Tak terasa sudah 6 tahun saya bekerja di Volkshochschule, VHS. Saya pikir tahun 2014 itu saat yang tepat untuk memulai bekerja di luar rumah karena si bungsu sudah masuk TK dan tidak menyusu lagi.
Ada rasa berat menitipkan anak di sekolah, anak menangis setiap pagi berpisah dengan ibunya. Hati saya serasa teriris. Tapi, biarlah, itu bagus untuk perkembangan psikologisnya, tumbuh bersama teman sebaya. Jadi saya harus rela.
Aih, setelah bertahun-tahun lamanya, nyatanya mitos bahwa anak terakhir paling deket orangtua tetap saja ada. Ia nggak bisa lepas dari kami, meski sudah punya teman tapi tetap saja ngglendot mamanya.
Oh ya, VHS adalah lembaga pendidikan dan ketrampilan yang rata-rata muridnya berumur 60 tahun ke atas. Karena lembaganya separoh adalah milik pemerintah dan separoh swasta, kami hanya dihonor. Lumayan juga sih, lebih besar dari honor mengajar di Indonesia dulu. Nothing to lose.
Beda Pensiunan Indonesia dengan Pensiunan Jerman
Eh, mengapa banyak lansia di VHS? Karena pensiunan di Jerman berbeda dengan pensiunan di Indonesia. Mayoritas lansia Jerman tidak ingin berpangku tangan di rumah saja melainkan tetap aktif, gehirn jogging atau otaknya diajak ikut jogging supaya nggak kena penyakit dimensia alias cepat lupa.
Mereka juga gemar traveling, makanya ikut kelas bahasa seperti kelas saya bahasa Inggris, kelas Bahasa Spanyol, kelas Bahasa Italia, kelas Bahasa Rusia dan kelas Bahasa Thailand dengan guru yang lain. Intinya, kalau mengunjungi suatu negara, mereka berharap bisa berkomunikasi secara sederhana.
Hanya diam di rumah saja bukan tipikal lansia Jerman. Ini patut ditiru orang Indonesia, jangan pernah berhenti untuk belajar.
Berbeda dengan gambaran lansia Indonesia yang terlihat lebih suka di rumah mengurusi cucu dan waktu bersama anak-anaknya, menikmati rumah dengan membaca koran dan nonton TV. Jika sudah pensiun merasa tua sekali. Ada bagusnya karena kekeluargaan lestari, generasi selanjutnya jadi dekat dengan si lansia sebagai kakek dan nenek.
Di Jerman orang nggak mau dibilang tua kalau belum 80 atau 90 tahun. Selain aktif, mereka masih kuat secara fisik dan hidup mandiri. Ya, semua dikerjakan sendiri. Berani?
Ah, tidak semua kakek-nenek Jerman memiliki waktu bersama anak-cucunya. Di lain sisi, tak jarang ada nenek-kakek Jerman yang meminjam cucu karena memang menjadi kebutuhan. Mereka disebut Leihoma/Leihopa.
Beda Komunikasi dengan Rekan Kerja Indonesia dan Rekan Kerja Jerman
Meskipun sudah lama bekerja di VHS, nomor HP tidak begitu saja dibagi-bagikan. Tak ada satupun nomor HP yang saya punya, padahal sudah beberapa kali tanya.