Mohon tunggu...
Galant Victory
Galant Victory Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Pasar Modal Syariah

Fokus studi di bidang Ekonomi dan Akuntansi, hampir 10 tahun mengenal dunia Pasar Modal, aktif di komunitas Studi Ekonomi Islam sejak duduk di bangku perkuliahan. Kini aktif sebagai analis dan praktisi Pasar Modal Syariah khususnya Saham Syariah.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Cuan Maksimal dari Perusahaan dengan Marjin Laba Rendah

13 Maret 2021   10:20 Diperbarui: 13 Maret 2021   10:29 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada kondisi normal saham dari perusahaan dengan Profit Margin (Sebelum Pajak) yang kecil memang terlihat tidak menarik untuk diinvestasikan. Karna itu artinya perusahaan mengeluarkan terlalu banyak biaya dan rentan mengalami kerugian. Tapi lain halnya jika itu terjadi pada kondisi ekonomi memburuk dan sedang berangsur-angsur membaik. Seperti yang terjadi saat-saat sekarang ini.

Setelah tahun lalu ekonomi kita babak belur dihantam pandemi, tahun ini dan tahun berikutnya akan menjadi masa pemulihan ekonomi dan jika program vaksinasi berjalan lancar, krisis pandemi Covid-19 ini akan segera berakhir. Pada kondisi seperti ini, perusahaan dengan Profit Margin rendah bisa jadi akan menghasilkan lonjakan laba sangat tinggi ketika ekonomi membaik. Sehingga dapat dijadikan peluang untuk berinvestasi saham. Kenapa bisa seperti itu?

Saya akan analogikan dengan contoh kasus sederhana. Beberapa tahun lalu ketika masih SMA saya sering berpergian kemana-mana dengan menggunakan angkutan umum atau bus kota. Suatu ketika pada saat itu pemerintah mengumumkan mengurangi subsidi atau menaikkan harga BBM. Maka yang terjadi pada saat itu ialah seluruh tarif angkutan juga ikut dinaikkan bahkan hingga 2x lipat. Namun, beberapa waktu kemudian pemerintah memutuskan untuk menurunkan lagi harga BBM Subsidi. Secara logika kita tentu akan mengira bahwa tarif angkutan seharusnya juga akan turun. Tapi apa yang terjadi tidaklah demikian, pengelola angkutan nyatanya sama sekali tidak menurunkan tarif angkutan melainkan harganya masih sama seperti ketika harga BBM sebelum. diturunkan.

Contoh yang lebih besar adalah ketika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM karna faktor harga minyak dunia yang juga naik. Namun setelah harga minyak dunia kemarin jatuh, bahkan ke harga terendah, apakah pemerintah juga menurunkan harga BBM. Jawabannya adalah tidak.

Hal seperti ini sangat lumrah ditemui dalam bisnis terlebih lagi bisnis yang bergerak di sektor B2C. Menurut saya ada beberapa alasan kenapa perusahaan melakukan hal ini.

Pertama, perusahaan akan memanfaatkan momentum untuk menutupi kerugian sebelumnya.
Setelah sebelumnya perusahaan mengalami kinerja yang menurun disebabkan krisis atau ekonomi memburuk, maka sangat wajar jika saat kondisi ekonomi membaik perusahaan akan memanfaatkan momen untuk tetap menaikkan harga atau memilih melanjutkan efisiensi biaya. Didukung dengan penjualan yang meningkat, maka peluang untuk meraih lonjakan profit akan semakin terbuka.

Kedua, memanfaatkan psikologi konsumen.
Saat krisis konsumen akan cenderung untuk menahan pengeluaran dan memilih menyimpan uang untuk berjaga pada situasi darurat. Namun ketika ekonomi mulai membaik, biasanya hasrat untuk berbelanja menjadi tidak terbendung. Selain itu, konsumen juga sudah mulai beradaptasi dengan kenaikan harga pada masa krisis sehingga ketika krisis selesai dan dana yang tersedia juga cukup maka konsumen cenderung tidak akan menganggapnya mahal lagi. Inilah yang coba dimanfaatkan oleh perusahaan, dengan menaikkan harga sedikit, konsumen mungkin tidak akan mempermasalahkan, tapi bagi perusahaan dengan jumlah produksi besar, kenaikan harga yang sedikit tentu akan berdampak besar bagi laba perusahaan.

Pada situasi seperti ini, perusahaan dengan Profit Margin lebih rendah akan memperoleh presentase peningkatan laba yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan pada gambar di bawah.

Ilustrasi perhitungan sederhana
Ilustrasi perhitungan sederhana
Dari gambar di atas kita dapat melihat bahwa Perusahaan B yang memiliki Profit Margin lebih rendah mampu memperoleh lonjakan laba yang lebih tinggi yaitu sebesar 250% dibandingkan Perusahaan A yang hanya naik 30% pada kondisi yang sama. Tentu yang lebih menarik bagi investor adalah bukan hanya pada jumlah labanya tapi lebih kepada pertumbuhannya.

Inilah yang disebut oleh Peter Lynch sebagai Turnarounds. Perusahaan mampu membalikkan keadaan dari sebelumnya berkinerja buruk menjadi baik. Pada kondisi seperti ini biasanya juga akan dibarengi dengan lonjakan harga saham yang cukup siginifikan. Tentu saja, perusahaan dengan Profit Margin tinggi akan lebih menarik secara jangka panjang. Namun, ada peluang bagus di saat ini yang sayang dilewatkan. Jadi jangan underestimate dulu perusahaan dengan Profit Margin yang rendah.

Disc : Tulisan ini bukan merupakan ajakan melainkan hanya berbagi informasi. Disarankan tetap melakukan analisa menyeluruh sebelum memutuskan beli atau jual. Keputusan ada di tangan masing-masing. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun