Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tereliminasi dari Kapal Crest Odyssey

8 Juli 2016   09:26 Diperbarui: 8 Juli 2016   09:36 3724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tereliminasi dari Kapal Crest Odyssey : Dokpri

PEMERINTAH Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini terus berusaha mengembalikan kejayaan Indonesia melalui pembangunan di bidang kelautan. Bisa dipahami, sebab lebih dua pertiga wilayah Indonesia terdiri dari lautan.

Jokowi rupanya tak ingin keperkasaan dan kebanggaan Indonesia hanya sebatas lirik lagu yang populer sejak puluhan tahun lalu “nenek moyangku seorang pelaut.” Ingin mengkonkretkan cita-cita yang telah lama pudar, pemerintah Indonesia tanpa pandang bulu menenggelamkan kapal asing yang coba-coba “berdaulat” di atas perairan Indonesia lalu seenaknya sendiri menyikat habis kekayaan laut Indonesia, yaitu ikan.

Sampai sekarang mata Susi Pujiastuti, menteri kelautan dan perikanan, terus menerawang kapal-kapal asing yang berulah mencuri ikan-ikan di perairan Indonesia. Ratusan kapal asing pencuri ikan telah ia ledakkan.

Kapal asing pun tenggelam. Tapi tidak demikian dengan tenaga/pelaut asing. Mereka rupanya masih eksis dan mendapat peran di lautan. Eksistensi mereka lambat laun menyingkirkan pelaut Indonesia.

Setidaknya fenomena seperti itu yang saya peroleh dari seorang kawan yang berprofesi sebagai pelaut yang sudah lebih dari 20 tahun mengarungi samudera. Persis di hari kedua Lebaran (Kamis 7 Juli 2016) malam, ia menginformasikan ada sebuah kapal offshore berbendera Indonesia dan register di Jakarta, namun kapten kapal dan sebagian krunya orang asing.

Ada baiknya pihak Imigrasi melakukan pengecekan ulang, jika perlu melakukan investigasi, sebab orang asing yang bekerja di kapal Crest Odyssey itu berasal dari Inggris, Kroasia dan Lituania. Mereka dikabarkan menggunakan paspor turis.

Menurut informasi, ada perusahaan di Singapura yang menaungi Crest Odyssey, yaitu Pacific Radiance, sedangkan di Indonesia, pihak yang mengelola kapal tersebut adalah Jawa Tirta Marine. Yang menarik, kapal itu dicarter Pertamina dan pastinya beroperasi di perairan Indonesia.

Saya tidak tahu persis, apakah kapal dan pekerja asing yang beraktivitas di kapal offshore itu ilegal atau tidak; melanggar hukum atau tidak, menyalahi prosedur atau tidak? Namun, menurut teman saya yang pelaut itu, keberadaan orang asing tersebut membuat resah pelaut Indonesia.

Pasalnya, sejak kapten dan sebagian kru menguasai kapal tersebut, mereka tidak menganggap penting pelaut (pekerja) asal Indonesia. Kapten Rusli Efendi yang sebelumnya dipercaya memimpin Crest Odyssey berikut kru asal Indonesia pun mulai disingkirkan dan tidak diberi peran. Sapaan selamat pagi kepada orang-orang asing itu pun tak direspons.

Dokpri
Dokpri
Orang-orang asing itu rupanya terus melakukan aksi mengasingkan para pelaut asal Indonesia. Kru asal Indonesia, termasuk Rusli Efendi, tidak lagi diberi job. Juga tidak diperkenankan mengoperasikan dynamic position (DP), peralatan  yang berfungsi mengendalikan kapal dengan satelit, komputer dan dokumen-dokumen kapal. Mereka rupanya mulai tereliminasi dari kapal Crest Odyssey.

Fakta-fakta semacam itu, menurut para awak kapal Crest Odyssey asal Indonesia, mengindikasikan bahwa mereka bakal disingkirkan dan kontrak tidak akan diperpanjang. Orang-orang asing itu juga tidak berusaha untuk berkomunikasi dengan pelaut Indonesia, apalagi membagi-bagi pengetahuan yang mereka miliki.

Kapten Rusli juga sudah melayangkan surat via email ke pihak terkait di Indonesia menyangkut nasib mereka. Namun, sampai sekarang belum ada respons. Ditengarai, kasus serupa juga terjadi di kapal-kapal lain.

“Nenek moyangku seorang pelaut” semoga tak terbatas hanya sebuah lagu. Jalesveva Jayamahe.[]

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun