Mawar Surga
(bagian 1)
Matahari terus merambat hingga akhirnya menyelinap di ufuk barat. Perlahan sinarnya menghilang ditelan perbukitan. Aku berdiam diri di depan pintu memperhatikan orang yang berlalu lalang di jalanan. Suara adzan terdengar merdu mengalun diantara riuh rendah suara kendaraan yang melaju di jalanan depan rumahku. Bibirku tersenyum memperhatikan beberapa laki-laki muda yang tampak santun mengenakan sarung dan peci berjalan tenang di ujung jalan menuju masjid.
Tak ketinggalan di belakang mereka tampak beberapa gadis seusiaku mengenakan mukena terlihat sangat anggun. Mereka dengan ramah sambil tersenyum malu menyapaku. "Mari Mbak," Salah seorang dari mereka menegurku. Aku pun membalasnya dengan anggukan dan senyuman.
Mereka terus berlalu menuju Masjid. Aku mengamati mereka dengan penuh ketakjuban. Belum sempat aku berucap syukur mengagumi ketulusan mereka mendatangi panggilan Allah melalui adzan, tiba-tiba aku tersentak ketika Abah memanggilku dengan lantang. "Zhie Zhiee... ngapain kamu bengong seperti itu! Ora elok maghrib-maghrib berdiri di depan pintu," suara Abah yang lantang membuatku terhenyak.
Buru-buru aku menutup pintu dan berjalan mendekati Abah yang sudah menenteng sajadah bersiap menuju masjid. "Maaf Bah, Zhi Zhie takjub," ucapku lirih menghadang langkah Abah. Aku enggak sanggup melewatkan pemandangan yang begitu indah terpampang di depan mata," Abah tercengang mendengar alasanku. Dia balik menatapku dengan penuh kharisma. "Apa maksud kamu?! Kamu tidak akan bilang kalau menyukai salah seorang dari mereka, kan?!" cecar Abah setengah menginterogasi. Abah mengira kekagumanku ditujukan karena rasa sukaku pada laki-laki yang berlalu lalang lewat depan rumah.
Dadaku sontak bergemuruh, tersentak oleh pertanyaan Abah yang penuh selidik. "Ingat Zhie, kamu satu satunya putri Abah. Kamu tidak boleh sembarangan memilih laki-laki sebagai pendamping hidupmu. Kamu harus mencari laki-laki yang sekufu dengan kita," papar Abah menghawatirkan. Tapi, karena bukan laki-laki yang aku maksudkan, akhirnya aku memotong ucapan Abah. "Tapi bah," aku menyela ucapan Abah agar tidak makin salah paham. Abah menghentikan langkahnya yang hendak kembali berjalan dan menatapku tegas. "Enggak ada tapi-tapian. Abah tidak mau berdebat dengan kamu soal ini! sekarang buruan ambil wudlu, dan jangan lupa, nanti kamu yang menggantikan Ummi memimpin barzanji santriwati," ucap Abah mengahiri ucapannya sambil berlalu menuju Masjid.
Aku hanya tersenyum melihat kesalahpahaman yang terjadi, sambil segera bergegas menuju kamar mengambil perlengkapan sholat. Selang beberapa menit kemudian, akupun berjalan menuju Masjid agar tidak ketinggalan sholat berjama'ah. Hanya selemparan batu jarak rumahku dengan Masjid. Jama'ah perempuan dan laki-laki dipisahkan oleh tirai.
Baru saja kakiku melangkah memasuki serambi masjid terdengar suara Iqomat berlangsung, pertanda sholat segera dimulai. Akupun mempercepat langkahku menuju shof paling depan yang aku lihat masih kosong. Sholat Maghrib berjama'ah pun dimulai.
Suara Abah terdengar berat mengucapkan takbiratul ihram. "Allahu Akbar...," begitu suara Abah terdengar berat dan parau penuh kharisma. Satu persatu kedua tangan ma'mum terangkat melakukan takbir dan selanjutnya bersedekap. Begitu juga dengan aku. Akupun dengan suara gemetar mengucap takbir. Suara yang lirih, tapi membuat sekujur tubuhku berkeringat bak disambar petir. Pori-poriku membesar seperti tersengat lebah. Sebuah ekstase yang luar biasa membawaku melupakan apapun yang telah terjadi denganku dan lingkunganku.
Seketika aku terbang bak butiran debu yang tak beraturan. Terus melayang-layang sangat tinggi terbawa oleh makna terdalam dari kedalaman makna kalimat yang terangkai dalam takbiratul ihram.
"Subhanallah... begitu suci kasih-Mu. Begitu luas jangkauan sayang yang Kau tebarkan untuk semua ciptaan-Mu. Sebuah pengakuan tulus terbersit dari sanubari kecilku. Telingaku perlahan menyimak setiap lantunan surat al-Fatihah yang dibaca Abah terdengar makin merdu hingga membuatku makin kehilangan akan keberadaanku. Aku seolah masuk pada sebuah masa dan keadaan yang tidak aku kenali keberadaannya.