Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Blusukan di Yerusalem dan Kaos "I Love Israel"

23 Maret 2020   08:34 Diperbarui: 12 April 2020   15:20 1451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyusuri kawasan Kota Tua Yerusalem melalui Jaffa Gate. (Foto: UTM Mury Sri Muryati)

Inilah Masjid Umar bin Khattab di Yerusalem. (Foto: Ghifari Ramadhan Fadli)
Inilah Masjid Umar bin Khattab di Yerusalem. (Foto: Ghifari Ramadhan Fadli)
Dalam bukunya "Yerusalem - Satu Kota, Tiga Agama", Karen Armstrong menulis: "Ketika ia (Umar bin Khattab - red) berdiri di samping makam kudus, waktu shalat tiba, dan Sophronius mempersilakan khalifah menunaikan shalat di tempat itu. 'Umar dengan sopan menolak; ia juga tidak mau shalat di Martyrium Konstantinus. Ia justru pergi ke luar kompleks dan shalat di tangga di pinggir jalan utama Cardo Maximus yang ramai. Ia menjelaskan kepada sang patriark bahwa andai ia shalat di dalam tempat suci Kristen tersebut, umat Muslim pasti akan menyitanya dan mengubahnya menjadi masjid untuk mengenang peristiwa shalatnya Khalifah Umar di baitul maqdis. 'Umar segera menulis piagam yang melarang Muslim shalat di tangga Martyrium atau membangun masjid di situ. Ia kemudian shalat di Nea dan sekali lagi dengan cermat memastikan bahwa tempat itu akan tetap berada di tangan umat Kristen." (hal. 339)

Sementara Qasem Abu Dyyeh di bukunya "Al Aqsa dan Ibrahimi di Tanah Palestina, Masjid Tersuci ke-3 dan ke-4 di Dunia" menulis, "Tak lama kemudian, umat muslim pun mendirikan masjid di tempat Umar shalat tersebut, yang dipersembahkan sebagai penghormatan kepada sang Khalifah yang berhati mulia ini". (hal. 26)  

Pintu masuk ke Masjid Umar bin Khattab di Yerusalem. (Foto: Ghifari Ramadhan Fadli)
Pintu masuk ke Masjid Umar bin Khattab di Yerusalem. (Foto: Ghifari Ramadhan Fadli)
Saat ini, koridor tempat Umar berjalan keluar dari Gereja Makam Suci itu ditandai dengan tulisan “Omar Ibn El-Khattab Square”. Maka terjawab ya pertanyaan di atas tadi.

Oh ya, setiap koridor atau gang di Kompleks Al-Aqsa ini memang punya nama dan kisahnya masing-masing. Maklum, Yerusalem ini kan kota suci tiga agama samawi (Islam - Nasrani - Yahudi). Masing-masing pasti punya versi riwayatnya sendiri.

Lokasi Masjid Umar ada di sisi tenggara Al-Aqsa. Ada pintu besi berwarna hijau untuk masuk ke masjidnya. Di atas pintu besi ada tulisan “Mosque of Omar - For prayers only”. Setelah melewati pintu besi, kita meniti beberapa anak tangga besi berwarna hijau juga. Sebelum turun ke halaman, di sisi kiri ada sejumlah toilet. Tempat wudhu terpisah, yaitu di sisi kanan bawah tangga masuk. Airnya … brrrrrrr, dingin benerrrrr gaessss ...

Dimensi Masjid Umar bin Khattab berukuran 30m x 8m. Saat berada di halaman masjid ini, yang juga memukau yaitu satu menara cukup tinggi di sisi kiri. Sementara masjidnya - dengan dinding sisi luar berbentuk setengah lingkaran - tertutup jendela-jendela kaca. Di bagian bawah menara ada spanduk yang terpasang. Tulisannya: La ilaha illa Allah. Jesus Said: “I am indeed a slave of Allah, Allah is my Lord and your Lord, so worship Him Alone”. (Quran 3:51) 

Gereja Makam Suci atau Church of Holy Sepulchre di Yerusalem. (Foto: atlastours.net)
Gereja Makam Suci atau Church of Holy Sepulchre di Yerusalem. (Foto: atlastours.net)

Gereja Makam Suci atau Church of Holy Sepulchre di Yerusalem. (Foto: atlastours.net)
Gereja Makam Suci atau Church of Holy Sepulchre di Yerusalem. (Foto: atlastours.net)
Karena hari semakin sore, rombongan tidak melaksanakan shalat di Masjid Umar ini. Melalui jendela-jendela kaca luar, saya coba melihat ke dalam ruangan. Hanya terlihat karpet shalat saja.

Demi mengejar waktu shalat Maghrib dijamak dengan Isya di Al-Aqsa, kami pun bergegas meninggalkan Masjid Umar bin Khattab. Keluar melalui pintu masuk sebelumnya.

Langkah kaki kembali blusukan keluar masuk koridor atau gang-gang di pasar. Sesekali penjual juice menyapa supaya membeli dagangannya. Satu dua kali pula penjaja kios suvenir menyaksikan dan melihat kami dengan seksama. Entah curiga atau karena alasan lainnya. Tapi karena semua perempuan di rombongan kami berjilbab, para penjaja suvenir itu juga seolah tahu diri untuk TIDAK menawarkan dagangannya yang didominasi simbol “keyahudian” kepada kami.

Hanya saja ada yang agak kurang mengenakkan. Saya ingat betul, sebagian rombongan berpapasan dengan seorang pemuda yang ketika lewat melontarkan komentar seolah jijik karena kami terpapar Virus Corona. Mungkin karena penampilan kami yang tampak “Asia banget” dan beberapa rekan mengenakan masker medis pula. “Enak aja dia nyebut kita (terinfeksi) Corona,” kesal seorang teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun