Mohon tunggu...
Ganisebastian
Ganisebastian Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full time blogger

Seorang penulis sekaligus blogger yang menyukai hal hal baru untuk di pelajari, senang berbicara tentang hal yang berhubungan dengan pengembangan potensi diri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sulitnya PNS Mengurus Cerai, Ini Kisahku

7 Mei 2018   01:16 Diperbarui: 7 Mei 2018   09:07 46838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Ini kisahku, kepada pembaca Kompasiana. Saya seorang PNS yang bertugas di salah satu kota terpencil di Provinsi Jawa tengah.

PNS Juga Manusia Bukan Malaikat Juga Bukan Manusia Super

Tidak seorangpun yang menikah dengan cita - cita kelak akan bercerai dan tidak seorang pun yang menginginkan  perceraian terjadi dalam kehidupan rumah tangganya. Tapi ada hal-hal yang di luar kuasanya yang pada akhirnya menyebabkan seseorang memutuskan untuk berpisah.

Seperti manusia pada umumnya tidak semua PNS memiliki kehidupan rumah tangga yang mulus. Pahamilah PNS juga manusia biasa dan bukan mahluk yang sempurna. Yang membedakan PNS atau bukan PNS hanyalah masalah pekerjaan, bukan tentang jalan hidup yang unpredictable.

Pegawai Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Entahlah, ini kadang yang saya sendiri tidak dapat memahami. Saya PNS, dahulu kehidupan saya baik-baik saja, tapi takdir berkata lain kehidupan tidak berjalan semulus jalan tol. Dan Saya ada dititik terbawah dalam roda kehidupan yang berputar. Jadi apakah sebagai PNS saya salah karena kehidupan  berjalan tidak mulus?

Bedanya PNS dan Masyarakat Biasa Dalam Pengurusan Perceraian

Hal yang membedakan antara masyarakat biasa dan PNS dalam pengurusan perceraian adalah perlunya izin atasan untuk melengkapi berkas perceraian. Justru inilah yang paling sulit adalah saat mengurus izin atasan dan pada akhirnya membuat saya benar- benar membenci sistem birokrasi yang ada.

Bisakah Anda membayangkan, seseorang yang sudah mengalami banyak kesulitan untuk bisa mempertahankan rumah tangga, deritanya belum berakhir karena birokrasi pun ikut andil dalam memperpanjang kemelut dalam kehidupan pribadinya.

Ketika masyarakat biasa hanya perlu datang ke pengadilan agama, kami para PNS harus mengurus izin atasan dengan perjalanan yang sangat panjang, dari mulai tingat RT hingga ke atasan tertinggi.

Bisa dibayangkan kan berapa banyak beban psikologi yang harus ditanggung?

Kisah perceraian yang harusnya cukup di buka di pengadilan harus menjadi konsumsi publik. Faktanya pengurusan perceraian dalam birokrasi masih dianggap suatu hal atau urusan yang remeh.

"Ahh, apaan sih? Ngurus cerai nggak penting! Banyak urusan negara yang lebih penting!"

Inilah yang terkadang terasa menyesakkan dada. Andai bukan karena memang diatur dalam sebuah aturan perundangan "orang -orang seperti kami pun" tidak ingin mencampur adukkan urusan perceraian dengan urusan pekerjaan.

Kami hanya mengikuti prosedur yang harus ditempuh sesuai aturan. Dan karena sudah diatur maka harusnya juga di fasilitasi dengan baik dan jangan perlakukan kami sebagai  PNS sampah.

SOP (Standard Operating Procedure) yang Samar tentang Pengurusan Perceraian

Pada saat awal-awal mengurus cerai sekitar tahun 2016, saya sempat berkonsultasi dengan salah satu orang BKD. Nasehat yang sempat membuat saya keder untuk mengurus perceraian yaitu mengenai syarat yang setidaknya harus 2 tahun berpisah untuk bisa mengurus cerai karena biasanya bupati tidak akan mengindahkan permohonan yang kurang dari 2 tahun.

Padahal pada saat itu saya baru 1 tahun berpisah. Entah benar atau tidak, kemudian Saya buka-buka kembali aturannya :

Dasar Hukum

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS.
  3. Surat Edaran Kepala BAKN Nomor: 08/SE/1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS.
  4. Surat Edaran Kepala BAKN Nomor: 48/SE/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan  Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS

Alasan Sah Untuk Melakukan Perceraian

Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan yang sah, yaitu salah satu alasan atau lebih alasan sebagai berikut:

  1. Salah satu pihak berbuat zina ;
  2. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan ;
  3. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah serta tanpa memberikan nakfah lahir maupun batin atau karena hal lain di luar kemampuannya.
  4. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan berlangsung.
  5. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin yang membahayakan pihak lain;

Sebagai PNS  yang tidak melek aturan, mengurus proses perceraian itu sangat membingungkan. Apalagi saya memang tidak berpengalaman (siapa juga mau punya pengalaman seperti ini) dan tidak juga memiliki kenalan PNS yang pernah mengurus perceraian.

Di bawah tekanan "orang itu" yang saat itu mendesak saya untuk mengurus cerai, akhirnya saya membuat surat permohonan izin sidang dan menyerahkan langsung kepada Pejabat Eselon 2 di kantor.

Tapi, keluar juga ungkapan terkait dua tahun yang membuat saya  menjadi hopeless. Bahwasanya tidak ada "alasan" yang bisa disebut ringan atau berat. Karena tiap orang memiliki kemampuan Psikologi yang berbeda untuk menanggung masalahnya. Ringan menurut  Anda, mungkin berat untuk orang lain.

Inilah yang kadang yang membuat saya tidak bisa memahami, karena alasan pada point 6 sering dianggap kurang memenuhi ketika seseorang mengajukan perceraian. Apapun alasannya seharusnya tetap ditangani dengan cara yang sama. 

Kata-kata seperti inilah yang kerap saya terima, ketika banyak orang menanyakan alasan saya mengajukan proses izin sidang cerai.

"ahh... begitu saja ingin cerai..."

"ahh.. yang namanya pernikahan, pasti ada kalanya seperti itu.."

Karena mereka tidak tahu rasanya menjadi sepertiku.

Saat itu saya masih berpikir naif, permohonan izin  akan ditangani secara profesional sesuai ranahnya dan saya tidak berani menanyakannya lagi dan hanya menunggu dan1 tahun berlalu, tanpa tindak lanjut.

Kewajiban Atasandan Pejabat

  1. Setiap Atasan yang menerima surat permohonan izin untuk melakukan perceraian atau surat pemberitahuan adanya gugatan perceraian harus melaksanakan tugas dan wewenangnya seperti dalam hal menerima permintaan ijin perceraian, yaitu wajib merukunkan kembali kedua belah pihak dan apabila perlu dapat memanggil atau meminta keterangan dari pihak-pihak yang bersangkutan ;
  2. Apabila usaha merukunkan tidak berhasil, maka Atasan meneruskan permohonan izin untuk melakukan perceraian atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian kepada Pejabat.
  3. Pejabat harus memberikan surat izin/keterangan untuk melakukan perceraian kepada setiap Pegawai Negeri Sipil yang menyampaikan surat permohonan izin untuk melakukan perceraian atau surat pemberitahuan adanya gugatan perceraian;
  4. Apabila Pejabat lalai dan atau sengaja untuk tidak memproses lebih lanjut surat permohonan izin untuk melakukan perceraian atau surat pemberitahuan adanya gugatan perceraian yang diajukan, maka Pejabat tersebut dikenakan hukuman disiplin.

Berdasarkan sumber dari landasan teori.com

  1. Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin bercerai harus berusaha terlebih dahulu merukunkan kembali suami istri tersebut. Apabila usahanya tidak berhasil, maka ia meneruskan permintaan izin perceraian itu kepada pejabat melalui saluran hirarki disertai pertimbangan  tertulis  selambat-lambatnya  3  (tiga)  bulan  sejak  menerima  permintaan  izin tersebut. Dalam surat pertimbangan tersebut antara lain dikemukakan keadaan subyektif suami istri tersebut dan memuat pula saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi pejabat dalam mengambil keputusan.
  2. Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila alasan-alasan atau syarat-syarat yang dikemukakan dalam surat permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat harus meminta keterangan tambahan dari suami/istri Pegawai Negeri yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. 
  3. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak menerima surat permintaan izin tersebut (Pasal 13). Sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha terlebih dahulu untuk merukunkan kembali suami istri yang bersangkutan dengan cara memanggil mereka secara langsung untuk diberikan nasihat (Pasal 6 ayat (3)). Apabila tempat suami istri yang bersangkutan berjauhan dari tempat kedudukan pejabat, maka pejabat harus menginstruksikan kepada pejabat lain dalam lingkungannya untuk melakukan usaha merukunkan kembali suami istri itu. Jika dipandang perlu, pajabat dapat meminta keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami istri yang bersangkutan. Apabila usaha merukunkan kembali suami istri ini tidak berhasil, maka pejabat mengambil keputusan atas permintaan izin perceraian tersebut.

Kalau di lihat dari poin diatas seharusnya lama pemprosesannya membutuhkan waktu sekitar 6 bulan.

Setelah satu tahun tidak ada tindak lanjut akhirnya saya mencoba membuat surat permohonan lagi yang kali ini saya serahkan pada Sekretaris (ini karena saya tidak paham ya, kepada siapa permohonan izin cerai harusnya diserahkan). Untuk kali ini saya  berusaha melengkapi dengan syarat-syarat lainnya seperti surat keterangan dari desa.

Orang yang Tidak Pernah Mengalami, Dia Tidak akan Pernah Tahu Bagaimana Rasanya Menjadi Seperti.....

Kalau ini dianggap mudah, tapi tidak bagi saya. Saya sampai tidak bisa tidur untuk sekadar datang ke bapak RT dan kemudian dilanjut ke desa. Sungguh beban yang saya rasakan luar biasa.

Dalam kondisi bingung nggak jelas, saya pun mendatangi BP4 dimana saya pernah mengurus pernikahan sebelumnya. 

Tapi saya dianjurkan untuk mendatangi BP4 di Kecamatan tempat saya tinggal. Karena lokasi yang jauh dari rumah, akhirnya saya coba mendatangi BP4 terdekat.

Setelah konsultasi, saya disarankan untuk membawa surat pengantar dari kantor yang ditujukan BP4 Kabupaten dan baliklah saya ke kantor. Setelah konsultasi dengan atasan di kantor surat BP4 di skip dulu, mengingat proses di kantor belum jalan.

1 bulan, 2 bulan, mulai berlalu. Belum juga ada tindak lanjut. Pada saat itu saya berada dalam kondisi tertekan luar biasa karena saya sendiri tidak pernah membayangkan hal seperti ini harus terjadi dalam kehidupanku, dengan memproses ini rasanya saya sedang membuka aib rumah tangga. Hal inilah merupakan salah satu hal yang membuat saya sedemikian tertekan. 

Bener- bener kondisi yang campur aduk. Mau bertanya tidak berani, semua orang tampak begitu sibuk dengan urusan "penting" dan sepertinya  tidak ada waktu untuk urusan '"remeh". Tidak kuat menahan rasa, akhirnya terciptalah drama antara sang "pesakitan" dan ".....". Satu yang tidak kupahami, dan tidak kumengerti.

Setidaknya sebuah instansi memiliki SOP yang jelas untuk penanganan kasus seperti saya. Siapa yang harusnya menangani dan Bagaimana Cara menangani dan Harusnya Juga punya step yang jelas dan juga batas waktunya.

Jadi orang - orang seperti saya yang sudah mengalami masa-masa sulit dalam menjalani pernikahan tidak lagi ditambah penderitaannya dengan proses yang berbelit dan waktu yang tidak jelas.

Syarat Kelengkapan Mengajukan Perceraian Bagi PNS

  1. Surat permohonan yang bersangkutan melalui instansinya
  2. Foto copy surat akta nikah
  3. Foto copy SK terakhir
  4. Surat keterangan dari Desa atau kelurahan
  5. Berita Acara pembinaan dari BP4  (ada juga kabupaten lain yang tidak mensyaratkan)
  6. Berita Acara dari instansi

Dalam menerima sebuah permohonan izin seyogyanya seorang atasan bersikap netral, tidak baper dan tidak berada diposisi menyalahkan salah satu pihak atau membela pihak lain. Ataupun menyimpulkan sendiri hanya dari cerita-cerita yang beredar yang belum tentu benar. Tim yang ada diinstansi bertugas memfasilitasi dan memediasi.

Setelah banyak drama dan membuat saya putus asa dalam mengurus proses, entah karena SOP yang tidak jelas atau entah saya nya yang tidak jelas dan tidak mudengan. Akhirnya selesai juga proses di tingkat instansi di Tahun 2018 (itu artinya 2 tahun dari permohonan izin yang pertama), dan permohonan bisa naik BKPP dulunya BKD.

Awalnya saya pikir BKPP akan profesional dan cepat tanggap dalam mengurus permohonan izin, ternyata..oh..ternyata... sepertinya tidak jauh beda....

Sejauh ini instansi yang menurut saya profesional dengan SOP yang jelas adalah BP4, begitu surat permohonan masuk, 2 hari kemudian pemanggilan pertama, diberi waktu mediasi 1 minggu. Kemudian dilanjutkan mediasi yang kedua Mdan seminggu kemudian  berita acara sudah selesai.

Dan terima kasih juga untuk instansi tempat kerja yang lama (dimana orang yang saya gugat juga kerja disitu), respon terhadap permohonan saya begitu cepat dan mau memfasilitasi dengan cepat pula. Dari pertama kali menghadap sampai selesai urusan hanya butuh waktu 2-3 minggu, dan stepnya pun jelas.

Andai semua instansi terkait juga melakukan hal seperti itu..tidak akan ada orang seperti saya yang nasipnya terkatung-katung tidak jelas. Karena toh pada akhirnya yang memutuskan cerai atau tidaknya adalah PENGADILAN AGAMA.

Sulitnya mengurus perceraian mungkin saja bisa  menekan angka PNS yang bercerai karena  PNS mungkin juga akan berpikir ribuan kali untuk bercerai.. tapi sadarkah, bisa jadi PNS yang akan bercerai menyerah dan membiarkan dirinya hidup tetap terlilit dalam masalah yang tidak selesai, hidup tergantung tidak jelas, dan membiarkan dirinya berada dalam kondisi yang tidak membahagiakan. 

So, apakah mereka yang akan bertanggung jawab pada kondisi psikologi PNS tersebut...??

True Story From

Semoga Kompasiana mampu mengangkat cerita ini, dan berbagi pengalaman mengenai kasus serupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun