Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Blogger dan Influencer, Tukang Cari Gratisan?

21 Januari 2018   14:18 Diperbarui: 25 Januari 2018   06:00 6377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Elle Darby, social media influencer. (Foto: Youtube Elle Darby)

Menurut bloggerCarolina Ratri, apa yang dilakukan Darby tak ubahnya seperti tenaga pemasaran yang menawarkan jasa pasang iklan di halaman koran. Ibarat marketing move dengan cara 'jemput bola', sesuatu yang lumrah saja.

"Aku pernah tahu sih, blogger yang menawarkan jasanya seperti Darby ini. Jamak aja gitu. Lumrah. Semacam marketing koran, misalnya, mereka akan berkeliling juga untuk menawarkan space di korannya. Sebagai orang marketing, aku juga pernah kayak gitu. It's about offering. Nah, offering itu ya bisa berarti dua: Diterima atau Ditolak. As simple as that. Blogger atau influencerkan semacam agen marketing. Ya, wajar saja mereka melakukan 'jemput bola' seperti ini. Itu salah satu marketing move sih," ujar penulis buku Blogging: Have Fun and Get The Money ini.

Jujur saja, lanjut Ratri, dirinya pasti tidak akan melakukan marketing move seperti yang diperbuat Darby. "Kalau aku pribadi, enggak akan membuat marketing move seperti itu sih, hahahaha ... Aku pernah juga sekali ditawarin staycation di hotel, tapi itu juga mereka yang datang kepadaku. Kalau seumpama, terpaksanya aku harus mencari job review, maka ya aku akan mencari mereka yang membutuhkan. Pihak hotel Charleville Lodge Hotel di Dublin itu jelas (sedang) enggak butuh. So, kalau aku mendingan cari iklan kerjasama brand dengan influencer, misalnya di iBlogMarket, atau Sociabuzz. Kan banyak sekarang," saran ibu dua putri dan bermukim di Yogyakarta ini.

Mengomentari kelakuan Paul Stenson yang malah menjawab atau membalas tawaran kerjasama Elle Darby dengan mengeksposenya ke media sosial, Ratri menudingnya sebagai agak lebay!

"Tapi I try to stand on their shoes. Barangkali -- ini barangkali lho ya - mereka sering mendapatkan tawaran jasa kayak si Darby ini, dan itu gengges buat mereka. Aku pernah dengar atau baca ada yang curhat, dan bilang, blogger-blogger sekarang malesin, karena ya gitu, kayak si Darby gitu. Padahal setelah dilihat blognya enggak seberapa, atau enggak cocok targetnya dengan yang ditawarin. Disitu saya sih kayak kena 'tampar' (meski pasti bukan saya yang diomongin, soalnya saya enggak pernah ngasih penawaran kepada siapapun. Apakah memang para blogger ini enggak lihat-lihat gitu, enggak menyesuaikan gitu antara yang ditawarin dengan kondisi blog-nya sendiri?" urai alumnus Fakultas Teknik Jurusan Teknik Arsitektur UGM Yogyakarta ini.

Ratri memperkirakan, ada kemungkinan kondisi pihak manajemen hotel sudah pissed off. "Jadi ya gitu deh. Males mereka, hahahaaa ... Tapi biar bagaimana pun, aku rasa masing-masing mesti tahu diri juga. Orang saling membutuhkan kok. Enggak usah lebay-lah. Yang influencer juga mesti smooth dong move-nya. Lihat-lihat dulu hotelnya. Dari pihak hotel juga jangan gitu-gitu amat sama influencer. Bagaimana pun influencer itu punya massa, meski bukan target pasar si hotel juga. Tapi mereka ini bisa bawa pengaruh kan," ujar Ratri yang bekerja sebagai Marketing Communicator di sebuah penerbitan buku ini.

Hilman Fajrian, pakar media online dan konsultan pemasaran. (Foto: Hilman Fajrian Facebook)
Hilman Fajrian, pakar media online dan konsultan pemasaran. (Foto: Hilman Fajrian Facebook)
Influencer Jangan 'Nodong'

Sementara itu, pakar media online dan konsultan pemasaran, Hilman Fajrian justru mengingatkan, influencer bukanlah profesi melainkan external validation. Artinya, ia tidak berlaku secara self-claim, namun pengakuan sosial. Hanya orang narsis yang menyebut dirinya influencer, yang sama halnya ia mengklaim dirinya mampu mempengaruhi orang lain. Itulah self-claim.

"Profesi influencer sebenarnya adalah content creator. Seorang content creator yang diakui secara sosial memiliki reputasi dan pengaruh tinggi, disebut oleh orang lain sebagai influencer. Format media yang digunakan content creator ini bermacam-macam. Mulai dari artikel, video, podcast, meme hingga kartun. Channel yang digunakan juga macam-macam. Mulai dari yang berbasis web hingga media sosial," kata Kompasianer yang menetap di Kalimantan ini.

Seorang yang berprofesi sebagai content creator, kata Hilman lagi, memiliki model bisnisnya masing-masing. Ada yang bergantung pada trafik, reach, conversion, seminar, buku, lomba dan lainnya. Ada yang model bisnisnya jangka pendek, ada pula yang jangka panjang. Khususnya untuk review, berarti model bisnis mereka adalah B2B (business to business) dan revenue model dari sponsored content, trafik, atau reach. Kompensasinya? Tergantung kesepakatan.

"Apa yang dilakukan Darby adalah sebuah narsisme dan belum berpegalaman dalam dealing business. Kesannya 'nodong' calon klien dan tidak mencoba membuat dirinya relevan dengan calon klien. Darby self-centric, hanya berbicara soal apa yang ia bisa dan ia mau tanpa menyinggung sedikit pun tentang kebutuhan atau masalah calon klien yang bisa ia penuhi atau selesaikan. Cara-cara 'nodong' itu tidak etis, baik dalam bisnis maupun bukan. Profesi apapun yang kita miliki, terutama pada saat dealing business, cara 'nodong' bisa diterjemahkan sebagai sebuah sikap ofensif atau narsisme," ujar pendiri arkademi.com ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun