Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Semangat Ibu Supiyah bagai Lentera Usaha Industri Rumahan Warga

16 Desember 2013   11:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:52 4309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_308989" align="aligncenter" width="576" caption="Inilah salah satu pelaku usaha industri rumahan yang memproduksi panganan tradisional. Usaha warga seperti ini, sedang coba terus dikembangkan di Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)"][/caption]

Hari sudah semakin siang. Geliat kaum muslim pria untuk bersegera shalat Jumat ke masjid, mulai nampak. Sementara di sebuah rumah, di bawah rerimbunan pohon di pinggir Sungai Cisadane, empat perempuan sedang asyik mengemas panganan tradisional hasil olahannya. Semuanya berjenis kue kering. Ada kue Kembang Goyang, Keripik Pisang, Keripik Bawang, dan Keripik Singkong.

Tak perlu toples cantik untuk kemasannya. Cukup plastik bening. Satu per satu, secara perlahan keripik pisang dimasukkan ke plastik. Tak perlu ada timbangan untuk menyeragamkan berat bersih produk dalam kemasan. Prosesnya berdasarkan insting dan pengalaman jam kerja yang sudah tinggi. Tak ada juga mesin laminating untuk menutup plastik kemasan. Hanya dua kali jepretan stapler pada salah satu ujung plastik. Hasilnya, panganan sudah terkemas.

Jangan salah, tak ada label merek yang ditempel atau disablonkan. Hanya potongan karton bekas slop rokok seukuran kartu nama yang sengaja ikut di-stapler. Tak perlu takut produknya ditiru orang, dibajak pelaku usaha lain. Karena ‘toh, kalau saja produk mereka dibajak, tapi kualitas dan rasa, tetap berani mereka jadikan senjata ampuh dalam memenangkan persaingan produk, bahkan secara head to head sekalipun. Sederhana sekali!

[caption id="attachment_308990" align="aligncenter" width="571" caption="Produk kue Kembang Goyang dan Keripik Pisang yang antara lain diproduksi oleh Ibu Supiyah. Sudah memiliki pembeli dan pelanggan tersendiri. (Foto: Gapey Sandy)"]

1387165679556394256
1387165679556394256
[/caption]

Apa yang penulis tuturkan, sebenarnya adalah kondisi sebenarnya yang berlangsung pada hari Jumat, 13 Desember 2013, di rumah Ibu Supiyah, salah seorang warga Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang membuka usaha industri rumahan dengan komoditas berupa panganan tradisional.

Perempuan setengah baya ini tersipu malu sewaktu menyebut jumlah umurnya, 52 tahun. Ramah menjawab pertanyaan yang penulis ajukan, tangan Ibu Supiyah terus cekatan memasukkan irisan demi irisan Keripik Pisang ke dalam plastik. Kadang ia melakukannya pelan-pelan, supaya keripik yang “tipker” alias tipis kering itu tak patah.

“Ini kerjaan rutin saya setiap hari. Saya dibantu anak-anak, sudah mulai kerja bikin kue sejak pagi hari. Sampai menjelang tengah hari begini, lihat sendiri, semuanya masih belum selesai-selesai juga,” ujarnya sembari tersenyum.

Menurut Ibu Supiyah, buah pisang yang diolahnya menjadi keripik pisang adalah jenis pisang nangka. “Dalam satu minggu, saya bisa mengolah lebih dari 10 tandan pisang nangka. Tapi, itu juga tidak tentu, tergantung ketersediaan bahan bakunya. Setelah diolah, dan matang, lalu kami kemas sendiri. Harga jual dari kami Rp3.000 per bungkus. Bersyukur, kami tak perlu memikirkan bagaimana menjual panganan tradisional yang kami produksi ini. Karena pembeli kami datang sendiri ke sini, dan mereka, sudah jadi pelanggan sejak lama,” kata nenek dari 6 cucu ini.

[caption id="attachment_308993" align="aligncenter" width="576" caption="Salah satu kegiatan pengemasan hasil olahan industri rumahan sebelum dijual ke pasaran. (Foto: Gapey Sandy)"]

13871658421997393822
13871658421997393822
[/caption]

Dari usaha industri rumahan yang tekun dan sabar dijalaninya, Ibu Supiyah mengaku dapat memperoleh pemasukan hingga sebesar Rp2 juta per minggu. “Kalau ditanya keuntungannya, ya Alhamdulillah ada aja. Namanya juga kita pedagang. Tapi, kalau untuk seminggu, biasanya saya bisa dapat uang Rp2 juta. Omzet penjualan seminggu ini pun harus saya ‘putar’ lagi uangnya, ya beli gas, tepung beras, minyak goreng, pisang, singkong, plastik kemasan dan masih banyak lagi. Contohnya aja, untuk seminggu, saya biasa butuh 2 jerigen minyak goreng, juga 1 dus tepung beras,” ungkapnya tegar penuh semangat.

Semangat Ibu Supiyah, memang ibarat lentera bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kelurahan Keranggan. Selain itu, keberhasilannya menghidupi keluarga dan menciptakan lapangan kerja bagi anak-anaknya sendiri, diakui telah menjadi inspirasi bagi para pelaku usaha industri rumahan lain di sekitar kediamannya. “Siapa sangka, dulu anak-anaknya yang perempuan terpaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Tapi kini, pekerjaan itu sudah ditinggalkan, dan memilih untuk mengabdi sekaligus memperoleh penghasilan dengan membantu usaha dagang ibu mereka sendiri,” tutur Alwani, Ketua Koperasi Cipta Boga sewaktu diwawancarai penulis di ruang kerjanya.

Alwani menceritakan, sewaktu menjelang Hari Raya Idul Fitri kemarin, pesanan yang diterima Ibu Supiyah melebihi dari biasanya. “Bahkan, mobil-mobil boks terbuka yang datang menjemput pesanan kue milik para pembeli itu, banyak yang parkir dan menunggu di dekat rumah Ibu Supiyah,” ungkapnya.

Untuk pengadaan semua bahan baku dan keperluan produksinya, Ibu Supiyah mendapat pembinaan dan bimbingan usaha dari Koperasi Cipta Boga yang ada di kelurahan tempatnya tinggal. Koperasi ini memang didirikan oleh sejumlah anak-anak muda, yang peduli dan berbuat nyata dengan menjadi relawan pemberdayaan ekonomi warga.

“Kami sadar, ikut bertanggung jawab untuk memberantas kemiskinan. Dan, yang paling utama juga, membebaskan warga di sini dari jeratan rentenir. Maklum, pinjam uang ke rentenir itu gampang sekali. Hari ini butuh, hari ini juga cair. Padahal, bunganya bisa sampai 30 persen. Ironisnya, usaha industri rumahan di Kelurahan Keranggan yang cukup banyak ini, awalnya banyak yang terjerat rentenir. Di sinilah kami bertekad menjadi relawan pemberdayaan ekonomi warga, termasuk industri rumahan milik Ibu Supiyah yang merupakan salah satu anggota binaan dari koperasi kami,” ujarnya.

[caption id="attachment_308995" align="aligncenter" width="571" caption="Kiri. Produk Keripik Singkong, Keripik Balado, Kerupuk Beras dan Opak, hasil olahan home industry warga Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangsel. (Foto: Koperasi Cipta Boga). Kanan. Alwani, Ketua Koperasi Cipta Boga yang juga Duta Koperasi Provinsi Banten. (Foto: Gapey Sandy)"]

13871660141731440147
13871660141731440147
[/caption]

Saat ini, kata Alwani lagi, pihaknya sudah berhasil membina banyak anggota koperasinya untuk memproduksi beraneka produk panganan khas tradisional. “Dari sebanyak 100 anggota koperasi kami, saat ini sudah ada 15 produk panganan yang diproduksi oleh usaha industri rumahan se-Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangsel ini,” ujar bapak satu anak yang baru-baru ini didaulat menjadi Duta Koperasi Provinsi Banten.

Adapun ke-15 produk panganan unggulan hasil usaha industri rumahan itu adalah Keripik yang diolah dari Pisang, Singkong, Ubi Ungu, Bawang, Gadung, Balado; lalu Kerupuk dari Beras, dan Tulang Ikan Lele; juga Rengginang, Rangeneng, Kembang Goyang, Kacang Sangrai, Opak, Enye, Lempeyek, dan Abon Ikan.

“Sebenarnya, sejumlah pasar swalayan ternama, beberapa kali pernah menawarkan kepada kami, untuk memasok panganan tradisional ke berbagai jaringan pasar mereka. Bahkan, mereka menyertakan contoh berkas ‘MoU’ atau nota kesepahaman. Tapi, dengan home industry milik warga yang produksinya masih manual, kami sedikit mengkhawatirkan bahwa anggota koperasi binaan kami belum akan sanggup memenuhi produksi dengan besaran skala seperti yang diinginkan para pengelola pasar swalayan dan dicantumkan dalam ‘MoU’ tadi. Bagaimana mungkin meningkatkan kapasitas produksi Keripik Pisang Nangka yang dikelola warga misalnya, kalau cara mengiris pisangnya masih pakai tangan dan pisau? Tentu akan lebih cepat kalau pengirisannya menggunakan mesin. Disinilah, Pemkot Tangsel diharapkan tanggap dan membantu pengadaan mesin pengolahan bahan baku, produksi, sampai pengemasan,” harap alumnus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, angkatan tahun 2011 ini.

[caption id="attachment_308996" align="aligncenter" width="576" caption="Inilah dapur Kacang Sangrai yang dibangun oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangsel, pada Mei 2013 lalu, sebagai upaya memajukan usaha industri rumahan Kacang Sangrai. Inzet. Penyangraian kacang menggunakan kuali dan tungku kayu bakar. (Foto: Gapey Sandy)"]

1387166178534840650
1387166178534840650
[/caption]

Daya juang Alwani untuk mendobrak perekonomian warga di kelurahannya, seolah tak pernah padam. Ia termasuk yang sibuk bukan kepalang, untuk mencarikan bahan baku berupa kacang tanah kulit untuk usaha industri rumahan warga yang memproduksi Kacang Sangrai. Begitu pun untuk memenuhi komoditas bahan baku yang lain, seperti pisang nangka, singkong, ubi ungu, gas, dan tentu saja sembako bagi para anggota koperasinya.

“Jujur saja, saya pernah menggadaikan setifikat sarjana S1 yang pada tahun 2011 itu baru saja saya peroleh. Uang hasil gadai sebanyak Rp30 juta itu kemudian saya belanjakan bahan baku, untuk memenuhi kebutuhan anggota koperasi dalam menjalankan usaha home industry mereka masing-masing,” ungkap Alwani yang juga baru ‘ditugaskan’ oleh Kementerian Koperasi untuk menjadi konsultan bagi pelaku UMKM di wilayah Kota Tangsel melalui program BDS atau Business Development Service.

Meski sibuk dengan berbagai aktivitas ekonomi sosial berbasis komunitas, rupanya Alwani masih memendam cita-cita untuk menjadikan Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangsel sebagai Kampung Wisata Home Industry. Sebagai data tambahan, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangsel, di Kecamatan Setu terdapat 2.500 rumah tangga yang hampir miskin, 1.800 rumah tangga miskin, dan 421 lainnya sudah masuk dalam kategori miskin sekali. Ironisnya lagi, Kecamatan Setu berdekatan dengan BSD City yang gemerlap dengan kemajuan pesat sebuah kota mandiri. Akibatnya, jurang perbedaan ekonomi dan sosial warga antar wilayah di Kota Tangsel ini, semakin kentara timpangnya. “Kemiskinan penduduk yang paling banyak di Kecamatan Setu, Kota Tangsel, salah satunya ada di Kelurahan Keranggan yang berpenduduk sekitar 5.436 jiwa ini,” tukas Alwani.

Kalau impiannya membangun Kampung Wisata Home Industry terwujud, kata Alwani, tentu semakin banyak orang yang datang dan singgah ke Kelurahan Keranggan ini. “Publik bisa melihat langsung, bagaimana Ibu Supiyah dan banyak warga lainnya di sini yang memproduksi panganan tradisional di dapur, atau di sisi rumahnya. Bisa juga, menyaksikan bagaimana Pak Ma’mun dan teman-temannya, mengelola usaha industri rumahan yang fokus pada produk Kacang Sangrai,” harapnya.

[caption id="attachment_308998" align="aligncenter" width="576" caption="Suasana dekat Sungai Cisadane, tak jauh dari rumah Ibu Supiyah. (Foto: Gapey Sandy)"]

1387166300291651996
1387166300291651996
[/caption]

Tentu, kata Alwani, perlu ada dukungan dari banyak pihak. “Terutama dari jajaran Pemerintah Kota Tangerang Selatan, juga bantuan pendanaan pihak sponsor, untuk mewujudkan Kelurahan Keranggan sebagai Kampung Wisata Home Industry,” harapnya sembari menunjuk lokasi tak jauh rumah Ibu Supiyah, di samping Sungai Cisadane, sebagai lokasi yang pas untuk membangun Kampung Wisata Home Industry ini. “Ada sebidang tanah yang mungkin yang bisa dimanfaatkan. Pemandangan atau view-nya bagus, dengan sungai yang lebar, rimbun pepohonan menghijau, jembatan yang melintas di atas Kali Cisadane, dan merupakan jalur lalu-lintas yang ramai serta strategis”.

Cita-cita mendirikan Kampung Wisata Home Industry bukan asal omong dan tanpa perhitungan. “Fakta sudah menunjukkan, jangankan pengunjung dari lokal yang berkunjung ke Kelurahan Keranggan ini, bahkan mereka yang tertarik melihat dapur Kacang Sangrai, pengolahan Keripik Pisang, Singkong, Ubi Ungu, Kembang Goyang dan lainnya juga ada yang merupakan Warga Negara Asing, seperti dari Jerman dan Amerika Serikat. Dan terbukti, keripik pisang hasil olahan warga di sini, ada yang sengaja dipesan untuk dikirim ke luar negeri. Menurut para pemesan itu, keripik pisang hasil buatan home industry di Kelurahan Keranggan, lebih renyah, garing, tanpa bahan pengawet, dan lebih enak rasanya dibandingkan dengan produksi pabrikan,” bangga Alwani yang kini melanjutkan studi S2 di Fakultas Hukum, Universitas Pamulang, Kota Tangsel ini.

Semoga Pemkot Tangsel dan pihak-pihak sponsor ada yang tergerak mewujudkan ide pembuatan Kampung Wisata Home Industry ini. Insya Allah.

o o o o O o o o o

Baca tulisan sebelumnya, yang masih berkaitan:

Inilah Sentra Kacang Sangrai yang Beromzet Rp 1,9 M Per Bulan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun