Mohon tunggu...
Gandazon H Turnip
Gandazon H Turnip Mohon Tunggu... Mahasiswa Fisika di Universitas Sumatera Utara

Saya memiliki kegemaran dalam menulis puisi dan opini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terjebak Didalam Hidup yang Semu

5 April 2025   19:08 Diperbarui: 5 April 2025   19:08 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita hidup bersama dengan teknologi yang berkembang begitu sangat pesat dalam dua puluh tahun terakhir ini dan telah membawa umat manusia memasuki sebuah peradaban baru yang sama sekali tidak pernah terpikirkan sebelumnya, karena di masa lampau untuk membentuk sebuah peradaban baru yang benar-benar mengubah tatanan kehidupan bermasyarakat butuh waktu yang sangat-sangat lama dikarenakan tidak terlalu banyaknya perubahan yang berarti dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.

Namun dalam kurun waktu 20 tahun ini tatanan hidup dunia begitu sangat cepat pergeserannya bahkan dalam hitungan jam atau menit selalu saja terjadi hal-hal baru yang menarik perhatian setiap umat. Ambil saja contoh sederhananya Artificial Intelligence atau yang sering disebut kecerdasan buatan. Fenomena ini telah menjadikan umat manusia seperti terjebak di dalam romantisme gaya hidup yang baru sekaligus mempertanyakan idealnya manusia itu hidup seperti apa.

Dewasa ini apa yang dianggap penting bagi kebanyakan orang adalah selera gaya hidup, kebutuhan untuk memperoleh pengakuan lebih tentang siapa aku sebenarnya, serta tentang eksistensinya sebagai seorang individu ditengah-tengah individu yang lain dengan asumsi lain adalah tidak ingin tertinggal dalam hal-hal receh sekalipun di media sosial.

Seyogiyanya sifat ini sudah melekat dalam diri individu setiap manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Manusia itu menginginkan sebuah status sosial yang lebih tinggi di dalam Masyarakat, tidak ingin terlihat lebih buruk dari orang lain serta sifat-sifat lain yang mengarah kepada keegoisan setiap individu. Hal ini dibuat semakin tampak nyata di dalam kehidupan kita sekarang dengan dukungan media sosial yang membuat semuanya semakin jelas dan terang benderang.

Peperangan terbesar umat manusia sejak dahulu kala adalah peperangan terhadap diri sendiri. Bayangkan manusia pertama tidak naif ingin menyerupai Tuhan Allah, sekarang kehidupan kita pasti lebih baik adanya, terbebas dari ancaman-ancaman yang tidak tahu kapan datang menghampiri.

Andaikan juga tidak ada orang yang ingin berkuasa lebih di dunia ini, kehidupan kita juga tidak akan serumit yang kita jalani saat ini. Sistem kapitalisme yang sangat buruk telah membentuk dunia dan manusia hari ini. Kesenjangan kaum borjuis dengan proletar antara si miskin dan si kaya.

Semua itu kembali berhasil mereka bungkus dengan kehadiran media sosial dan membuat semuanya semakin kelihatan semu, apa yang kita posting di media sosial belum tentu itu yang sedang kita kerjakan. Kita bisa saja memposting foto mengenai kebahagiaan padahal kita sedang dalam keadaan yang bersedih, begitupun sebaliknya. Manusia menjadi tidak terukur dan tidak memiliki batasan-batasan mengenai etika di dalam penggunaan media sosial.

 Efek domino dari media sosial lainnya adalah kita bisa mengakses informasi dari segala penjuru dunia dengan cepat, namun dengan cepat pula melupakannya karena sudah terdistraksi dengan infromasi baru yang datang melalui notifikasi. Hal ini akan membuat jiwa analisis kita semakin berkurang dan tidak memiliki empati lagi terhadap suatu hal karena terlalu kelebihan informasi, sehingga memunculkan sebuah istilah baru "fomo".

Sindrom fomo akan membuat kita cepat untuk berpuas diri serta cepat juga terbentur karena tidak memiliki alasan yang logis dan kuat untuk mencintai dan melakukan sesuatu hal. Ini menjadi bahaya karena akan berdampak juga terhadap psikologis kita sendiri ketika dihadapkan pada tantangan yang membutuhkan perjuangan dan kerja yang lebih keras kita akan cenderung mudah menyerah.

Efek fomo dari media sosial juga membuat kita cenderung lupa arti dan makna setiap yang terlewat di beranda kita masing-masing, sehingga kita menelan mentah-mentah saja semua yang terlewat dan langsung memasukkannya kedalam diri dan seolah-olah apa yang terpancar di beranda media sosial itu adalah sebuah kebenaran.

Ada istilah yang mengatakan "apa yang tampak belum tentu yang sebenarnya",

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun