Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlawanan Nasabah Tertimpa Musibah terhadap Perbankan

1 Desember 2018   12:00 Diperbarui: 1 Desember 2018   12:04 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyimak tulisan Saudara Irwan Rinaldi Sikumbang dengan judul Nasabah Korban Bencana Minta Pegahapusan Kredit, Bukan keringanan Kredit (kompasiana, 24 November 2018 14:50 Diperbarui: 24 November 2018) Semakin menyadarkan penulis betapa pentingnya mengartikan dan memaknai kembali posisi dan peran rakyat sebagai pemilik kedaulatan sekaligus pada sisi lain sebagai konsumen ataupun juga nasabah. Pada tulisan tersebut, saudara Irwan lebih menguraikan bagaimana situasi dilema dan penderitaan yang sulit terkatakan oleh masyarakat kususnya yang tertimpa bencana dan musibah Tsunami dan Gempa di Palu.

Jutaan masyarakat lainnya  yang kebetulan menyimak kejadian benca na tersebut dengan serta merta tergiring rasa solidaritasnya untuk berbondong-bondong menolong tanpa harus diperintah dan dikomando oleh siapapun, termasuk dalam hal ini adalah pemerintah. Serbuan dan gelombang bantuan berdatangan silih berganti. Baik itu yang mengatasnamakan personal masyarakat ataupun institusi. Sikap sepontan-kolektif ini sudah lumrah terjadi disetiap negara bangsa yang kebetulan lagi dilanda musi bahbesar seperti yang terjadi di Palu dan Lombok.

Itulah apresiasi kemanusiaan, lebih-lebih ketika musibah tersebut terjadi di Indonesia yang notabene terkenal sebagai masyarakat yang berjiwa besar dengan praktek gotong-royong dan tolong menolong yang begitu tinggi dan massif.

Namun masalahnya tidak hanya berhenti disitu. Penderitaan dan kesengsaraan mereka terus berujung derita  hingga sekarang. Bahkan penderitaan yang mereka rasakan sekarang nyaris tidak ada satupun kalangan diluar mereka yang tergerak untuk segera memberikan pertolongan. Karena penderitaan yang mereka alami sekarang lebih pada persoalan utang piutang dengan perbankan. Inilah kasus yang terus menghantui dan menggerogoti otoritas dan hak mereka sebagai warga negara yang layak berfikir sehat dan waras.

Mempertanyakan ulang nalar sehat dibalik kebijakan Perbankan.  

Lagi-lagi kita disuguhi oleh kasus yang disitu melibatkan masyarakat sebagai konsumen ataupun nasabah  berhadapan dengan institusi swasta ataupun juga lembaga negara yang seringkali tidak pernah tuntas  dalam hal upaya mencari solusi win-win solution. Dan seringkali pula kita saksikan akhir sebuah cerita bahwa posisi rakyat akan mengalami nasib mengenaskan karena berada pada posisi yang terkalahkan. Atau lebih tepatnya dinistakan hak-haknya secara sepihak.

Berjibun pertanyaan yang mengendap dalam alam sadar pasti akan mengarah kepada posisi, peran, hak dan kewajiban kita sebagai warga negara yang syah mengantongi kedaulatan untuk mempertanyakan otoritas dan otonomi yang sama dihadapan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Bukan sebuah rahasia lagi bahwa sejak dahulu posisi masyarakat akan dibuat tidak berdaya ketika berhadapan dengan institusi bonafide entah itu notabene swasta ataupun badan sebuah lembaga Negara. Sebutlah dalam hal ini adalah lembaga perbankan yang identik dengan dengan prosedur yang njlimet dan rumit.  Pikiran curiga kita terkadang muncul terkait dengan logika transaksi yang diterapkan oleh setiap lembaga kususnya perbankan ketika melakukan transaksi dengan calon nasabah.

Pada prakteknya setiap kali terjadi perjanjian antara pihak perbankan dengan calon nasabah muncul sebuah mekanisme sepihak yang cenderung disodor-paksakan. Pihak Nasabah hanya tahu berlembar-lembar klausul aturan yang cenderung ditodongkan tanpa ada kesempatan untuk membaca ulang detail paket aturan yang dibikin oleh pihak bank. Karena pihak bank tahu betul psikologis nasabah pada posisi tidak berdaya. Sehingga yang terjadi bukan sebuah perjanjian yang seimbang antara kedua belah pihak. Tapi penodongan regulasi kepada debitur

Sedari dulu telah muncul kesalahpahaman dari pihak nasabah sendiri yang tidak dibenahi hingga sekarang bahwa debitur adalah pihak yang membutuhkan pertolongan. Sebaliknya pihak kreditur adalah sang penolong yang kebetulan mempunyai fasilitas berupa kucuran dana segar yang begitu diharapkan oleh pihak pengutang. Entah disengaja atau tidak, namun dalam prakteknya hingga sekarang kekeliruan cara pandang ini sengaja diamini oleh seluruh pelaku perbankan.

Bergaining position debitur yang tidak berdaya tersebut semakin dilemahkan ketika terjadi ketidak lancaran usaha. Tak pelak berjibun sanksi dan ataupun pinalti menghujani nasabah tanpa adanya toleransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun