Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pakai Pewarna Alami, Tenun Ikat Makin Memikat

11 Juli 2018   06:28 Diperbarui: 11 Juli 2018   19:09 3188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota Kelompok Penenun Tenun Ikat AKASIA di Dusun Botang, Desa Munerana, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, NTT, yang menggunakan pewarna berbahan alami. (Foto: Gapey Sandy)

"Itu baru pencemaran dalam satu hari. Lalu bagaimana kalau air tercemar pewarna bahan kimia itu dibuang dalam rentang waktu seminggu, sebulan, setahun, lima tahun, sepuluh tahun?" ujar Daniel dengan nada kesal.

Proses pemintalan kapas menjadi benang untuk kain tenun ikat. (Foto: Gapey Sandy)
Proses pemintalan kapas menjadi benang untuk kain tenun ikat. (Foto: Gapey Sandy)
Daniel menambahkan, kalau sekarang ini sering terdengar banyak orang di sini mengeluhkan kualitas panen buah kakao yang tidak bagus, maka sebenarnya hal demikian bukan menjadi hal yang aneh lagi.

"Saya tidak heran, karena semenjak tahun '70-an, di sini sudah berlangsung 'gerakan' pencemaran alam dan lingkungan," prihatinnya.

Proses menenun tenun ikat dengan membuat pengaturan motif dan desain. (Foto: Gapey Sandy)
Proses menenun tenun ikat dengan membuat pengaturan motif dan desain. (Foto: Gapey Sandy)
Tenun ikat biasa dipakai dalam upacara adat. Untuk acara yang terkait dengan kematian seseorang misalnya, maka anggota keluarga yang lain harus membawa satu kain tenun ikat milik mereka masing-masing. Kain-kain tenun ikat ini kemudian diserahkan untuk keluarga yang tengah dirundung kedukacitaan.

"Syaratnya, kain tenun ikat yang akan diserahkan tersebut tidak boleh yang sudah dijahit, atau ada jahitannya. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah, kalau untuk upacara adat, kain tenun ikat yang akan digunakan harus memiliki rumbai-rumbai benang pada masing-masing ujung kainnya. Rumbainya pun harus diperhatikan lagi, tidak boleh ada bekas pemotongan rumbai pada setiap bagian paling ujung dari rumbai. Artinya, rumbai harus utuh," ujar Daniel.

Daniel David memperlihatkan posisi simbol mama yang selalu berada di tengah dan lebih besar porsi motif desainnya. (Foto: Gapey Sandy)
Daniel David memperlihatkan posisi simbol mama yang selalu berada di tengah dan lebih besar porsi motif desainnya. (Foto: Gapey Sandy)
Lutgardis Bungaeldis memperlihatkan sarung tenun ikat yang khusus dipergunakan kaum pria saja. (Foto: Gapey Sandy)
Lutgardis Bungaeldis memperlihatkan sarung tenun ikat yang khusus dipergunakan kaum pria saja. (Foto: Gapey Sandy)
Jadi, kalau ada yang hendak membeli kain tenun ikat dengan rumbai-rumbai benang pada kedua ujung sisinya, harus diperhatikan jangan sampai ada bekas potongan pada ujung rumbai. Kalau ada bekas potongan maka menandakan bahwa kain tersebut pernah digunakan untuk upacara adat kematian.

"Sebenarnya pula, kain tenun ikat yang pernah digunakan untuk upacara adat tidak boleh diperjualbelikan. Kain itu harusnya dijahit atau dipakai sendiri saja. Tetapi mungkin karena tekanan dan kebutuhan ekonomi, maka kain tersebut terpaksa dijual ke pasar," kata Daniel lagi.

Oh ya, bagaimana juga tuh dengan kain tenun ikat yang khusus dipakai pria?

"Tenun ikat yang biasa digunakan kaum perempuan tidak boleh dikenakan oleh kaum pria. Begitupun sebaliknya. Ya, kecuali kalau digunakan untuk selimut tidur, misalnya. Tenun ikat untuk pria lebih rumit pengerjaannya, karena motif dan desain disusun satu per satu dari sisi dalam. Dengan kata lain, ketika proses penenunan, barulah motifnya disusun. Beda dengan kain atau sarung untuk kaum perempuan yang langsung ditenun sekaligus dengan motifnya," terang Daniel.  

Motif Tenun Ikat dan Makna Simboliknya

Beberapa contoh motif dan makna filosofis tenun ikat juga dituturkan Daniel. Antara lain, pada setiap kain tenun ikat yang biasa dipakai untuk upacara adat, di bagian tengahnya selalu terdapat motif garis tengah yang lebih lebar dibandingkan dengan sisi kiri maupun kanannya. "Kata 'tengah' dalam bahasa di sini disebut hina. Selain itu, kata hina juga berarti Mama. Kenapa simbol Mama ada di bagian tengah? Jadi sebenarnya, orang zaman dulu sudah melukiskan melalui motif tenun ikat, bahwa simbol Mama ada di bagian tengah karena Mama adalah pusat atau sumber dari kehidupan. Artinya juga, Mama harus selalu dilindungi dan dijaga," urai Daniel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun