Mohon tunggu...
Galant Victory
Galant Victory Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Pasar Modal Syariah

Fokus studi di bidang Ekonomi dan Akuntansi, hampir 10 tahun mengenal dunia Pasar Modal, aktif di komunitas Studi Ekonomi Islam sejak duduk di bangku perkuliahan. Kini aktif sebagai analis dan praktisi Pasar Modal Syariah khususnya Saham Syariah.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Seputar Kontroversi Kriteria Saham Syariah

14 Maret 2021   20:00 Diperbarui: 18 Maret 2021   16:01 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu kriteria saham syariah yang hingga saat ini masih menjadi perdebatan oleh sebagain kalangan adalah batas toleransi utang perusahaan berbasis bunga yang ditetapkan oleh DSN-MUI sebesar maksimal 45% dibandingkan total aset. 

Sebagian pihak berpendapat bahwa meskipun utang berbasis bunga itu jumlahnya sedikit, tetap tidak dapat menjadi alasan menetapkan kehalalan investasi saham. 

Kita tentu menghargai setiap pendapat, namun kita juga yakin bahwa DSN-MUI yang beranggotakan ulama-ulama yang berkompeten di bidangnya dan tentu sudah melakukan kajian yang mendalam serta memiliki dasar untuk menetapkan suatu perkara halal atau haram. 

Jadi buat kita yang tidak ingin berdebat panjang, kita bisa menggunakan pendapat DSN-MUI ini karna kita tidak memiliki keilmuan yang mendalam terkait fiqh, atau hukum agama lainnya.

Namun, hanya untuk jadi bahan diskusi dan agar menghidarkan orang lain berprasangka buruk lebih jauh tentang investasi saham, saya akan coba memberikan rasionalisasi terkait kenapa kirteria yang satu ini menjadi masuk akal dijadikan kirteria saham syariah. 

Barangkali juga dapat membantu anda yang masih ragu terhadap saham syariah. Karna saya bukanlah ahli fiqh atau ahli agama maka pendapat saya kali ini akan disampaikan berdasarkan sudut pandang basis keilmuan saya di bidang ekonomi dan akuntansi. Adapun untuk pertimbangan fiqh atau hukum agama, saya yang awam ini lebih memilih menggunakan pendapat DSN-MUI.

Kita tentu sudah mengetahui bahwasanya struktur permodalan perusahaan itu terbagi atas 2 bagian yaitu Utang dan Modal Sendiri (Disetor). Pengertian sederhananya, Utang merupakan pinjaman dari pihak lain yang wajib dikembalikan saat jatuh tempo. 

Sedangkan Modal Disetor adalah setoran dana dari pemilik perusahaan baik individu maupun kelompok. Agar perusahaan dapat menjalankan kegiatan bisnisnya, keduanya kemudian dikonversi menjadi Aset perusahaan. Itulah kenapa dalam basic akuntansi kita mengenal istilah Aset=Utang+Modal. Artinya di dalam suatu Aset perusahaan terdapat bagian (porsi) utang dan modal di dalamnya.

Kenapa pemahaman terkait struktur permodalan ini menjadi penting? Karna meskipun terlihat bersatu menjadi sebuah Aset, namun sejatinya struktur modalnya tetap terpisah dan akan memberikan konsekuensi yang juga berbeda. Apa buktinya? Mari kita ambil contoh seandainya perusahaan di kemudian hari diputuskan untuk menjual seluruh asetnya, maka hasil penjualanya sebagian akan digunakan untuk melunasi utang dan sebagian lagi menjadi hak pemilik perusahaan. 

Contoh lagi adalah ketika perusahaan mendapatkan laba dari bisnis, maka sebagian digunakan untuk mencicil utang dan sebagian lagi menjadi hak pemilik modal (tentunya setelah dikurangi kewajiban lain). Itulah salah satu alasan kenapa di dalam akuntansi, utang dan modal juga harus dicatat secara terpisah karna sejatinya di dalam suatu aset terdapat porsi masing-masing yang tidak boleh tercampur.

Masalah kemudian muncul ketika utang yang diambil oleh perusahaan berasal dari pinjaman berbasis bunga. Inilah alasan sebagian pihak masih meng-haramkan saham syariah karna menganggap seluruhnya sudah tercampur menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Seperti sebuah bakso yang bahannya terbuat dari daging setengah haram dan setangah halal. Mustahil untuk dipisahkan. Benarkah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun