Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Edy Fajar, Kuliah Sambil Mengolah Sampah

29 Mei 2015   17:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:28 3664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_421222" align="aligncenter" width="576" caption="Edy Fajar Prasetyo, mahasiswa semester VIII UIN Jakarta memperlihatkan dompet yang dibuat secara kreatif dari sampah sachet bekas minuman. (Foto: Gapey Sandy)"][/caption]

Kalau ada sosok anak muda yang emoh bergaya hidup pesta pora, dan sebaliknya, justru memilih terlibat memerangi sampah plastik, maka Edy Fajar Prasetyo adalah orangnya. Edy, begitu ia akrab disapa, adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Agribisnis di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dijumpai penulis, Kamis (28 Mei 2015) malam, pemuda bertubuh jangkung dan berkacamata ini mengaku tengah merancang proposal untuk pengajuan tema garapan skripsinya.

“Saya, inginnya menulis skripsi tentang Pembiayaan UKM. Atau, tema lain yaitu mengenaiAnalisis Cost Ratio Packaging Produk. Kedua tema ini ada kaitannya dengan apa yang tengah saya lakukan saat ini,” ujar penerima beasiswa Bidik Misi dari Kemendikbud ini.

Bila diperhatikan dari dua tema bakal tema skripsi Edy, tentu kita dapat mereka-reka, apa kira-kira yang sebenarnya membuat bujangan kelahiran Jakarta, 17 September 1992 ini semakin ekstra sibuk. Ya, benar sekali. Bersama sejumlah rekan mahasiswa UIN lainnya, Edy kini menangani sebuah komunitas usaha kecil-kecilan yang tidak melulu profit oriented. Komunitas tersebut dinamakan Eco Business Indonesia, disingkat EBI. Bertindak selakufounder yang membangun komunitas EBI sejak 2013, ya Edy sendiri.

[caption id="attachment_421223" align="aligncenter" width="576" caption="Program pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan sampah. Setiap usaha ramah lingkungan EBI mengusung tiga P, People, Planet dan Profit. (Foto: Dokpri. Ebi Bag)"]

14328936851033779964
14328936851033779964
[/caption]

[caption id="attachment_421224" align="aligncenter" width="576" caption="Keterlibatan masyarakat menjadi bahagian dari usaha ramah lingkungan EBI yang selalu mengusung tiga P, People, Planet dan Profit. (Foto: Dokpri. Ebi Bag)"]

14328937231212802530
14328937231212802530
[/caption]

Penuhi 3P, People, Planet, Profit

Apa itu EBI? Lugas, Edy menjelaskan, EBI tak lain merupakan Green Business atau Usaha Ramah Lingkungan, yang dalam setiap aktivitasnya selalu mengusung unsur ‘3P’. Masing-masing adalah People, yang sangat kental akan nuansa pemberdayaan dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.

Sedangkan Planet, yang dalam hal ini bumi, adalah merupakan faktor penting untuk senantiasa memperoleh sentuhan sebagai bentuk kepedulian EBI. “Artinya, dalam setiap aktivitas usaha EBI, kami berupaya semaksimal mungkin untuk berkontribusi dalam pelestarian lingkungan, yakni dengan turut andil mengurangi limbah plastik. Limbah plastik ini seperti diketahui, sulit untuk diurai. Karena itu, kami mengupayakan untuk memperpanjang usia pakainya, dengan mewujudkannya ke dalam bentuk produk upcyclekerajinan tangan, seperti dompet dengan berbagai ukuran, tas, soft case dan masih banyak lagi,” jelas Edy semangat.

Untuk masalah Profit, Edy menuturkan, keuntungan yang diperoleh EBI, selain dimanfaatkan untuk memutar kembali roda bisnis, juga diorientasikan pada pemanfaatan untuk pengembangan usaha dan upaya persebaran pemberdayaan yang lebih luas. “Sehingga kalau digabungkan antara People – Planet – Profit, maka itu berarti, usaha yang kami laksanakan tidak sekadar mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tapi juga harus memperhatikan dan melibatkan orang-orang sekitar, serta melestarikan bumi dan seisinya sebagai planet tempat berpijak,” urai Edy berfilosofi.

[caption id="attachment_421226" align="aligncenter" width="576" caption="Terlibat aktif dalam memberikan materi tentang Green Edutainment ketika pelaksanaan KKN mahasiswa UIN Jakarta. EBI turut menghadirkan para ibu-ibu yang dibinanya sebagi trainer bagi para mahasiswa dan masyarakat. (Foto: Dokpri. Ebi Bag)"]

14328938161175170171
14328938161175170171
[/caption]

[caption id="attachment_421227" align="aligncenter" width="576" caption="Edy Fajar Prasetyo berdiri di kanan. Ketika terlibat aktif dalam memberikan materi tentang Green Edutainment saat pelaksanaan KKN mahasiswa UIN Jakarta. (Foto: Dokpri. Ebi Bag)"]

1432893854828044069
1432893854828044069
[/caption]

Filosofi ‘3P’ menjadi kompas bagi EBI. Sejumlah program kerja kreatif yang ditetapkan, pijakannya selalu terkait peopleplanet, dan profit. Sebut saja misalnya, program “Yuk DARING”, kependekan dari “Yuk, saDAR LINGkungan”. Ini adalah bentuk edukasi lingkungan berupa sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat dari berbagai usia. Proses edukasi ini dilakukan dengan menggelar berbagai aktivitas mulai dari diskusi, seminar, green campaignexhibitionworkshop, dan kampanye melalui social media. “Melalui socmed, kami pergunakan hashtag #SampahJadiBerkah dan #FromTrashToTreasure, untuk mengkampanyekan sadar lingkungan ini,” ungkap Edy.

Program EBI lainnya adalah “PETAKA”. Waduh, dari namanya saja segera terbayang kengerian. Tapi, bila diperpanjang maknanya, PETAKA berarti PEmberdayaan TenAga KreAtif. Menurut Edy, inilah program sosial EBI yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat untuk memiliki keahlian atau soft skill dengan memberikan pelatihan dancoaching pembuatan berbagai prakarya kerajinan tangan (handycraft) dengan memanfaatkan limbah yang sebenarnya memiliki nilai ekonomis tinggi.

Ada lagi program Komunitas EBI yang dinamakan rada nyentrikCLBK, singkatan dari Cerdas Luar Biasa Kreatif. “Ini adalah juga bentuk pembinaan masyarakat binaan EBI, tetapi dengan pendekatan yang berorientasi pada terwujudnya masyarakat yang cerdas, luar biasa dan kreatif,” ujar anak kelima dari enam bersaudara, dari ayah Tupon, dan ibu Ratna Nirmala Ningsih ini.

[caption id="attachment_421228" align="aligncenter" width="576" caption="Edy Fajar Prasetyo bersama tim EBI ketika menjadi pembicara dalam acara Artivitydi sebuah sekolah. Sosialisasi tentang pemanfaatan limbah menjadi lebih bernilai ekonomis. (Foto: Edy Fajar Prasetyo)"]

14328939061521623111
14328939061521623111
[/caption]

[caption id="attachment_421229" align="aligncenter" width="576" caption="Edy Fajar Prasetyo bersama tim EBI ketika menjadi pembicara dalam pelatihan prakarya bahan limbah untuk tepat guna bagi remaja, pada 2014. (Foto: Edy Fajar Prasetyo)"]

1432893946816142720
1432893946816142720
[/caption]

EBI juga punya program yang sebut POLEMIK atau Produk OLahan Ebi MenarIK. “Program ini memang belum terlaksana. Tapi pada dasarnya, ini akan menjadi semacam program yang membuat berbagai produk buatan tangan kreasi dalam negeri asli karya tangan terampil para pengrajin mandiri Indonesia, yang berorientasi pada upcycle product, sehingga memberi peningkatan nilai tambah dari limbah yang dikumpulkan dan diolah,” terang Edy.

Program terakhir EBI adalah SELUNDUP, akronim dari SEdekah LingkUNgan hiDUP. Dalam kaitan ini, EBI mengajak partisipasi masyarakat untuk berperan serta dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan cara mendonasikan sampah plastiknya sebagai penunjang program EBI.

Nah, setelah mengenal EBI, lantas apa karya nyata komunitas ini?

EBI, menurut Edy, adalah sebuah komunitas yang berkeinginan menjadi sebuah kegiatan bisnis dan dapat menghasilkan keuntungan, sehingga operasional dan aktivitas komunitas dapat terus berjalan. Tetapi, pendekatannya tetap kepada masalah lingkungan, atau menyasar ke persoalan sampah. “Ide ini bergayung-sambut dengan keberadaan kaum ibu di sejumlah wilayah Kota Tangerang Selatan, seperti di Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, dan Kelurahan Kedaung, Kecamatan Pamulang. Kita coba untuk meningkatkan produktivitas kaum ibu, melalui kegiatan berupa peningkatan skill dalam mengolah limbah sampah. Sehingga, dapat berdayaguna bahkan memberi pemasukan secara ekonomi kepada mereka,” urai Edy.

[caption id="attachment_421230" align="aligncenter" width="576" caption="Sejumlah karya kreatif produk Ebi Bag. (Foto: Dokpri. Ebi Bag)"]

1432894030711707846
1432894030711707846
[/caption]

[caption id="attachment_421231" align="aligncenter" width="560" caption="Tas dari sampah sachet minuman, karya kreatif produk Ebi Bag. (Foto: Dokpri. Ebi Bag)"]

1432894080191852482
1432894080191852482
[/caption]

[caption id="attachment_421232" align="aligncenter" width="576" caption="Tas, dompet dan bunga plastik, karya kreatif produk Ebi Bag. (Foto: Dokpri. Ebi Bag)"]

14328941271184787634
14328941271184787634
[/caption]

Rintisan awal kerja nyata EBI di Jombang, berawal pada 2013 lalu. “Lebih kurang satu tahun kami melakukan inisiasi di Jombang. Sayangnya, hasil balik yang diharapkan kurang memuaskan. Respon dari warga masyarakat kurang mendukung terhadap sejumlah program EBI. Tapi, kami tetap memberi apresiasi, karena program kerja yang lain tetap berjalan, seperti misalnya, pembuatan anyaman dompet dan tas dari bahan baku sampah bungkussachet minuman kopi, dan lainnya. Alhamdulillah, hingga kini tetap ada sejumlah ibu yang masih menjadi semacam binaan EBI,” tutur lulusan SMAN 1 Boedi Oetomo, Jakarta, pada 2011 ini.

Tidak itu saja, lanjut Edy, justru ketika program inisiasi di Jombang inilah, muncul bentuk kreativitas pembuatan produk yang masih terus dipertahankan hingga saat ini. Tiada lain dan tiada bukan, itulah anyaman dompet dan tas dari bungkus sachet kopi. “Inilah yang kemudian kami sebut sebagai “EBI Bag” (tas EBI), sekaligus menjadi merek dari item produk kerajinan tangan tersebut,” kata Edy seraya memperlihatkan contoh produk “EBI Bag” dari tas ranselnya.

Meski berhasil menorehkan produk nyata berupa EBI Bag, namun dengan semakin minimnya tanggapan masyarakat, maka EBI memutuskan untuk mencari wilayah pemberdayaan masyarakat berikutnya. Melalui bantuan dan kedekatan seorang staf dosen UIN Jakarta, kaum ibu di Kedaung kemudian menjadi pilihan lokasi pemberdayaan masyarakat berikutnya. Kegagalan melakukan pembinaan di Jombang, berusaha diperbaiki oleh EBI. Kali ini, bersama dengan tokoh masyarakat setempat, terutama Ketua Rukun Tetangga, EBI berhasil memperoleh penerimaan dan simpati dari kaum ibu di Kedaung. Apalagi, EBI kemudian juga menghadirkan sosok Oma Elly yang merupakan warga Jombang, untuk memberikan berbagai pelatihan kerajinan tangan kepada kaum ibu di Kedaung. Khususnya,ya tentu masih menyangkut produk “EBI Bag” itu. “Akhirnya, EBI malah berhasil mengolaborasikan antara kaum ibu dari Jombang, dan Kedaung. Jumlahnya, ada 14 orang. Ditambah lagi, ada lima orang dari kalangan mahasiswi UIN, yang semuanya adalah kawan-kawan saja juga,” tukas Edy seraya menyebut kemampuan produksi “EBI Bag” yang baru mencapai 40 item per hari. “Kalau bahan bakunya tersedia, tangan terampil Oma Elly misalnya, dalam satu hari bisa membuat tiga item untuk anyaman sachet bekas”.

[caption id="attachment_421233" align="aligncenter" width="576" caption="Salah seorang mahasiswi dari University of Antwerp, Belgia, tengah memperhatikan secara seksama aneka produk Ebi Bag. (Foto: Dok. Ebi Bag)"]

1432894188713561494
1432894188713561494
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun