Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Perbedaan Arti Bunyi Klakson di Indonesia dan di Jerman

7 November 2016   14:38 Diperbarui: 7 November 2016   17:09 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jetleg. Sepertinya masih terbawa jam Indonesia. Jadwalnya belum tidur sudah ngantuk. Jadwalnya belum pagi, sudah bangun!
Yahhhh, sudah deh ... nulis artikel ini sajalah daripada bengong.

Apa sih, bedanya bunyi klakson di Indonesia-tanah tumpah darah dan Jerman, negeri tumpangan?
Ohhh ... Jerman sudah dingin. Kemarin sudah hujan salju. Padahal, dua minggu di Indonesia kemarin, selalu hangat. Hiks. Bayangin rasanya, kan? Jadi seperti Igel aka landak yang maunya Winterschlaf, bersembunyi di tempat yang hangat untuk relax dan mencari kehangatan. Di rumah!

Ok. Sekarang mau mengenang masa-masa di Indonesia. Banyak sukanya, ada pula dukanya. Yang paling nyebelin dan bikin kaget, salah satunya adalah bunyi klakson. Di Indonesia, membunyikan klakson itu sudah biasa dan sepertinya harus dilakukan ketika berkendara, dengan makna;
- "Minggir" (merasa VIP yang harus barisan paling depan di jalan dan diberi jalan. Di Jerman, mobil akan segera membelah jalan dan minggir entah ke kiri atau ke kanan secara otomatis tanpa klakson jika mobil Ambulance atau polisi yang bersirene lewat).
- "Ayo, maju!" (nggak peduli jalan penuh dan macet, barisan di depan harus tetap maju).

Di Jerman, jarang orang membunyikan klakson tiap hari, kalau ada, artinya sebagai berikut;
- "Jangan melamun, maju" (biasanya di lampu merah yang lampunya sudah hijau tapi mobil di depan kita masih saja nongkrong).
- "Kami menikah!" (pada pawai mobil rombongan pengantin, baik di jalan raya atau gang kecil).
- "Tim kita menang" (usai pertandingan sepakbola baik lokal atau internasional).
Tuhhh, beda kan?

Mungkin itu salah satu sebabnya, sudah menyetir di Eropa 10 tahun ini tapi tetap saja takut menyetir di negeri sendiri. Bingung lagiiii.

Persamaan arti klakson di dua negara masih ada, yaitu "Hallo, saya lewat".

Heran-Heran Kagum
Sebuah pesan di facebook dari mbak Shanty Up Radio. Beliau pernah sebentar jadi manager Smart FM Semarang tempat saya 4 tahun siaran. Mbak Shanty menanyakan apakah saya bisa nimbrung siaran live bersama Elena dari Canada dan Mathilda dari Perancis. Tentu saja, segera saya agendakan. Mau!!! Kangen siaran meski dalam hidup sudah 11 tahun siaran. Xixi ... Kuranggg.

Siaran berbahasa Inggris dipandu penyiar Up Radio, si Ari Bule (haha ... Kirain beneran bule, kamu! Ternyata ... Orang Jawa, sama!). Temanya selalu soal budaya. Digelar setiap hari Selasa, pukul 15.00-16.00. Dari sejam conversation, ada percakapan yang penting dan menarik, kira-kira begini;
"How do you feel coming back here, in your hometown?" Tanya Ari. Dia pengen tahu bagaimana rasanya ketika saya kembali ke kampung halaman.
"I'm really shocked. The streets are full. Everyone plays klaxon. I'm afraid to cross the zebra cross, the bridge is too high and so many holes which makes my underwear to be seen. Everybody drives crazily. It's totally different to the time I lived here about 10 years ago." Rasa-rasanya, 10 tahun yang lalu, Semarang tidak seramai dan seganas itu. Jalanan juga masih lengang. Sekarang menyeberang di zebra cross mau ditabrak, mau pakai jembatan, ketinggian dan bolong-bolong.

"Above that, I'm wondering how there is no accident happened here. In Paris, you can find it easily on the streets. It seems your people are taking care each other. That's amazing!" Mathilde adalah asisten pengajar beberapa dosen bahasa Inggris di UPGRIS Semarang. Dia sendiri heran, kok bisa ya, dengan jalan yang padat dan semrawut, semua baik-baik saja. Istilahnya, semua orang meski gila tetap saling menjaga agar tidak ada kecelakaan. Lain lagi di Paris, Perancis yang sudah banyak aturan dan jalannya tidak sesemrawut Semarang tapi tetap saja terjadi kecelakaan. Mathilda merasa heran-heran kagum dengan budaya mengemudi di tanah air, khususnya Semarang.

"Yeah, I think so ... It's the same situation in Canada. People use klaxon properly" Elena, perempuan imut bernomor sepatu 41 itu ikut mengiyakan keheranan dan opini Mathilda. Di Canada, jalanan tidak bakal berantakan. Klakson tidak sembarang digunakan orang.
"Oh, even in Germany, you can see many single accidents. For example, a car crashed a tree." Kecelakaan tunggal paling sering terjadi di Jerman. Dengan aturan ketat, tetap saja banyak orang nabrak pohon dan mati, padahal jalanan lebar dan sepi. Ujar saya.
"Sure. Alcohol and cell phone ... Those two things are dangerous" Elena ingat bahwa penyebab kecelakaan tunggal adalah penggunaan alkohol sebelum menyetir dan sibuk memakai handphone. 

Batas maksimal kadar alkohol di Jerman hanya 0,01, lebih dari itu tidak boleh menyetir. Sedangkan pengemudi yang ketahuan menggunakan telepon genggam tanpa handsfree atau disambungkan ke speaker mobil, SIM bisa dicabut berbulan-bulan. Kalau tidak salah 3 bulan. Kalau dibiarkan, itu bisa membahayakan pengemudi bahkan orang lain. Lebih baik minggir di tepi jalan dan mematikan mesin mobil dan melakukan aktivitas dengan telepon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun