu masyarakat yang lemah. Tetapi faktanya, dari subsidi BBM itu 72% justru dinikmati oleh pengguna mobil, termasuk mobil mewah dan motor sedangkan 10% untuk rakyat tak mampu. Hal ini tentu saja tidak benar.

Kondisi inilah yang berusaha diubah secara mendasar oleh Jokowi. Ia ingin mengalihkan subsidi agar lebih tepat sasaran.

Selain itu, Presiden juga ingin paradigma pembangunan bangsa juga berubah, dari sekadar konsumtif ke arah yang lebih produktif.

Untuk itu, Presiden mengambil kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM dan mulai mengalihkannya ke sektor-sektor yang produktif ke rakyat.

Kesalahan pengelolaan subsidi yang sudah bertahan berpuluh-puluh tahun itu harus dihentikan. Dan, perlu ada perbaikan mendasar dengan adanya realokasi subsidi ke sektor-sektor produktif bagi rakyat.  

Realokasi subsidi itu, misalnya, pada tahun 2015 mencapai Rp. 186 triliun. Dari jumlah angaran itu, pemerintah bisa:

1. Menambah dana perlindungan sosial sebesar Rp 14,3 trilliun, yaitu untuk Kartu Keluarga Sejahtera dan program Keluarga Harapan.
2. Menambah dana perlindungan kesehatan sebesar Rp 422 miliar, yaitu untuk tambahan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dengan peningkatan 1,8 juta penerima, Rp 2,2 triliun untuk penambahan fasilitas, sarana, dan prasarana untuk RS rujukan nasional.
3. Untuk dana desa Rp 11,7 triliun.
4. Rp 3,3 triliun untuk pengembangan armada perbatasan, sistem informasi, dan logistik kelautan.
5. Rp 6,4 triliun untuk sektor pendidikan, antara lain, digunakan untuk tambahan kuota 10 juta siswa penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) sehingga total penerima menjadi 19,2 juta siswa.
6. Rp 16,9 triliun untuk sektor pertanian, antara lain untuk peningkatan produksi pangan melalui pembangunan irigasi, alat dan mesin pertanian, serta pupuk dan benih unggul.
7. Dana untuk sektor perumahan rakyat dan pekerjaan umum, yakni Rp 8,4 triliun untuk irigasi, waduk, pengendalian banjir; Rp 9,1 triliun untuk pengembangan air minum, penyehatan lingkungan, pengembangan permukiman; Rp 10 triliun untuk infrastruktur jalan dan jalan wilayah perbatasan; serta Rp 5,75 triliun untuk pembangunan jalan tol.
8. Untuk sektor perhubungan sebesar Rp 11,9 triliun, yakni pembangunan berbagai jenis kapal, fasilitas pelabuhan, dan sistem informasi.
9. Peningkatan dana alokasi khusus untuk membantu daerah, yaitu Rp 9,3 triliun untuk infrastruktur irigasi, Rp 4 triliun untuk pertanian, Rp 5 triliun untuk pembangunan jalan, dan Rp 1,4 triliun untuk peningkatan pelayanan rujukan kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun