Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(RTC) Cerpen| Preman Insyaf

25 November 2017   17:36 Diperbarui: 25 November 2017   18:01 1818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic. smartdetoxpusat.wordpres.com

Sejak bertemu dengan Hindun di warungnya Bu Joni.  Penampilan Bangor jadi berubah. Celana jeans belel yang sobek di bagian  lututnya sudah tidak pernah dipakai lagi. Sepatu butut yang biasa  menemaninya jalan kemana-mana mendadak pensiun dini dan langsung masuk  ke dalam kardus bekas mie instant.

Padahal siapa yang tidak kenal dengan pemuda ini. Saban  hari nongkrongnya di depan gang. Begadang main gitar, sambil mabok, sudah  jadi bagian kesehariannya. Bangor merupakan potret pemuda yang Madesu  alias Masa Depan Suram.

Tidak ada orang tua yang mau lihat anak-anaknya bergaul  dengan Bangor. Preman kampung pengangguran yang hidup dan makan dari  hasil jadi petugas jaga malam. Honornya tidak seberapa. Kalau pun  pendapatannya bertambah, itu juga dikarenakan mewakili warga yang tidak  bisa melaksanakan ronda. Warga pun menggantinya dengan uang rokok yang  seadanya.

Tapi sejak bertemu Hindun, gadis manis itu. Bangor mendadak  berubah 180 derajat. Padahal semua juga tahu, Hindun anak Pak Haji  Sadeli, seorang juragan sapi di kampungnya. Sosok gadis idaman yang  digandrungi oleh pemuda di kampungnya.

Anaknya cantik, tinggi, putih dan semakin anggun dengan jilbab yang dikenakannya. Ah, mungkin Bangor jatuh cinta pada pandangan  pertama dengan Hindun anak seorang juragan. Bukan karena kecantikannya  atau siapa orang tuanya. Melainkan karena, sikap Hindun yang sopan dan  perhatian terhadapnya.

"Bang Arya, kan?" Sapa gadis itu di suatu sore. Saat Bangor sedang asik bermain gitar di depan warungnya Bu Joni.

Bangor memperhatikan gadis manis yang berdiri di depannya.  Karena sudah sejak lama orang melupakan nama aslinya. Kalaupun ada yang  tahu, itu juga penduduk asli kampung ini, serta mengetahui sejarah  hidupnya yang sudah sedari kecil menjadi yatim piatu.

"Siapa, ya?" Tanya Bangor waktu itu.

"Saya Hindun. Masak abang lupa!" Jawab gadis itu dengan seulas senyumnya.

Sekali lagi Bangor mengernyitkan keningnya.

"Oh, Hindun anak Pak Haji, ya! Wah baru inget saya..." Bangor mulai mengingat sosok Hindun yang berdiri di  hadapannya. Teman mainnya waktu kecil dan sekarang sudah menjadi seorang  gadis cantik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun