Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar "Satu Nyawa TKI" Sama dengan "Kedaulatan RI"

22 Maret 2018   20:47 Diperbarui: 23 Maret 2018   08:42 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh  miris mendengarnya. Satu pejuang TKI menjadi kurban lagi. Entahlah, akan berjatuhan berapa kurban lagi berikutnya hanya masalah perjuangan untuk menyambung hidup dan penghidupan yang layak.

Penderitaan demi penderitaan terus menimpa saudara kita sebangsa dan setanah air. Nyawa warga negara hari ini tidak lebih dari sekedar takaran "nilai devisa" atau bahkan lebih rendah lagi.

Kali ini giliran kurban menimpa saudara kita yaitu saudara Zaini Misrin berasal dari bangkalan Madura yang dieksekusi mati pada Minggu (18/03/2018). Dia akhirnya harus merelakan nyawanya dalam hukuman mati dengan cara sangat tragis yaitu dihukum pancung. Sebuah keputusan sepihak dari kerajaan arab yang konon berdasar-tumpu pada bentuk hukum "syariat islam" yang tidak bisa diganggu gugat. Bahkan sekapasitas Raja Arab sendiri  tidak bisa intervensi setingkat dengan Grasi atau amnesti.

Tapi dalam tulisan ini urgensi Pembahasannya bukan pada konteks mempertanyakan valid tidaknya tingkat kebenaran dari kasus tersebut serta keabsahan dari otoritatif hukum yang diberlakukan disana .

 Karena nasi sudah menjadi bubur. Sang pahlawan dari Bangkalan tersebut sudah tiada lagi. Dengan menyisakan pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Pertanyaan yang terus menggantung seperti layaknya teka-teki tiang gantungan yang siap  menunggu korban ekskusi-eksekusi para TKI berikutnya.

Namun paling tidak tragedi kematian Zaini Misrin mampu menggugah relung kesadaran terdalam rakyat Indonesia akan sisi kemanusiaan yang seringkali luput dari pembahasan keseharian kita. Inti dari subtansi  sebagai warga bangsa adalah hak hidup dan penghidupan yang harus dilindungi  secara layak sekaligus  dijunjung tinggi tanpa terkecuali. Karena siapapun dia selagi masih terdaftar secara dejure dan defacto sebagai warga negara Republik Indonesia harus dibela sampai titik darah penghabisan.

Pada sisi lain kita juga tidak menutup mata bagaimana upaya Pembelaan pada ranah hukum serta pendampingan yang dilakukan oleh Pemerintah lewat Kedubes RI sudah dilakukan secara maksimal.  Bahkan upaya lain yang bersifat diplomatif langsung dilakukan oleh Presiden SBY kala itu untuk meninjau ulang pelaksanan ekskusi hukuman mati terhadap saudara Zaini Misrin. Upaya tersebut terus berlanjut hingga Pemerintahan  Jokowi sekarang ini.

Tidak berhenti disitu, Pendampingan yang bersifat langsung kepada korban sudah dilakukan oleh Organisasi Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementrian Luar Negeri. Namun ternyata perjungan dari segala lini tersebut harus berakhir sia-sia dan begitu menyakitkan.

Terlepas dari itu semua yang kita pertanyakan adalah mengapa tidak ada otoritas Lembaga hukum internasional yang mampu meninjau ulang pelaksanaan hukuman mati  pada sebuah negara. Jika dipandang melanggar hak-hak Universal atas nama kemanusian. Dan yang jelas hukuman  mati akan selalu bertabrakan dengan prinsip Undang-Undang HAM Internasional.

Kritik oto-kritik terhadap peran pemerintah.

Tibalah saatnya bahwa harga satu nyawa manusia menjadi "representasi" dari harga sebuah bangsa.  Pada konteks  Zaini Misrin dan kasus-kasus yang sudah terlanjur terjadi sebelumnya akan berbanding lurus dengan sebuah pertaruhan dari harga diri sebuah bangsa. Atau lebih tepatnya muncul sebuah adagium baru bagaimana takaran "satu nyawa TKI sama dengan satu kedaulatan RI."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun