Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Kompasianer Risers Peduli Pendidikan di Kalimantan #2

13 Januari 2016   11:27 Diperbarui: 19 Januari 2016   19:21 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Tim Risers 5 ketika mengajak murid-murid SDN 001 Miau Baru, Kutai Timur, Kaltim berkenalan sambil bermain. || Foto: Gapey Sandy)

“Pangkal utama masuknya sumber penyakit antara lain adalah dikarenakan kebiasaan tidak mencuci tangan dengan baik. Kami mengajarkan cara mencuci tangan sesuai aturan Organisasi Kesehatan Dunia yang berlaku. Hanya saja kesulitannya adalah, ketika kami mengajarkan cara mencuci tangan dengan sabun cair itu, justru tidak ada sarana air bersih untuk dipergunakan. Selain cara mencuci tangan yang penting untuk menjaga kesehatan, tim kami juga mengajarkan cara untuk menutup mulut yang baik, agar tidak menulari orang lain dengan virus penyakit,” jelas Nanang Diyanto yang menjadi wakil tim. Sebagai informasi, Nanang adalah Kompasianer yang berprofesi sebagai perawat di salah satu rumah sakit yang ada di Ponorogo, Jawa Timur.

Berbeda dengan Tim Risers 3 yang terdiri dari tiga risers wanita asal Nissan Motor Indonesia. Menurut Devi, wakil dari tim yang selalu menjadi ‘primadona’ selama perjalanan DRE gelombang III etape pertama ini, timnya menampilkan aneka permainan yang interaktif dengan anak-anak SDN 001 Miauw Baru. Uniknya, semua games yang dimainkan bersama anak-anak itu dengan mengambil inspirasi dari apa yang menjadi konsep dari Datsun, yakni Dream, Access dan Trust.

“Kami mengajarkan kepada anak-anak untuk berani bermimpi dan mewujudkan dream itu. Tentu saja dengan action, langkah nyata, meskipun banyak hambatan yang pasti bakal menantang. Selain itu, kami mengajarkan anak-anak untuk menjadi sosok yang percaya bahwa semua mimpi dapat diwujudkan atau ditumbuhkan, asalkan anak-anak Indonesia terus berusaha dan berkarya semaksimal mungkin,” tuturnya penuh semangat.

(Tim Risers 5 "GAS Poll Borneo" berfoto bersama dengan sebagian murid SDN 001 Miau Baru, Kutai Timur, Kaltim. || Foto: Gapey Sandy)

Bagaimana dengan Tim Risers 4? Ternyata tim ini mengajarkan kepada anak-anak tentang indahnya berbagi, pentingnya rasa setia kawan dan tolong-menolong. “Semua penggambarannya diungkapkan dengan seekor angsa yang mengalami nasib naas karena sifatnya yang tidak suka berbagi dengan sesama. Kami berharap, anak-anak mengambil pembelajaran dan hikmah yang positif dalam mengarungi hidup ini dengan saling berbagi,” jelas Ang Tek Khun, risers yang juga Kompasianer asal Yogyakarta.

Yang menarik adalah apa yang dilakukan Tim Risers 5 dalam memeriahkan program CSR bersama Datsun Go+ Panca ini. Tim yang solid dan kompak yang terdiri dari Satto Raji, Arif Khunaifi dan Gapey Sandy ini memang selalu menampilkan padu padan yang serasi, salah satunya dengan mengenakan peci hitam ukuran 17 yang agak meninggi ke atas. Kompasianer Arif Khunaifi adalah aktor utama dibalik munculnya kekompakan ber-“peci 17” tersebut.

Menurut Satto Raji, Koordinator sekaligus jurubicara Tim Risers 5 yang berjuluk GA5 POLL BORNEO ini, timnya memusatkan dan mengambil perhatian anak-anak SDN 001 Miau Baru pada upaya untuk membangun konsentrasi. Caranya dengan mengajak mereka untuk lebih dahulu aktif dan terlibat pada beberapa trik sulap menarik. Hasilnya memang terbukti, setelah mengawali dengan saling berkenalan, ternyata sepuluh anak-anak tersebut langsung nge-klik atau menjadi semakin dekat dan akrab dengan para riser.

(Indriani Hadiwidjaja selaku Head of Datsun Indonesia diwawancarai media peliput di sela program CSR Datsun Indonesia di Miau Baru, Kutai Timur, Kaltim. || Foto: Gapey Sandy)

“Konsentrasi menjadi kata kunci awal yang kami ajarkan kepada anak-anak. Kami menanamkan keyakinan kepada mereka untuk bagaimana selalu berkonsetrasi pada apa yang menjadi harapan, keinginan, juga cita-cita mereka. Ketika kami melakukan interaksi hangat bersama anak-anak, terbukti banyak sekali cita-cita yang disampaikan oleh mereka, mulai dari ingin menjadi dokter, tentara, polisi, pilot, bahkan ada juga yang ingin bercita-cita menjadi seorang guru agama atau ustadz. Melalui trik sulap mengenai konsentrasi dan keyakinan, kami mengajarkan kepada anak-anak untuk melakukan hal yang sama demi meraih cita-cita mereka tersebut,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Satto, timnya juga menyampaikan dongeng sambil memperagakan boneka tangan yakni sosok gajah dan kura-kura. “Kedua sosok binatang ini dalam dongeng yang kami sampaikan adalah sosok yang saling bertentangan. Gajah, kami coba ungkapkan sebagai sosok yang tidak suka belajar, termasuk pelajaran Bahasa Inggris dan pelajaran lainnya. Sedangkan kura-kura yang jalannya lambat, kami gambarkan sebagai sosok yang senang belajar, termasuk belajar Bahasa Inggris. Karena senang belajar, kura-kura yang jalannya lambat berhasil menjadi juara dalam sebuah lomba lari. Si kura-kura mengalahkan gajah yang bingung mengartikan kata berbahasa Inggris ‘right’ dan ‘left’. Karena tidak tahu arah ‘kanan’ maupun ‘kiri’, si gajah jadi malah mengambil rute lomba lari yang salah, dan berakhir kalah,” urai Satto seraya menyebut bahwa inti dongeng ini mengajak anak-anak untuk terus belajar demi meraih cita-cita yang gemilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun