Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tips Menjaga Tubuh Tetap Langsing; Makan Pelan-Pelan

26 Juli 2012   15:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:35 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

... makan dengan pelan-pelan!

***

„Bu, makannya lama sekali. Aku ke bawah dulu boleh?“Protes suami saya. Seperti biasa dari kami berenam, sayalah yang paling terakhir selesai makan.

“Enjoy, Pak. Biar tetap langsing, makan pelan-pelan.”

“Siapa bilang?” Ia menggoda saya dan mengelus-elus perutnya yang kekenyangan.

„Guck mich an …“ Saya pinta ia memandangi postur tubuh saya yang kata teman-teman di Jerman, seperti anak remaja (ternyata anaknya tiga). Gaya “belagu” saya membuat belahan jiwa yang baik hati itu makin geli. Ledakan tawa kami lepas.

Hm, makan pelan-pelan merupakan kebiasaan saya sejak kecil. Tak pernah ada keinginan tergesa-gesa menyelesaikan makanan dalam piring. Jika waktu terbatas bukan saya yang mempercepat waktu demi mengejar setoran ke perut, melainkan mengurangi porsi makanan sehingga waktunya pas meski pelan mengunyah.

Oh, ya, saya pernah gemuk saat hamil dan menyusui saja. Lain waktu saya selalu kembali seperti sediakala, langsing (atau kurus, ya?xixi). Kuncinya, makan seperlunya dan pelan-pelan. Seingat saya waktu pelajaran di sekolah, 32 kali mengunyah lebih baik. Waaa lama seqale ya?

“Und noch Lavinia soll viel mehr essen. Sie hat immer diät geplannt, weniger gegesen und garnicht getrunken … I think you need more, Lavi. You’re young and you’ve so many activities … need power and it comes from the right food and beverage”. Saya pinta anak kiriman LSM Stuttgart itu untuk makan dan minum lebih banyak lantaran ia masih muda jadi memiliki banyak kegiatan. Sedangkan tenaga itu dihasilkan dari pasupan makanan dan minuman yang cukup.

“Ich bin dick.” Anak asuh saya dari Rumania itu masih tak yakin bahwa ia harus makan sepantasnya karena sudah gemuk. Ia jalani diet yang ketat, makan hanya sepantaran nasi kucing. Untuk pos belanja kami, ini sangat bersahabat. Untuk kesehatan, belum tentu.

“Nein, du bist nicht dick. Du bist sexy.” Saya besarkan hati gadis berusia 18 tahun itu, bahwa ia tidak gemuk namun tergolong seksi dan patut disyukuri. Diet yang tak tepat saya kira menyiksa diri. „Eat more but slower ….“ Nasehat saya seperti ibu pada anaknya. Semoga ia benar-benar mendengarkan meskipun saya bukan ibu kandungnya. Right, Lavi?

***

[caption id="attachment_202823" align="aligncenter" width="498" caption="Makan pelan di hari pertama buka puasa bersama teman-teman pengajar Bimbel"][/caption]

Slow Food Movement dikatakan telah dimulai di Italia hampir dua dekade ini demi membatasi kecepatan fast food menggaet masyarakat dunia.

Leo Babauta juga menuliskannya di internet. Mengapa kita sebaiknya makan pelan-pelan?

1.Demi mengurangi berat badan secara alami

Berbagai penelitian terdahulu menemukan bahwa hanya dengan memakan makanan dengan pelan-pelan akan membuat kita mengkonsumsi sedikit kalori. Setidaknya 20 pound selama setahun akan hilang dari tubuh tanpa mengganti pola makan, mengganti makanan atau melakukan sesuatu demi mengurangi BB.

Alasannya adalah butuh 20 menit untuk mengirim pesan kepada otak bahwa perut kita sudah kenyang. Bayangkan jika dengan rakus kita melahap makanan, pesan itu terlambat melampau batasan pikiran „full“. Sedangkan makan pelan membuat kita memiliki waktu yang cukup untuk menyadari harus berhenti makan tepat waktu.

2.Agar bisa menikmati makanan

Bagaimana jadinya jika kita tak menikmati makanan karena tergesa-gesa? Sayang sekali melewatkan sensasi makanan yang lezat bahkan bisa jadi mahal hanya karena kita tak bisa makan pelan-pelan.

Sepertinya kenikmatan makanan akan lebih terasa saat dikunyah pelan-pelan. Makan dengan cepat, apa poin yang dirasakan. Tensi kelezatan pastinya berbeda karenanya meski dengan porsi yang sama, satunya dimakan cepat satunya dimakan pelan. Ada kebahagiaan yang bahkan bisa jadi lebih karena memakannya dengan sabar.

3.Membuat sistem pencernaan lebih baik.

Dengan mengunyah makanan pelan-pelan, ini akan membantu kerja pencernaan karena kita telah mengunyahnya dengan lembut/beberapa kali sehingga pelumatan didalam kantong perut itu tak sebanyak saat seseorang mengunyahnya cepat-cepat karena masih kasar.

4.Dapat mengurangi stress

Makan pelan-pelan dan benar-benar memperhatikan apa yang dimakan akan mengurangi tekanan pada otak. Sebuah latihan yang butuh kesabaran. Makan dengan tergesa-gesa membuat seseorang bisa jadi gemuk karena setelah makan usai, memikirkan makanan selanjutnya yang bisa disantap apa ya? Wah!

5.Berfungsi aktif melawan fast food dan memperpanjang umur

Semakin modern kehidupan manusia, semakin modern cara hidupnya. Saya perhatikan fast food sudah menjalar ke pelosok sebuah negeri.

[caption id="attachment_202827" align="aligncenter" width="513" caption="Ayam dan kentang goreng dari freezer,fast food"]

13433153661659648664
13433153661659648664
[/caption]

Makan fast food ini pastinya boleh-boleh saja sekali-kali tetapi jika berubah menjadi sebuah kebiasaan bahkan ketagihan, akan merusak kesehatan, tidak bahagia dan stress.

Makan di warung yang enak, restoran yang bagus atau yang terbaik … masak sendiri di rumah hingga mengetahui secara pasti komposisi, kebersihan, manfaat dan lebih hemat.

Selain kelima alasan Leo diatas, saya asumsikan makan pelan-pelan amat menginspirasi karena:

6.Menanamkan rasa hormat

Sebagai tukang masak rumahan, ada rasa senang saat mereka yang saya layani duduk berlama-lama dan menikmatinya (bukannya lekas-lekas makan lalu pergi). Tak ubahnya ada sebuah penghormatan pada saya yang telah bersusah-susah memasak. Begitu pula saat Lavinia yang masak. Tak lupa tradisi mengucapkan "Terima kasih telah memasak/memakannya" dan "Guten apetit atau selamat makan."

[caption id="attachment_202828" align="aligncenter" width="415" caption="Menghargai masakan si Lavi"]

13433154991107050144
13433154991107050144
[/caption]

7.Menciptakan rasa keindahan

Makan pelan-pelan menandakan adanya segi estetika. Misalnya dalam sebuah film yang sering saya tonton, rasanya tak asyik melihat orang makan dengan tergesa-gesa bahkan berbunyi atau terakhir, bersendawa (meski oleh beberapa masyarakat belahan dunia lain “berbunyi saat makan berarti sebuah penghormatan, masakannya enak.”).

Sepertinya ada table manner yang dipelajari dengan cara makan yang indah, tidak hanya urusan asal masakan masuk perut. Makan makanan dengan sopan, entah itu sendirian atau saat bersama-sama menciptakan estetika.

Oh, iya, selain makan pelan-pelan, olahraga … berpuasa bisa menjadi kiat yang lain untuk tetap langsing dan sehat? Selamat berpuasa atau berbuka.

[caption id="attachment_202829" align="aligncenter" width="548" caption="Bersama tim aerobik kota, didepan G.Karpfen"]

1343315573922129267
1343315573922129267
[/caption]

Masih pukul 17.00, buka puasa baru 21.24. Jerman timing-nya summer … hiks.

Fine. Mari menjadikan makan pelan-pelan sebagai budaya hidup yang sehat. Slow food movement? Siapa takut? Eh, tapinya ada rasa takut juga lantaran beberapa orang seperti suami saya, ia ini memiliki gen gemuk. Saya tak begitu yakin apakah cara ini mujarab untuk golongan mereka.(G76).

Sumber:

1.Pengalaman pribadi

2.http://zenhabits.net/5-powerful-reasons-to-eat-slower/

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun