Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Dapat Poin 50.007, Saya Naik Pangkat Jadi "Fanatik" di Kompasiana

22 Desember 2020   01:59 Diperbarui: 22 Desember 2020   02:01 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tahukah Kompasianer, saya paling suka belanja di tempat yang memberikan poin untuk ditukar hadiah. Misalnya saja, kalau beli 10 kali kebab, kebab kesepuluh yang dibeli adalah gratis. Atau zaman tinggal di Semarang dulu, saya suka membeli di toko yang menyediakan mie instan atau sabun yang ada hadiah piring atau gelasnya. Dasar ibu-ibu. Hahaha.

Inipun terbiasa sampai di Jerman. Salah satu swalayan langganan saya memiliki harga yang relatif murah dan sering diskon demi membuang stok. 

Di sanalah, saya selalu mendapatkan sticker di kasir, untuk kemudian ditempelkan di sebuah kertas dan bisa ditukar dengan barang dengan menambah sedikit uang. Seru banget.

Eh, mengapa saya suka mengumpulkan poin? Mengapa acara begini sangat menarik untuk perempuan seperti saya? Jawabannya sederhana, saya ibaratkan bahwa meski hidup ini ngalir saja seperti air, kegiatan begini memotivasi saya untuk tetap memiliki tujuan dalam hidup (apa yang ingin diraih). 

Dan untuk meraih tujuan tersebut, butuh niat dan ketekunan! "Remember, there is no free lunch." Kalau hanya mager, tidak akan ada bintang dari langit yang jatuh di pangkuan saya. Saya harus "melompat" bahkan "terbang" demi menjemput bintang di sana. 

Awal mula bergabung di Kompasiana.com

Bergabung di Kompasiana pada tanggal 30 April 2011. Sebenarnya, saya sudah membaca sejak tahun 2009 sebagai "silent reader." Ya, nggak beranilah menulis karena yang menulis orangnya hebat-hebat sekali waktu itu. 

Ada mbak Linda Djamil - wartawan Tempo, ada Kang Pepih Nugraha - sang CEO Kompasiana, Jusuf Kalla - wakil presiden RI, dan nama-nama lain yang saya tidak bisa ingat. Belum baca tulisannya, dengar namanya saja sudah keder, membayangkan roh yang ditiupkan dalam tulisannya.

Meskipun saya sudah mulai menulis jalan-jalan di media cetak sejak umur 18 tahun, tetap saja, saya merasa kalah awu dengan penulis di Kompasiana.com. Jadi penonton sajalah.

Nah, saya baru berani menulis tiga tahun kemudian. "Kok, baca saja, mengapa saya tidak belajar menulis? Rendah hati harus, rendah diri jangan." Begitu pikir saya. Perempuan harus maju. 

Bukankah saya sudah memulai menulis di blog seperti Kompas.com pada tahun 2006 dan disusul Yahoo360! dan Multiply? Kalau saya masuk Kompasiana.com berarti saya sebenarnya bukan anak baru di dunia ngeblog (keroyokan). Itu salah satu semangat yang mendorong saya segera membuat akun di Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun