Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bolehkah Mengirim Surat Lamaran Kerja Lewat Email?

7 Maret 2013   16:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:09 1581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana pengalaman Kompasianer melamar pekerjaan? Mulai dari mencari informasi, menulis surat lamaran dan melengkapi dengan berkas yang dibutuhkan (CV dan kopian dari sertifikat dan ijazah), mengirim hingga tes dan wawancara.

Di Indonesia, saya masih menggunakan kertas tapi sejak di Jerman ini, saya jadi mengerti bahwa melamar lewat email diperbolehkan dan diperhatikan. Ada buktinya, mujarab pula.

Berikut pengalaman saya ….

***

Pertama kali pindah ke Jerman, saya heran, seorang kenalan baru saja menceritakan bahwa dia baru saja diterima kerja di salah satu badan PBB di Köln. Waaaa … hebat.

Saya tanya resepnya. Biasa saja, bahkan ia mengatakan mengirim surat lamaran hanya lewat email. Sudah begitu bahasa Inggris dan gaya bahasanya agak celelekan (red: bercanda).

Wow. Diterima kerja setelah melamar lewat email? Bisa dan boleh, tho?

Akhir Desember 2011, saya mencoba jadi inventur di sebuah swalayan. Coba-coba, pengangguran tersamar, bekerja tapi tidak pada talentanya. Satu jam 7 euro, seharian.

Februari Tahun 2012. Ketika anak ragil sudah bisa melepas tangannya dari ujung rok saya, saya mulai mencari pekerjaan yang saya inginkan. Sebuah lamaran lewat email saya kirim kepada pemilik bimbel di kota TREN. Memang bimbel itu memasang iklan di sebuah koran. Mereka tidak menganjurkan mengirim lamaran lewat email tetapi alamat email itu terbaca oleh saya dan melahirkan ide … kirim lewat internet saja, ah, daripada datang sendiri.

Tak disangka, malamnya saya langsung ditelpon, sayang kami sedang bepergian. Begitu melihat displaytelepon, ada mailbox. Tercatat sebuah nomor asing disana. Sebuah email balasan ditulis bapak itu dan mengatakan ingin bertemu untuk wawancara dan berharap mendapat kopian dari attachment files yang saya kirim bersama email.

Satu hari setelah wawancara (yang lebih saya katakan sebagai obrolan santai ngalor-ngidul) dan menandatangani perjanjian, saya langsung mengajar tiga orang murid kelas 10 Realschule. Haduhh, belajar lagi … buka-buka buku.

***

Pengalaman kedua adalah minggu ini. Hari Senin, saya mampir ke arisan ibu-ibu Indonesia (mbak Cici, mbak Kristin dan mbak Anik). Saya sebut begitu karena mereka berkumpul, duduk-duduk dan minum-makan kecil, layaknya arisan di tanah air. Hahaha … jangan dilempar tas ya, mbak? Saya tidak punya duit.

Disana, saya bercerita kepada mereka bahwa saya baru saja mengirim surat lamaran ke sebuah bimbel di kota TUN. Sudah dijawab oleh kantor pusat dan tertulis, akan ada petugas yang menghubungi. Mereka senang bahwa saya mencari pekerjaan yang sesuai dengan pengalaman, pendidikan, bakat dan minat.

Tak disangka, hari Selasa, saya ditelpon dari bimbel kota S, yang ternyata cabang dari bimbel kota TUN. Katanya, jarak rumah dengan kota S lebih dekat ketimbang kota TUN meski sebenarnya bagi saya sama saja, 15 menit. Wanita itu mengabarkan bahwa ia ingin bertemu dengan saya untuk wawancara. Berkas-berkas harap dibawa.

Ya. Bimbel SH yang memiliki cabang di seluruh Jerman itu memang memiliki sebuah website. Disana, bimbel yang terakreditasi bagus itu, mengumumkan lowongan bagi siapa saja yang berminat menjadi guru bimbel SH. Kolom itu saya isi, lengkap dengan data saya. Itulah mengapa mereka mengirim email kepada saya sebagai balasan atas lamaran saya via on line itu. Iya … ya … jaman modern. Kalau bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit ?

Begitu wawancara, kami langsung berunding soal honor. Walahhh … hanya 16,50 euro untuk 90 menit. Sedangkan 1 jam dihargai 11 euro. Sedikit sekali. Padahal di bimbel pertama, saya mendapat 16 euro untuk 60 menit dan 45 menitnya saja sudah 12 euro. Mana kelasnya lebih kecil, lebih fokus.

Kalau dipikir-pikir … tarif normal bekerja di Jerman biasanya 7-10 euro/jam memang. Ini sudah bagus??? Ya, sudahlah.

Kata si wanita, itu sudah top karena yang lain hanya dapat 8-9 euro lantaran mereka tidak memiliki akta mengajar dan pendidikan khusus guru hingga S2. Untung sudah saya terjemahkan dan ditandangani kedutaan besar Jerman di Jakarta.

Saya pulang. Setengah jam kemudian, si ibu dari bimbel SH menelpon saya. Ia panik. Guru bimbel bahasa Inggris yang seharusnya mengajar, perutnya sakit. Padahal 3 murid kelas 7 sudah ada disana. Menunggu.

Perempuan berambut blonde cepak itu memohon agar saya datang untuk mengajar. Walah, cepat sekali prosesnya, ya ? Baru saja pulang dari wawancara, belum juga menaruh pantat, langsung disuruh kerja. Mana melamarnya juga dari internet/email. Wihhh. Blitz, blitz, blitz.

Tipsnya: saya menulis lamaran singkat, jelas dengan bahasa baku/formal layaknya lamaran lewat pos hanya beda mengirimnya lewat email/internet, menggunakan domain gratisan yang banyak dikenal orang (gmail, yahoo, hotmail), alamat email dengan nama yang bagus atau lebih enak dengan nama sendiri misalnya Gaganawati@gmail.com bukan Ganamanissekali@gmail.com. Lalu berkasnya (ijazah dan nilai telah diterjemahkan dan ditandatangani kedutaan besar Jerman di Jakarta oleh penterjemah tersumpah), sertifikat ini itu yang mendukung pekerjaan, surat pengalaman kerja dari kantor terdahulu-dalam bahasa Inggris ... saya scan dan simpan dengan jpeg ukuran kecil, masing-masing file saya beri judul sesuai isinya (misalnya university_sertificate, letter of confirmation_PTXY, letter of resignment_XYUniversity dan seterusnya). Saya sengaja tidak melampirkan foto diri saya, karena di Jerman, ada anjuran untuk tidak mengirimkannya demi memberikan kesempatan yang sama untuk dipanggil tanpa melihat wajahnya cakep atau tidak. Tidak boleh diskriminasi sebelum waktunya.

***

Yak. Siapa bilang mengirim lamaran tidak bisa atau tidak boleh lewat dunia maya ? Memang masih banyak orang lebih percaya dan nyaman melamar lewat pos. Jaman semakin canggih. Melamar lewat email? Tak hanya janji, ada bukti.

Selamat mencoba melamar pekerjaan lewat internet (on line/email). Sukses. (G76).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun