Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Dian Syarief dan "Kupu-kupu" Penderita Lupus

7 Mei 2018   20:48 Diperbarui: 10 Mei 2018   16:51 4111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dian Syarief, seorang Odapus yang sudah berstatus remisi. (Foto: YouTube Syamsi Dhuha Foundation)

Setiap menjelang tanggal 10 Mei, kesibukan Dian Syarief selalu lebih meningkat. Maklum, tanggal itu merupakan Hari Lupus Sedunia (World Lupus Day), dan Dian Syarief termasuk satu dari sekian banyak Odapus alias Orang dengan Lupus.

"Dalam kasus saya, kategori Lupus yang saya derita sebenarnya Lupus Sedang karena menyerang darah dan sendi, tetapi menjadi Lupus Berat ketika efek samping dari terapinya itu membuat saya kena akses otak dan kehilangan penglihatan," ujar Dian kepada penulis dalam wawancara menggunakan fitur WhatsApp Call, pada Senin pagi, 7 Mei 2018.

Sejak berusia 31 tahun atau tepatnya pada 1999, Dian Syarief harus menerima kenyataan bahwa dirinya mengidap Lupus. Tetapi kini, ia mengaku sudah berstatus remisi atau sudah tidak mengonsumsi obat Lupus lagi. Lupus merupakan penyakit kronik autoimun, dimana antibodi seseorang menyerang jaringan dalam tubuh. Antibodi yang berlebihan dan seharusnya melawan kuman, bakteri, atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh, nyatanya justru menyerang jaringan tubuhnya sendiri.

Dian Syarief, seorang Odapus yang sudah berstatus remisi. (Foto: YouTube Syamsi Dhuha Foundation)
Dian Syarief, seorang Odapus yang sudah berstatus remisi. (Foto: YouTube Syamsi Dhuha Foundation)
Sebagai salah satu bentuk empati dan rasa berbagi Dian Syarief kepada para penderita Lupus, pada 2003 silam, perempuan berjilbab kelahiran Bandung, 21 Desember 1965 ini mendirikan Syamsi Dhuha Fondation (SDF) bersama suami tercinta Eko P. Pratomo. SDF merupakan organisasi nirlaba, dimana Dian menjabat sebagai Chairman.

Tercatat, pada 2007, SDF pernah memainkan peran pada gelaran International Lupus Congress di Shanghai, Tiongkok. Sedangkan pada 2012, SDF mewakili Indonesia terpilih untuk menerima Sasakawa Health Prize dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atas segala kreativitas dan inovasi bidang kesehatan yang dilakukan Non-Government Organization (NGO).  

Berikut kutipan wawancara penulis dengan Dian Syarief:

o o o O o o o

Dian Syarief kedua dari kanan usai menjadi pembicara talkshow Odapus. (Foto: twitter @SDFcareforlupus)
Dian Syarief kedua dari kanan usai menjadi pembicara talkshow Odapus. (Foto: twitter @SDFcareforlupus)
Apa saja kesibukan Anda jelang Hari Lupus Sedunia, 10 Mei kali ini?

Pada 6 Mei, kami sudah meluncurkan hasil penelitian bahan alam pertama untuk Lupus. Dua bulan sebelumnya, kami juga membuat Virtual Charity Run & Walk for Lupus (CRL) untuk fund raising supaya dana yang terkumpul bisa mendanai penelitian bahan alam kedua. CRL diikuti oleh sekitar 300 pelari dari berbagai daerah dan komunitas pelari.

Selain itu, program sosialisasi jalan juga, dengan bikin kelompok edukasi untuk Lupus ke masyarakat. Lalu campaign tentang Lupus itu apa, dan bagaimana cara menghadapinya. Nah, yang lain lagi, memang program rutin yaitu pendampingan pasien Lupus. Pendampingan ini meliputi pendampingan psikologis, finansial dan juga informasi medis. Untuk informasi medis ini artinya kita membantu memberikan informasi dan menjembatani juga komunikasi dengan dokter, rumah sakit, dan institusi lainnya.

Sunday Morning Run 5K bersama Odapus dan relawan. (Foto: twitter @SDFcareforlupus)
Sunday Morning Run 5K bersama Odapus dan relawan. (Foto: twitter @SDFcareforlupus)
Bahan alami yang sudah diluncurkan tadi apa namanya? Bagaimana khasiatnya?

Itu namanya Lesikaf. Intinya, kapsul ini berisi ekstrak tanaman Ciplukan atau Cecendet. Manfaatnya adalah untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh pasien Lupus yang sering merasa lemah badan. Jadi ini untuk meningkatkan kesegaran tubuh mereka, sekaligus juga mengurangi nyeri akibat peradangan di sendi.   

Ini baru hasil penelitian pertama. Memang, sejak tahun 2011, kita sudah mulai menggali potensi bahan alami Indonesia yang berpotensi sebagai suplemen atau komplemen penderita Lupus, terapi Lupus. Tapi yang akhirnya pertama kita pilih untuk masuk ke fase Uji Pre Klinis dan Uji Klinis adalah Lesikaf ini. Mudah-mudahan kita bisa teruskan lagi ke bahan alami berikutnya. Adapun penelitiannya dilakukan di Kampus ITB dan Unpad, Bandung.

[Bersinergi dengan tim relawan peneliti dari Fakultas Kedokteran UNPAD (FK UNPAD) & Sekolah Farmasi ITB (SF ITB), SDF melakukan inisiasi uji klinis herbal Cecendet/Ciplukan (physalis angulata Linn) untuk mengetahui aspek keamanan dan khasiat dari tanaman ini. SDF menggandeng PT Kimia Farma (Persero), Tbk (KF) untuk bisa memproduksi dan mendistribusikan kapsul ekstrak Cecendet ini yang diberi nama Lesikaf. Harapannya, hasil penelitian ini bisa diakses oleh Odapus di berbagai daerah di Indonesia dengan harga terjangkau].

Beasiswa SDF Bagi Umum, Disabilitas Netra dan Penyandang Autoimun. (Foto: twitter @SDFcareforlupus)
Beasiswa SDF Bagi Umum, Disabilitas Netra dan Penyandang Autoimun. (Foto: twitter @SDFcareforlupus)

Bagaimana dengan perkembangan aplikasi online 'Lupie Diary'?

Ketika kami luncurkan aplikasi ini pada tahun lalu, sampai saat sekarang ini sudah digunakan oleh sekitar 1.100 orang. Ini angka yang kita monitor dari penggunaannya. Aplikasi ini juga merupakan kebaruan ide dari kami untuk memfasilitasi pasien Lupus agar mereka bisa memiliki personal medical record. Artinya, mereka punya catatan medis sendiri yang komprehensif. 

Jadi melalui aplikasi itu mereka tinggal masukkan sendiri data obatnya, data dokternya, ini penting misalnya kalau yang bersangkutan harus dirawat di rumah sakit. Kemudian hasil-hasil pemeriksaan, seperti cek laboratorium, foto rontgen dan lainnya.

Dari aplikasi 'Lupie Diary' ini kemudian ada penganugerahan Lupie Diary Award. Siapa saja penerimanya?

Ya, pada tanggal 6 Mei kemarin kami sudah memberikan penghargaan kepada pasien Lupus yang sudah menggunakan aplikasi tersebut secara optimal. Hal seperti ini bisa menjadi contoh bagi pasien Lupus yang lain. Sedangkan 'Lupie Diary' ini adalah sebuah aplikasi online yang bisa diunduh gratis melalui ponsel pintar.

Ini sengaja kami lakukan dalam rangka memberi edukasi kepada para pasien Lupus itu sendiri, supaya mereka disiplin berobat, bisa mengoptimalisasikan medical record-nya dengan baik. Kami sengaja memberi award kepada mereka supaya tiga orang penerimanya ini bisa menjadi contoh bagi penderita Lupus yang lain.

Ketiga penerima Lupie Diary Award ini adalah Annisa Budi Hastuti (Kalimantan Selatan), Devi Rahmawati (Kabupaten Bandung), dan Susilawati (Lampung).

Selain penyerahan award bagi pengguna aplikasi online 'Lupus Diary' ini, kami juga menyerahkan penghargaan kepada para pemenang Lomba Senam Lupus Komunitas, yaitu PLSS (Palembang), Cinta Kupu (Medan), dan Bale Kupu (Lombok).

Senam Lupus. (Foto: twitter @SDFcareforlupus)
Senam Lupus. (Foto: twitter @SDFcareforlupus)
Kalau buku berjudul "Luppy Sahabatku yang Nakal", yang Anda dan teman-teman terbitkan itu bagaimana juga perkembangannya?

Buku itu kita luncurkan pertama kali pada dua tahun lalu, hanya dalam Bahasa Indonesia. Ketika itu juga, bukunya kita bawa ke International Lupus Congress di Vienna, Austria. Mereka yang merupakan 'Lupus Europe' atau Asosiasi Lupus di Eropa ini tertarik rupanya, karena di benua Eropa sendiri mereka belum punya buku cerita dalam bentuk komik tentang Lupus.

Menurut mereka, buku tersebut justru efektif untuk menjadi bahan edukasi pasien, karena bahasanya merupakan bahasa awam, umum, dan mudah dimengerti. Selain juga cukup menarik, enggak cuma buat anak kecil bahkan juga untuk orang dewasa. Akhirnya, 'Lupus Europe' mengajak kami bekerja sama dan mereka minta izin untuk mengalihbahasakan buku tersebut ke tiga bahasa: Inggris, Belanda, dan Perancis.

Sebagai Odapus, kondisi kesehatan Anda sendiri sekarang ini bagaimana?

Alhamdulillah, saya Lupusnya terkendali. Bahkan saya sudah bisa remisi, artinya sudah tidak pakai obat lagi. Makanya, melalui SDF ini saya juga berbagi kiat-kiatnya untuk bisa survive dengan Lupus. Jadi pendekatannya harus seperti apa, ikhtiar berobatnya juga harus bagaimana? 

Memang setiap tahun, SDF punya target untuk meluncurkan karya yang bisa dibagikan ke masyarakat, misalnya berupa buku, CD, DVD, aplikasi online, dan memang nantinya bisa diakses dengan mudah oleh para penderita Lupus secara gratis. Bahkan baru-baru ini kita juga meng-create Senam Lupus yang belum ada di dunia. Kita bekerja sama dengan Dokter Olahraga, lalu kita create gerakannya, musiknya, dan kita unggah ke YouTube, sehingga mereka bisa akses video Senam Lupus itu secara langsung.

Aplikasi Online LUPIE DIARY. (Foto: Dok. SDF)
Aplikasi Online LUPIE DIARY. (Foto: Dok. SDF)
Intinya, Senam Lupus itu gerakannya seperti apa dan bagaimana efeknya?

Senam Lupus ini lebih bertujuan untuk melatih peregangan dan pernafasan. Karena pasien Lupus itu problem utamanya adalah pada persendian. Mereka sering mengalami kekakuan sendi, sehingga dibutuhkan latihan rutin yang ringan, sifatnya stretching atau peregangan, kemudian juga untuk pernafasan supaya olah nafas mereka juga lebih baik sehingga tidak sesak nafas dan sebagainya.

Mohon maaf, kalau Anda sendiri bisa sampai pada tahap remisi atau lepas obat Lupus ini setelah menjalani pengobatan berapa lama?

Kondisi setiap Odapus, berbeda satu sama lain. Apa yang saya jalani misalnya, tidak bisa menjadi patokan, Mas Fadli. Termasuk kasus saya sendiri. Sebenarnya Lupus saya cukup berat, tapi saya selalu bilang bahwa itu tidak bisa jadi patokan, karena kondisi setiap Odapus itu berbeda.

Lupus itu sendiri dikategorikan dalam tiga kelompok: Lupus Ringan, kalau hanya menyerang sendi atau kulit; Lupus Sedang, kalau menyerang sistem darah atau sistem syaraf; dan, Lupus Berat kalau menyerang organ vital seperti ginjal, paru-paru, jantung maupun otak.

Dalam kasus saya, kategori Lupus yang saya derita sebenarnya Lupus Sedang karena menyerang darah dan sendi, tetapi menjadi Lupus Berat ketika efek samping dari terapinya itu membuat saya kena akses otak dan kehilangan penglihatan. Tapi ini kan tidak bisa dijadikan patokan, Mas Fadli, karena itu tidak terjadi pada setiap orang. 

Kebetulan saja kategori Lupus saya menjadi Lupus Berat, karena efek samping dan komplikasi. Tapi alhamdulillah, meskipun berat masih bisa survive. Sehingga yang saya bagi-bagikan, tipsnya itu benar-benar kondisi yang akan memperbaiki kondisi pasien secara umum. Misalnya, melalui bagaimana kita bisa me-manage penyakit kita dengan concern terhadap catatan medis. Atau, misalnya kondisi pasien sudah bisa ter-perbaiki, maka mereka dapat rutin berolahraga sehingga bisa meningkatkan kualitas (kesehatan) pasien Lupus.

Selain itu, kami juga mengupayakan pendampingan finansial untuk pasien yang - meskipun sekarang sudah ada skema penjaminan - obatnya tidak ter-cover oleh skema penjaminan, dalam hal ini BPJS. Karena memang kalau untuk pasien adalah mereka masih bisa berobat, nah untuk itu kita juga harus bantu yang tidak ter-cover skema penjaminan untuk pasien-pasien yang kurang mampu.

Buku LUPPY SAHABATKU YANG NAKAL sudah diterjemahkan ke tiga bahasa. (Foto: Dok. SDF)
Buku LUPPY SAHABATKU YANG NAKAL sudah diterjemahkan ke tiga bahasa. (Foto: Dok. SDF)
Misalnya obat apa yang belum di-cover skema penjaminan?

Misalkan ada obat yang memang sifatnya imunosupresan yang harganya mahal dan belum masuk skema penjaminan.

Kalau catatan SDF, berapa besar jumlah Odapus di Indonesia?

Kita pakai hasil penelitian terakhir, estimasi jumlah Odapus adalah setengah persen dari jumlah total seluruh penduduk Indonesia. Jadi kalau penduduk Indonesia 260 juta orang, maka estimasi jumlah Odapusnya adalah 1,3 juta penderita. (*)

 o o o O o o o

Dian Syarief, seorang Odapus yang sudah berstatus remisi. (Foto: YouTube Syamsi Dhuha Foundation)
Dian Syarief, seorang Odapus yang sudah berstatus remisi. (Foto: YouTube Syamsi Dhuha Foundation)
Tercatat, sudah beberapa kali SDF berperan aktif di kongres mancanegara terkait Lupus. Mulai dari tahun 2007 di Shanghai, Tiongkok melalui dua abstrak 'Challenges for Indonesian's Lupus Peer Groups' dan 'Strengthening the Faith; A Spiritual Healing for Lupus Patients'.

Kemudian pada 2010 di Vancouver, Kanada, dengan abstrak 'How to Make Friends with Lupus', dan sempat pula menerima penghargaan International Lifetime Achievement Awards.

Berlanjut pada 2015 di ajang World Lupus Summit yang diadakan di Vienna, Austria. Ketika itu, SDF bekerjasama dengan 'Lupus Europe', dimana buku SDF 'Luppy Sahabatku yang Nakal' diadaptasi dan dialihbahasakan ke berbagai bahasa dan disebarluaskan di benua Eropa. Judul buku itu menjadi 'The Lupus Tamer' (Bahasa Inggris), 'Apprivoiser le Lupus' (Bahasa Perancis), dan 'De Lupus Temmer' (Bahasa Belanda).

Sedangkan pada 2017, SDF mewakili Indonesia dan mempresentasikan dua karya terbarunya yaitu ”Lupus Exercise and Personal Medication Record on Mobile application to help Improve the Quality of Life of People with Lupus” di 12th International Congress on SLE & 7th Asian Congress on Autoimmunity di Melbourne, Australia. (*)


o o o O o o o

Baca juga tulisan sebelumnya:

Senam Lupus dan Efeknya bagi Penderita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun