[caption id="attachment_121728" align="alignleft" width="670" caption="Anjing dilarang ek-ek sembarangan di Jerman"][/caption]
Memelihara anjing di Jerman mungkin tidak semudah di Indonesia. Namun demikian, saya sempat heran dengan salah seorang guru bahasa Jerman saya. Ia seorang wanita berumur 50-an. Katanya, rumahnya yang berluas 250 meter persegi itu dihuni oleh dua orang saja; ia dan sang pacar. Sedangkan kamar-kamar lain dijadikan kost-kostan kawanan hewan piaraannya. Anjing miliknya berjumlah 22, berikut 12 kucing dan 4 hamster. Timpalnya, "Wir gehören zusammen" (red: kami saling memiliki). Ya ampun, isa-isane (red: Ya Allah Maha Pengampun, bisa-bisanya dia). Banyak orang mlarat lho, tante. Hiks.
Semua anjing memang harus didaftar seperti halnya manusia sebagai penduduk, mengikuti banyak aturan dan membayar pajak tahunan kira-kira 70 euro setahun. Tagihan dikirim ke alamat pemilik, untuk dibayar kemudian via on line banking. Untungnya, jika memiliki anjing lebih dari satu, pajak lebih murah.
Selain pajak, asuransi adalah sebuah keharusan. Misalnya asuransi DEVK memasang 5 euro sebulan dan memberikan keringanan bagi mereka anggota VDH (red: ikatan anjing). Ini bermanfaat jika ada kasus anjing menggigit orang dan kasus yang serupa lainnya, ada pelindung. Meskipun demikian, menurut cerita tetangga saya, anjing Sephard-nya yang kalau berdiri setinggi pintu itu tidak bisa dilindungi asuransi setelah menggigit wajah seorang anak. Ia divonis mati oleh pengadilan, karena sang tuan tidak mau membayar denda.
Perawatan anjing Jerman dibahas dalam www.vdh.de. Macamnya adalah; Pflege (red: perhatian akan kontak sosial dalam sebuah klub misalnya), Haarpflege (red: cek rambut),Augenpflege (red: cek mata), Ohrenpflege (red: cek telinga), Gebisspflege (red: cek kekuatan gigi) dan Krallenpflege (red: cek tingkah laku dan cara berjalan).
Cek dokter secara rutin juga sebuah kewajiban demi menghindari rabies dan penyakit anjing lain. Sekali periksa bisa ditembak 60 euro termasuk pajak. Pernah seekor anjing digigit lebah dan dibawa ke Veteriner. Dokter hewan yang biasanya ganteng akan mengoleskan salep padanya. Si empunya harus membayar 5 euro untuk secolek salep. Duh, seharga dua kali hamburger untuk manusia!
Pada umumnya, orang-orang mengantar anjingnya untuk jalan-jalan demi mengeluarkan buang air besar atau kecil selama tiga kali dalam sehari; pagi, siang dan malam. Di Jerman, anjing tidak boleh sembarangan berkeliaran tanpa pemilik dan tali. Jika terlihat sendirian, orang atau petugas yang kebetulan lewat akan mengawasi dan melaporkan kepada pemiliknya yang biasa diketahui dari tanda pengenal pada anjing yang dikalungkan di leher. Mereka yang menemukan bisa menghubungi Rathaus atau balai kota sesuai dengan informasi yang tertera.
Soal tata krama juga diajarkan para pemilik anjing. Seperti informasi yang saya unduh dari www.tippscout.de. Anjing sebaiknya dididik untuk; tidak melompat ke orang, tidak boleh berada di dapur, kamar tidur dan ruang makan, tidak boleh mengaduk-aduk tempat sampah, berada di sofa itu tabu dan masih banyak lagi. Tetapi semua tentu terserah pada pemiliknya. Mereka yang ingin memiliki VDH-Hundeführerschein (SIM memelihara anjing) juga dipersilahkan untuk mengikuti kursus, training dan ujian.
[caption id="attachment_121732" align="alignleft" width="300" caption="Tempat ambil plastik di Schweningen"]
Ternyata kerepotan mengurus anjing tidak sekedar soal etika dirumah dan formalitas kertas. Soal buang tinja-pun sangat pelik. Di beberapa wilayah bagian Jerman (misalnya kota Rietheim, Wurmlingen dan Schweningen) bahkan di Zürich, Swiss, ada sebuah aturan pemda yang melarang anjing membuang hajat di sembarang tempat. Di pojok tertentu tertera tanda larangan itu. Majikan-pun harus memperhatikan peringatan ini saat ‘jalan-jalan‘ dengan anjing kesayangan.
Untuk mengikuti aturan tersebut, disediakan plastik untuk membungkus tahi anjing. Bentuknya ada yang seperti telapak tangan atau tas kresek (red: kantong plastik kecil biasa warna hitam, hijau atau merah). Caranya tangan masuk ke tas plastik dan dibalik bersamaan dengan penemuan tahi anjing. Setelah itu, ek-ek dibuang ke sampah anjing yang tersedia atau di tong warna coklat untuk sampah bio, dan tas plastik masuk tong warna hitam bertutup kuning.
Di beberapa daerah yang memiliki area perkebunan yang luas, pemiliknya tak menyukai tahi anjing yang berserakan. Meskipun mereka pengguna Gülli (red: pupuk dari kotoran ternak) terkadang mereka melaporkan kepada pemda setempat, jika ada pemilik anjing tak peduli saat anjingnya buang hajat sembarangan. Mereka juga tak menyukai kotoran anjing itu dengan alasan auf diesen Wiesen und Feldern werden Nahrungsmittel produziert (red: wilayah ini merupakan daerah penanaman bahan pangan yang hasil panen itu akan dimakan manusia, tak mau manusia makan dari kotoran anjing). Voila! Anjing: Di Indonesia bludusan (red: berkeliaran), di Jerman penuh aturan.