Mohon tunggu...
Galih Deornay
Galih Deornay Mohon Tunggu... Mahasiswa - i am a student of international relations, international issues and applied theory in international relations studies is getting me addicted to why and what the world is constructed today. more than that, I am a baby learning to walk in my mother's arms.

"Bukan untuk sekolah saya hidup, tetapi untuk hidup saya sekolah."

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perlukah Indonesia Mengadopsi Model Pembangunan negara-negara Asia Timur?

5 Maret 2022   03:21 Diperbarui: 26 Maret 2022   03:27 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Haruskah Indonesia menjadikan model pembangunan negara Asia Timur (Jepang-Korea) sebagai pedoman/model utama pembangunan di Indonesia saat ini?" Saya pikir pertanyaan seperti ini adalah sebuah pertanyaan yang bukan lagi baru didalam masyarakat akademisi dan ekonomikus Indonesia. Saya pikir, pertanyaan ini terlalu western bias dimana negara berkembang dan miskin menjadikan model pembangunan negara maju (core) sebagai acuan menilai, apakah sebuah negara berkembang itu sudah dikategorikan menjadi negara maju? Setiap negara pasti memiliki perbedaannya masing-masing baik dari sudut pandang sejarah, ekonomi, sosial, politik, SDA, dan SDM pasti berbeda. 

Bahkan bayi kembar sekalipun tidak bisa kita katakan mereka itu sama dalam segala hal. Begitupun dengan negara-negara di dunia, sebut saja negara demokrasi seperti Indonesia, Amerika dll.-, mereka disebut negara yang sama menganut sistem demokrasi dan sistem ekonomi liberal, namun Indonesia masih saja dikategorikan negara berkembang dan bukan negara maju seperti Amerika. faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya itulah yang menjadi perbedaan kenapa negara demokrasi masih ada yang miskin, salah satunya adalah Indonesia. 

Saya pikir, kata menjadikan model utama tersebut kita perlu koreksi, seolah-olah kita menjiplak sistem dan cara mereka kemudian kita terapkan dalam negara kita, dengan harapan bahwa kita juga bisa menjadi negara maju seperti mereka. Pada dasarnya, kita hanya perlu mengadaptasi kemudian kita modifikasi dengan memperhatikan faktor-faktor yang sudah saya sebutkan sebelunya diatas. Berkaca dari sistem pemerintahan dan ekonomi yang dijalankanya dalam oleh Jepang dan Korsel saat ini, ada perbedaan dalam peran pasar dan pemeritahanya dengan apa yang digunakan Indonesia saat ini. 

Mereka menepatkan negara dan pemerinthanya sebagai nahkoda tunggal yang kemudian menjadi penggerak menuju kesuksesan. Negara ikut campur tangan dalam ekonomi dan pasar, kemudian negara dapat mengatasi masalah pokok yang kita kenal dengan kegagalan pasar (market failured). Kemudian dalam sistem politiknya adanya sebuah keseragaman didalamnya, bahwa polarisasi politik dalam sistem pemerintahanya tidak begitu menonjol kemudian pemerintah dapat mengontrol dengan baik boleh dikatakan karena perbedaan didalamnya itu sangatlah sedikit. Jika kita berkaca pada Indonesia saat ini, hal-hal inilah yang perlu kita koreksi dari sistem kita saat ini. Polarisasi politik di Indonesia sangat ditonjolkan, kemudian pasar adalah pemegang kendali dalam ekonomi kita saat ini, walaupun masih ada campur tangan negara, atau yang kita kenal dengan demokrasi authoritarianisme. 

Hal-hal inilah kemudia menjadi pembangunan di Indonesia menjadi stak dan tidak dapat menyamai dan menyusul menjadi sebuah negara maju. Pemerintahan yang menjalankan sistemnyapun mendapati rasa kurang percaya dari masyarakat (lack of thrust) kepada pemerintah. Berbeda dengan negara Jepang dan Korsel dimana masyarakatnya rata-rata memiliki kepercaya yang tinggi kepada siapapun pemerintahanya. Sebut saja yang terjadi di Indonesia, pendukung partai Gerindra (Bpk. Prabowo S.) akan cendrung menolak hal-hal yang dilakukan Oleh Bpk. Jokowi sebagai presiden dari kubu Partai lawan (PDI). Segala sesuatu yang dialakukan oleh sistem pemerintahanya Jokowi pasti menuai kritik dan penolakan yang besar, dimana pada dasarnya penolakan itu sendiri muncul dari orang-orang yang sebenarnya menajdi lawan politiknya. 

Hal-hal seperti inilah yang kemudian meghambat secara langsug atau tidak langsung dalam menjadikan negara kita tetap stak dan tidak berkembang. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan, LSI (Lembaga Survei Indonesia) mencatat adanya penurunan sekitar 6,3 persen kepercayaan publik terhadap Presiden pascapilpres 2019. Adjie memaparkan, sebesar 75,2 persen menyatakan masih percaya dan sebesar 18,8 persen menyatakan tidak percaya. Kita perlu melakukan sebuah tindakan seperti kata saya adalah rebirokrasi serta mendukung dan percaya kepada siapa saja pemerintah yang berkuasa terlepas dari dari mana asal partainya, darimana agamanya, dari mana asalnya, dll-. 

Sejarah mengajarkan, perbaikan ekonomi membutuhkan pembangunan institusi seperti reformasi birokrasi, perbaikan pelayanan publik, tata kelola pemerintahan, kepastian hukum, memerangi korupsi, dan menjaga lingkungan hidup. Tengok kasus Indonesia: orientasi kepada pembangunan ekonomi yang tak diikuti pembangunan institusi telah mendorong maraknya KKN. Pembangunan institusi dan hak politik tak memikat pada saat ekonomi baik. Namun, ia jadi penting dalam kesulitan sosial dan ekonomi. Itu sebabnya, pembangunan harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, termasuk hak sosial dan politik. Ia harus inklusif (Muhamad C. B, Harian Kompas. Edisi: Kamis, 2 Desember 2021. Rubrik Opini. Halaman 6). Kegagalan Pembangunan di Indonesia serta krisis sosial yang melanda Indonesia sejak 1997 hingga saat ini bukan terjadi begitu saja, melainkan suatu proses panjang yang melibatkan seluruh stake holders. 

Dapat dikatakan, krisis multidimensi yang terjadi hingga saat ini merupakan wujud nyata dari kegagalan pembangunan. Selain itu, sistem pasar yang ada di berbagai negara berkembang cenderung tidak menyediakan informasi yang lengkap. Struktur pasar dalam hal barang dan jasa pada umumnya lebih cenderung tidak sempurna. Bahkan hal tersebut memunculkan, monopoli dan oligopoli bisa saja terjadi. Hal inilah yang kemudian menjadi pengulangan apa yang sebelumnya sudah saya katakan bahwa peran Pemerintah dalam mengontrol pasar untuk mengurangi dampak kegagalan pasar (market failured). Saat ini, Indonesia masih terdapat banyak masalah yang harus dibenahi seperti ketergantungan industri pada negara maju, pasar dan informasi yang tidak sempurna, dan tingginya tingkat pengangguran. 

Sedangkan pada negara maju seperti Amerika Serikat,jepang, Korsel dll-, permasalahan ekonomi yang dihadapi umumnya ialah kurangnya permintaan yang menghambat pertumbuhan saja. Dengan demikian, sebagai sebuah negara demokrasi dan menganut ekonomi liberal, Indonesia saat ini perlu melakukan pembenahan ulang dalam segala bidang yang seperti saya jelaskan sebelumnya. Pembangunan Indonesia itu, perlu mencakupi multidimensi tidak semata hanya ekonomi, pembangunan yang inklusif perlu adanya sebuah rebirokrasi sitem, mendorong masyarakat dalam menigkatkan kepercayanya, kemudian kontrol pemerintah kepada pasar dalam demokrasi authoritarianisme dapat mengatasi kegagalan pasar (market failured)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun