Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Generasi yang Dinanti-nanti

7 Maret 2018   17:56 Diperbarui: 10 April 2018   13:37 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh : dr. Gamal Albinsaid, M.Biomed

 

 

Wajah Baru Gerakan Pemuda Indonesia

Pemuda selalu menjadi tulang punggung yang mengawal Indonesia dari waktu ke waktu. Pemuda memiliki saham besar dalam melahirkan bangsa Indonesia melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kemudian mengawal lahirnya Negara Indonesia melalui peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945, mengakhiri Orde Lama melalui gerakan mahasiswa 1966 yang menuntut Tri Tura, dan melahirkan reformasi pada 1998 setelah menduduki gedung DPR/MPR. Itu adalah tinta emas perjalanan sejarah pemuda yang menjadi aktor utama dalam berbagai momentum mulai zaman penjajahan hingga era reformasi. Kita pemuda Indonesia harus mewarisi semangat itu untuk melanjutkan kontribusi peran kita dalam mengawal bangsa, bukan sekedar untuk membuktikan eksistensi, namun memahami bahwa ini semua adalah tanggung jawab moral dan beban historikal kita sebagai pemuda Indonesia. Ini tugas kita. Bung Karno pernah berpesan “Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir”. Pesan Bung Karno bahwa “ini bukan tujuan akhir” harus kita maknai bahwa ini semua adalah lembaran awal dalam perjalanan bangsa kita dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Lalu apa cita – cita luhur kemerdekaan kita itu? Menyebarkan kesejehteraan di Bumi Indonesia. Pesan yang mendalam itu sudah seharusnya menghentakkan kita semua bahwa tidak sepatutnya kita sekedar berbangga atau berpuas diri atas semua karya pemuda-pemudi pendahulu kita, tapi kita harus mampu menciptakan momentum baru yang mampu menjadi lompatan besar dalam melesatkan peradaban Indonesia melalui kerja – kerja kolektif untuk mewujudkan cita-cita kita berbangsa dan bernegara.

Sembilan puluh tahun berlalu semenjak Sumpah Pemuda, pemuda-pemudi Indonesia kini mengalami titik transformasi yang harus mampu menunjukkan maturitas gerakan melalui peran-peran konstruktif dalam menyelesaikan pelbagai permasalahan bangsa. Kita tidak perlu lagi menjadi aktor dalam mengakhiri dan memulai sebuah era atau rezim, tapi lebih jauh lagi kita harus menjadi aktor utama dalam melahirkan sebuah karya – karya gemilang yang mampu membawa peradaban kita lebih maju hingga sejajar dengan bangsa – bangsa lain. Diantara berbagai pesimisme akibat pergaulan ramaja yang jauh dari moralitas, lunturnya budaya di kalangan pemuda, dan ketidakpedulian sosial politik, ada pemuda-pemudi kita yang bergerak cepat, nyata, dan massive dalam membangun sebuah ide, gagasan, pemikiran yang kemudian melahirkan pegerakan sosial dan memberikan sumbangsih nyata yang konstruktif dan solutif dalam pembangunan bangsa.

Jika dahulu di Sumpah Pemuda ada Mohammad Yamin dari Sawah Lunto Sumatera Barat dan Katjasungkana dari Madura, hari ini kita memiliki Andreas Senjaya dengan inovasi iGrow, Panji Aziz dengan gerakan Isbanban, Nur Agis Aulia dengan gerakan Jawara Banten Farm, Alfatih Timur dengan inovasi kitabisa.com, Adamas Belva dengan inovasi ruangguru.com, Nadiem Makarim dengan inovasi Go-jek, Ahmad Zaki dengan inovasi Bukalapak, dan banyak pemuda lain yang membangun optimisme bangsa, serta menunjukkan wajah baru peran pemuda Indonesia. Di era milenial yang penuh tantangan ini, sebagian dari mereka mampu mengelola potensi modernisasi teknologi dalam berbagai sektor untuk mengoptimalkan peran pemuda secara siginfikan hingga mampu menjadi titik akupuntur yang mengobati pelbagai permasalahan bangsa.

Jika dahulu gerakan pemuda diidentikkan dengan melakukan kajian dan diskusi yang dilanjutkan dengan turun ke jalan untuk berdemo, kini gerakan pemuda harus dan telah mulai bertransformasi dalam kesadaran akan permasalahan bangsa dan dilanjutkan dengan melakukan kerja-kerja nyata untuk menyelesaikan pelbagai masalah yang ada. Mereka menunjukkan sebuah karakter yang berjiwa ksatria dengan mengambil tanggung jawab sosial, membangun masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan, dan menghadirkan solusi-solusi yang inovatif, tajam, dan menghentakkan kita semua. Pemuda-pemuda ini memiliki 2 sikap utama, pertama kritis terhadap permasalahan yang ada dan bertindak nyata untuk menyelesaikannya. Mereka tidak hanya berhenti dengan belajar mengenal masalah atau menyuarakan masalah, tapi mereka juga mampu membangun kesadaran pribadi atas masalah yang ada, menghimpun sumber daya untuk kemudian melakukan kerja-kerja kongkret, dan berkelahi melawan masalah itu. Mereka bekerja dalam sunyi untuk mengisi kekosongan-kekosongan yang selama ini tidak mampu dicapai oleh pendahulu – pendahulu kita. Mereka mengembalikan kittah kemerdekaan Indonesia dalam hakikat yang sebenarnya, yaitu memperjuangkan kesejahteraan.

Seperti itu pula pesan Sang Eyang Habibie, “Hanya anak muda sendirilah yang bisa diandalkan untuk membangun Indonesia, tidak mungkin kita mengharapkan dari bangsa lain”. Kita pemuda Indonesia tidak dalam posisi memberikan kritik untuk bangsa Indonesia, pemuda dari bangsa lain boleh mengkritik bangsa Indonesia, tapi tidak dengan kita pemuda Indonesia, karena kita adalah bagian dari Indonesia. Bukan tugas kita memberikan kritik, tugas kita adalah menghadirkan solusi. Sepanjang sejarah Indonesia, pemuda Indonesia memainkan peran penting dalam membawa perubahan politik, sosial, dan ekonomi, dan mendorong negara maju ke depan. Setelah 1928, 1945, 1966, 1998, tahun berapakah momentum sejarah selanjutnya akan terjadi?

Momentum Akseleratif Pemuda Indonesia

Mari sejenak melihat posisi perkembangan Pemuda Indonesia dalam persaingan dunia. Pada tahun 2016, skor Youth Development Index (YDI) kita sebesar 0,527 yang menempatkan kita pada urutan 139. Peringkat tersebut merupakan hasil beberapa indikator, termasuk diantaranya health and well being kita dengan skor 0,699 di urutan 96 dan education kita dengan skor 0,683 di urutan 115. Youth Development Index kita sesungguhnya meningkat 14% dalam 5 tahun terakir. Namun sayangnya, kita mengalami penurunan pada health and well being akibat penggunaan obat-obatan terlarang dan penyakit HIV. Tidak salah jika sekarang kita dalam kondisi darurat narkoba dan itu termasuk extra ordinary crime, bayangkan di tahun 2016 sekitar 5,8 juta orang Indonesia adalah pengguna narkoba, 33 orang meninggal per hari akibat dampak penyalagunaan narkoba, dan 60% atau sekitar 27.000 penghuni lapas adalah terkait kejahatan narkoba. Pada indikator pendidikan, kita mengalami peningkatan signifikan pada sekolah menengah. Satu hal yang cukup menarik dan membanggakan adalah kita mengalami peningkatan pada partisipasi masyarakat dalam kerelawanan (volunteerism) yang meningkat lebih dari 2 kali lipat dalam 5 tahun terakhir hingga menjadi 32%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun