Mohon tunggu...
Lyfe Pilihan

"Transform Your Company's Innovation Culture"

12 Maret 2018   08:34 Diperbarui: 10 April 2018   12:05 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : dr. Gamal Albinsaid, M.Biomed

 

 

Saya yakin dibalik produk atau layanan yang inovatif ada pemimpin yang inovatif, tim yang inovatif. Lalu apa yang bisa membuat sebuah perusahaan terus berinovasi tanpa henti melalui beberapa dekade perjalanannya atau yang saya sebut sebagai sustainable innovation? Saya yakin budaya yang inovatif adalah jawabannya. Dalam membangun sustainable innovation atau inovasi berkelanjutan kita harus mulai berpikir dan berusaha menginternalisasi nilai-nilai inovasi dalam organisasi atau perusahaan kita melalui pembangunan budaya inovasi (innovation culture). Hal ini menjadi penting karena sering kita lihat banyak perusahaan yang tumbuh pesat pada generasi pertama bermodalkan passion dan inovasi dari pendiri, serta kemampuannya membangun tim yang inovatif. Namun, setelah berganti generasi atau berganti kepemilikan, perusahaan itu kehilangan kemampuan menghasilkan inovasi. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan sang inovator membangun budaya inovasi yang lebih permanen dalam perusahaannya. Oleh karena itu, mampu membangun inovasi yang memiliki daya keberlangsungan, kita membutuhkan kepemimpinan yang inovatif, tim yang inovatif, dan budaya yang inovatif.

Boston Consulting Group (BCG) pernah menerbitkan temuan utama dari sebuah hasil survey “Most Innovative Companies 2014”. Berdasarkan hasil penelitian Boston Consulting Group (BCG), perusahaan yang berhasil berinovasi pada umumnya melakukan pendekatan inovatif sebagai sistem. Untuk membangun sistem yang inovatif, lihatlah perusahaan atau organisasi sebagai laboratorium ide baru. Di sisi lain, perusahaan atau organisasi harus memfasilitasi inovasi lahir lewat sumber daya yang ada. Sebagai contoh kebijakan Google mendorong pegawai untuk menggunakan 20% dari waktu kerja untuk mengerjakan ide mereka dan 3M company mengizinkan pegawai untuk menggunakan 15% dari waktu mereka untuk proyek yang mereka pilih.

Dalam perspektif lain, Gerard J. Tellis, Jaideep C. Prabhu dan Rajesh K. Chandy menunjukkan bahwa adaptabilitas merupakan pondasi paling penting dari keberhasilan membangun budaya inovasi di organisasi. Apakah arti dari adaptabilitas? Adaptabilitas adalah budaya yang mendorong untuk mengambil risiko, kemauan bereksperimen, inisiatif personal, pengambilan keputusan dan eksekusi yang cepat, serta kemampuan untuk melihat peluang yang unik. Untuk membangun sistem yang inovatif dibutuhkan lingkungan yang dedikatif untuk mendorong pendekatan ini.

            Sebagai pemimpin yang inovatif, Anda harus menanamkan sebuah prinsip pada tim Anda untuk mempertanggungjawabkan misi, fokus utama, kemampuan utama, dan sumber organisasi, serta komitmen pada stakeholder. Secara sederhana, Anda harus memberikan parameter-parameter dasar, lalu memberi tim Anda kebijaksanaan yang luas untuk melakukan pekerjaan mereka dalam usaha mencapai parameter-parameter tersebut. Pada titik ini pemimpin dan perusahaan harus mengedepankan rasa percaya kepada anggota tim. Reduce control and increase trust.

            Sebagai contoh sering kali pemimpin dan perusahaan memberikan deadline yang berat dalam berbagai kontrol kinerja untuk mencapai target, padahal tekanan berlebihan pada deadline tersebut akan membunuh inovasi sebelum inovasi itu lahir. Begitu tim Anda memahami bahwa mereka bertanggung jawab untuk menghasilkan produk atau layanan yang inovatif, Anda dapat memercayai mereka untuk tidak membuang banyak usaha, uang, sumber daya, dan waktu pada karya yang tidak memberhasilkan. Kepercayaan ini membantu untuk menempa dan membentuk budaya inovasi. Tidak ada inovasi tanpa kepercayaan.

Hal yang tidak kalah penting adalah mendobrak hierarki atau struktur yang kerap kali menghambat inovasi-inovasi itu tumbuh. Anda bisa memperkuat budaya inovasi dengan membuka ruang organisasi dengan tata kelola yang aspiratif dan akomodatif sehingga memungkinkan inovator melewati hambatan hierarki dan menjadikan ide-ide inovasi itu tumbuh dan berkembang tanpa hambatan birokrasi perusahaan.

            Tidak dapat kita sangkal bahwa membangun budaya inovasi adalah agenda paling utama dari banyak perusahaan dan banyak perusahaan telah mengumumkan bahwa inovasi menjadi prioritas utama perusahaan. Pemimpin – pemimpin mereka menjadikan inovasi sebagai nilai utama, berkhotbah dengan lantang tentang inovasi. Namun disisi lain, banyak karyawan di perusahaan disibukkan dengan pekerjaan teknis, tugas operasional bisnis, dan kerja – kerja berat dalam memenuhi permintaan konsumen. Oleh karena itu perusahaan harus mampu memacu pertumbuhan inovasi dari dalam. Tentunya itu bukanlah hal yang mudah, banyak gagasan yang mencoba menjelaskan dan menterjemahkan budaya inovasi ini. Berikut ini terdapat 3 pendekatan yang saya anggap sangat efektif untuk Anda terapkan dalam merevolusi budaya di perusahaan Anda.

1. Membangun Konsistensi dalam Berinovasi

            Pertama adalah gagasan yang dituangkan oleh Faisal Hoque, founder Shadoka yang juga penulis buku Everything Connects: How to Transform and Lead in the Age of Creativity, Innovation, and Sustainability. Menurut Faisal Hoque, terdapat 5 hal yang pada umumnya dilakukan secara konsisten oleh organisasi yang inovatif, yaitu mendengar, terbuka, kolaboratif, membangun kesetaraan, merangkul kegagalan.

Mendengar

Semua orang di dalam dan di luar perusahaan sering memiliki ide, gagasan, dan wawasan yang luar biasa untuk menghasilkan inovasi baru. Ide tidak selalu datang dari para ahli, bahkan terkadang inovasi terbesar berasal dari pemula, orang-orang baru, dan level struktur terbawah di perusahaan. Oleh karena itu, pemimpin dan semua orang di organisasi harus menghargai pendapat, ide, dan gagasan dari semua anggota mulai level struktur terendah hingga level struktur tertinggi. Tidak peduli struktur, posisi, dan jabatan, siapa pun yang punya ide dan gagasan mereka punya tempat untuk berinovasi di perusahaan.

Terbuka

Perusahaan yang berpikiran terbuka sering mengubah ide-ide dari perbincangan sederhana menjadi produk atau layanan inovatif yang dapat dipasarkan. Dengan berpikiran tertutup, organisasi hanya membatasi ide inovatif lahir dan mencegah ide-ide cerdas untuk tumbuh dan berdampak besar.

Kolaboratif

Tidak ada perusahaan yang berhasil dengan mengambil semua peran dalam mengembangkan inovasi yang baru. Kolaborasi dengan pihak di luar perusahaan sering menghadirkan perspektif dan gagasan baru dalam proses inovasi. Kami di Indonesia Medika memiliki prinsip “Kolaborasi untuk Akselerasi”. Kami yakin, banyak ide, sumber daya, dan talenta hebat di luar perusahaan. Kita bisa melibatkan mereka dengan berkolaborasi.

Berjalan setara

Proses persetujuan yang panjang, jalur komunikasi yang terputus - putus, dan birokrasi berjenjang adalah pengambat inovasi. Struktur manajemen yang setara akan memungkian menjadikan perusahaan sangat lincah. Oleh karena itu, perusahaan harus mulai membentuk sistem yang setara, efisien, dan cepat. Dengan demikian, pengambilan keputusan diambil lebih mudah dan cepat.

Menerima kegagalan

Banyak lompatan inovasi terbesar adalah hasil yang tidak diinginkan dan seringkali tercipta dengan tidak sengaja. Oleh karena itu, organisasi harus bersahabat, menerima, dan menghagai sebuah kegagalan. Hal ini akan menciptakan karakter dan budaya yang berani memulai dan mengembangkan gagasan-gagasan baru di organisasi, tanpa takut salah, takut gagal, dan takut rugi.

2. Perilaku untuk Membangun Budaya yang Inovatif

            Kedua adalah faktor-faktor yang dirumuskan oleh Jon Katzenbach, penulis buku The Wisdom of Teams dan Leading Outside the Lines: How to Mobilize the (In)Formal Organization, Energize Your Team, and Get Better Results. Banyak perusahaan ingin membangun budaya inovasi yang mampu mendorong karyawan untuk mengambil risiko dalam menghasilkan produk atau layanan terobosan. Tapi tanpa kita sadari, kadang sistem di perusahaan kita menjadi penghalang atau ancaman dari lahirnya inovasi tersebut. Budaya adalah efek dari perilaku bersama. Menurut Jon Katzenbach bahwa perusahaan harus fokus untuk mengubah beberapa perilaku yang krusial, yaitu sejumlah kecil perilaku penting yang akan berdampak besar jika dipraktikkan oleh sejumlah besar orang. Berikut ini adalah 5 perilaku yang dapat membangun budaya inovatif, antara lain :

Ciptakan kolaborasi internal dan eksternal

Inovasi adalah olahraga tim. Ini membutuhkan kolaborasi yang sangat baik antara semua unit. Menemukan sumber daya terbaik di dalam dan di luar organisasi Anda dan menggabungkannya adalah ciri dari inovasi yang sukses. Dalam perspektif internal, Anda harus memanfaatkan berbagai keahlian dan menarik selutuh kemampuan dari perusahaan untuk dapat menemukan solusi terbaik. Kolaborasi ini tidak akan terjadi ketika seseorang bekerja secara seorang diri, tetapi akan terjadi dengan adanya kolaborasi. Kolaborasi eksternal juga tidak kalah penting. Begitu banyak keahlian, kejeniusan, dan sumber daya yang melimpah di luar perusahaan yang bisa Anda ramu dengan sumber daya internal yang anda miliki untuk mencipatakan inovasi yang revolusioner. Jika kita bisa memanfaatkannya, kita akan mampu menciptakan lompatan besar dengan melahirkan produk dan layanan yang inovatif. Saatnya kolaborasi untuk akselerasi.

Motivasi intrapreneur Anda

Intrapreneur adalah orang-orang di organisasi yang memiliki pola pikir kewirausahaan dengan kemampuan memanfaatkan dan mengoptimalkan aset perusahaan. Untuk mendorong intrapreneur sukses, Anda harus mengenali, mengukur, dan mengapresiasi usaha inovatif mereka. Reward adalah bahan bakar untuk inovasi. Namun, Anda butuh lebih dari sekedar apresiasi finasial atau insentif. Anda perlu memberikan apresiasi publik untuk para inovator dan intrapreneur di perusahaan Anda. Mengapa demikian? Karena tidak ada satu pun orang di perusahaan yang melihat apresiasi finansial yang Anda berikan. Namun, saat Anda mempromosikan, memuji, dan mengapresiasi seseorang berdasarkan kontribusi dan peran mereka pada inovasi yang sukses, rekan kerja akan mencatatnya, mengingatnya, dan termotivasi. Hal ini akan mendorong rekan kerja lain melakukan inovasi yang sama atau bahkan lebih untuk mengejar apresiasi itu. Selain itu, sikap ini menunjukkan adanya komitmen dari perusahaan terhadap orang-orang yang menunjukkan perilaku yang benar-benar inovatif dan memiliki kapasitas intrapreneur yang kuat.

Tingkatkan kecepatan dan ketangkasan

Inovasi paling baik terjadi saat orang bergerak cepat dan lincah. Inovasi memerlukan perpaduan antara analisis data yang cepat dan pengambilan keputusan yang cerdas. Start up yang sukses pada umumnya mengetahui hal ini dengan intuisi mereka. Hal ini menjadikan mereka mampu melakukan upaya disruptive terhadap perusahaan besar yang memiliki lebih banyak sumber daya. Oleh karena itu, yang harus Anda lakukan dalam konteks ini adalah membentuk tim dan perusahaan yang lincah untuk mampu bergerak lebih cepat dalam menghasilkan layanan atau produk yang inovatif.

Berfikirlah seperti seorang Venture Capitalist

Venture Capitalist cenderung berfokus pada gagasan besar yang membuat risiko layak diambil dan sumber daya melimpah layak diinvestasikan. Anda harus melakukan hal yang sama. Jika Anda menumukan ide baru, tanyakan pada diri Anda “apakah ide itu mampu menghasilkan perubahan yang besar?” Jika iya, jangan hanya berpikir apa risikonya, tapi berfokuslah pada apa yang harus Anda lakukan untuk mewujudkannya? apa tantangan yang harus Anda hadapi? apa yang harus Anda siapkan untuk menghadapinya?

Membangun keseimbangan operasional dan inovasi

Survey PwC pada CEO menemukan bahwa 64% dari mereka berpikir bahwa inovasi dan operasional sama pentingnya. Perusahaan – perusahaan inovatif telah membuktikan bahwa mereka dapat mencapai keunggulan operasional, meningkatkan keuntungan, dan meningkatkan pendapatan dari produk yang ada sekaligus juga mengembangkan produk inovatif yang baru untuk masa depan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan tidak boleh hanya sibuk pada operasional dan mengesampingkan inovasi. Keduanya harus menjadi prioritas dalam aktivitas perusahaan. Jangan sampai sebuah perusahaan terjebak dalam kesibukan operasional, sehingga lupa dan tidak berinovasi.

3. Sistem untuk Membangun Budaya yang Inovatif

            Ketiga adalah konsep yang dirumuskan oleh General Assembly dan ONEin3 yang baru-baru ini mengumpulkan para wirausaha, design thinkers, dan inovator dari perusahaan dengan merk terkemuka dunia. Mereka berkumpul untuk memahami dasar apa yang harus diletakkan agar budaya inovatif dapat tertanam. Meskipun tidak ada satu cara yang benar untuk membangun budaya inovasi, diskusi mereka menemukan 5 strategi yang dianggap paling penting dan efektif, antara lain :

Memahami berbagai jenis inovasi yang dapat dibesarkan,

Salah satu permasalahan terbesar dalam upaya pengembangan inovasi baru adalah perusahaan sering kali tidak mendorong karyawan untuk berpikir melakukan pengembangan produk baru. Di sisi lain, sering kali karyawan yang tidak berhubungan langsung dengan pelanggan dipaksa untuk melakukan brainstorming ide dan menghasilkan produk baru. Mereka diminta berinovasi meskipun mereka memiliki kekurangan pengetahuan soal pelanggan. Dengan memahami area dimana karyawan dapat membuat inovasi, perusahaan dapat membantu karyawan berinovasi di bidang yang mereka memiliki pengatahuan mendalam dan terlibat untuk berinovasi sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pada hakekatnya strategi bisnis terdiri dari beberapa domain, yaitu 4P, Profit models, Processess, Products, dan Policies. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mendorong inovasi sesuai pada peran dan fungsi karyawan dalam perusahaan, sehingga mampu mendorong semua lini untuk berinovasi pada tugas dan fungsi masing-masing. Sebagai contoh, tim inovasi Microsoft secara aktif mendorong karyawan untuk terlibat dalam 3 bentuk inovasi yang berbeda, yaitu : produk, model bisnis, dan kebijakan. Dengan prinsip ini Microsoft berhasil membawa perusahaan ke arah yang sebelumnya tidak pernah mereka pikirkan.

Memberdayakan inovator-inovator handal

Bisnis besar memiliki karyawan yang banyak dengan struktur, birokasi, dan garis pelaporan yang jelas. Meskipun struktur ini memberikan banyak manfaat, namun struktur ini juga memberikan banyak hambatan dalam menciptakan budaya inovasi. Disisi lain, sering kali pemimpin perusahaan memberikan khotbah tentang manfaat inovasi, namun manager dan staf - staf mereka sibuk menjalankan tugas - tugas operasional. Satu hal yang juga sering terjadi adalah karyawan mendapatkan larangan berinovasi dari pimpinan mereka dan diminta kembali menyelesaikan tugas - tugas operasional mereka. Perusahaan – perusahaan yang inovatif pada umumnya dapat membantu karyawan mereka dengan menciptakan iklim, ruang, dan kebijakan yang ramah dan bersahabat untuk menguji gagasan baru mereka. Untuk memberdayakan inovator - inovator handal, perusahaan dapat mengefisiensikan hierarki struktur, menanamkan budaya di semua level untuk mewadahi inovasi dari karyawan, dan menghargai inovasi-inovasi mereka. Pada akhirnya, perusahaan akan menjadi tempat yang ramah dan bersahabat untuk inovator - inovator handal mengoptimalkan potensi mereka di semua level perusahaan.

Mendefinisikan ulang metrik dan insentif

Inovasi baru sering kali dinilai memberikan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini karena inovasi tersebut diukur berdasarkan metrik atau indikator yang sama dengan yang digunakan perusahaan untuk mengevaluasi bisnis yang sudah berjalan bertahun - tahun. Padahal, inovasi baru tidak dapat bersaing dengan bisnis perusahaan yang sudah berjalan lama. Hal ini menjadikan banyak inovasi dibunuh sebelum diberi kesempatan menunjukkan terobosan yang berdampak. Secara sederhana, dapat kita pahami bahwa karyawan diminta untuk bersikap inovatif, namun sayangnya sasaran kinerja, indikator yang digunakan, dan reward tidak bersahabat untuk para inovator ini. Oleh karena itu, perusahaan harus memeriksa kembali sistem mereka dalam menentukan indikator dan insentif dalam mengevaluasi kinerja dari inovasi baru.

Memberikan karyawan alat yang dibutuhkan

Sering kali ide - ide terbaik dalam perusahaan pad awalnya tidak mendapatkan daya tarik dan perhatian dari perusahaan. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan karyawan tersebut untuk menjelaskan kelebihan inovasi yang ada dan alasan yang menjadikan inovasi itu penting bagi perusahaan. Itu terjadi karena mereka tidak mampu menterjemahkan inovasi itu dengan sangat baik. Itulah alasan yang menjadikan banyak inovasi jatuh sebelum mulai berjalan. Banyak perusahaan ingin berinovasi, namun mereka tidak memberi alat atau kerangka kerja pada karyawan untuk menunjukkan mengapa inovasi itu bermanfaat, nilai apa yang diberikan, dan mengapa inovasi itu akan berdampak besar bagi perusahaan. Sebagai contoh, Autodesk, market leader pada software engineering dan desain 3D telah membangun budaya kuat berinovasi dengan memberikan karyawan rangkaian workshop inovasi. Karyawan mereka tidak diajarkan bagaimana menemukan inovasi baru, melainkan apa yang harus dilakukan dengan inovasi bagus yang mereka temukan atau dapatkan. Karyawan Autodesk diberikan pelatihan dan sumber daya untuk membuat proposal penawaran pada perusahaan yang difokuskan pada value dari inovasi mereka dan menunjukan mengapa perusahaan harus menerapkan inovasinya. Dalam hal ini, perusahaan harus mampu menciptakan instrumen, fasilitas, sistem yang secara terstruktur memfasilitasi inovasi itu dikomunikasikan hingga diimplementasikan di perusahaan.

Menwujudkan empat yang aman untuk bereksperimen

Banyak perusahaan telah menerapkan prinsip Lean Startup terkait eksperimen yang cepat dan mudah, namun tidak banyak yang benar - benar memberikan ruang yang aman untuk berinovasi. Terlepas dari retorika atau khotbah para pemimpin perusahaan tentang kesempatan berinovasi di perusahaan, sering kali kegagalan dari uji coba inovasi tersebut dianggap sebagai sebuah kesalahan yang merugikan. Kegagalan itu tidak dilihat sebagai sebuah kesempatan belajar. Padahal, kegagalan dari eksperimen ide harus dilihat sebagai sebuah keuntungan, karena telah mencegah perusahaan melakukan investasi lebih banyak pada ide yang berisiko memberikan banyak kerugian. Sebagai contoh tim The New Urban Mechanics dari kantor Walikota City of Boston yang menyediakan model public sector yang sangat baik, sebagaimana perusahaan private sector menciptakan ruang yang aman untuk berinovasi. The New Urban Mechanics terdiri dari orang-orang tanpa tugas sehari-hari. Anggota tim mereka hanya berfokus untuk membantu departemen lain menciptakan inovasi baru. Yang cukup menarik, departemen ini membantu departemen-departemen lain melakukan eksperimen terkait inovasi mereka, jika eksperimen itu berhasil, departemen tersebut mendapatkan keuntungan. Namun, jika gagal The New Urban Mechanics akan menanggung semua kerugian. Dengan melindungi departemen yang ingin mencoba sebuah eksperimen dari ide yang inovatif, tim tersebut telah menciptakan atmosfer kepercayaan diri, keamanan, kenyamanan, dan kebebasan berinovasi.

            Tentu saja, tidak semua orang dan stakeholder di perusahaan Anda siap mengubah karakter dan sistem hari ini untuk menjadi lebih inovatif. Yang harus anda lakukan hari ini adalah menunjukkan dan membuktikan bahwa perilaku dan sistem inovatif menghasilkan terobosan besar pada dampak sosial dan dampak finansial dari bisnis. Pada akhirnya sistem dan perilaku inovasi ini akan diikuti oleh orang - orang di perusahaan.

            Banyak perusahaan berbicara tentang bagaimana inovasi menjadi prioritas utama dan banyak pemimpin perusahaan berkhotbah soal inovasi di atas podium. Namun, hanya sedikit yang benar - benar menciptakan budaya inovasi, dimana karyawan diberdayakan untuk mengemukakakn, mengembangkan, dan menghasilkan inovasi hebat. Oleh karenanya, yang harus kita lakukan antara lain memikirkan kembali apa nilai-nilai yang diinternalisasi, memeriksa kembali apakah sistem kita sudah mendukung atau menghambat lahirnya inovasi, memperbaiki bagaimana cara kita mengevalusi dan mengapresiasi kinerja karyawan dalam berinovasi, dan menyediakan sumber daya bagi karyawan untuk melahirkan dan menyalurkan inovasi. Dengan 4 hal tersebut, perusahaan dapat membangun kebebasan, kemudahan, dan kenyamanan karyawan dalam berinovasi. Pada akhirnya, hal ini akan membentuk budaya inovasi yang membantu perusahaan mencapai visi mereka dengan lebih cepat. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa budaya inovasi akan lahir dari keamanan berinovasi, kenyamanan berinovasi, dan yang paling penting kebebasan berinovasi.

            Jika tiga sektor itu telah dicapai, yaitu kepemimpinan yang inovatif, tim yang inovatif, serta budaya yang inovatif, maka nilai-nilai inovasi bisa tertanam secara mendalam dan mengakar, sehingga cita-cita sustainable innovation juga akan terealisasi. Semoga konsep-konsep ini bisa membantu Anda mengembangkan inovasi dalam perusahaan atau organisasi Anda dan membuat Anda melakukan hal-hal baru, berbeda, dan berdampak besar, serta memastikan daya keberlangsungan dari inovasi Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun