Instagram, medsos yang ini suka saya pakai buat up load foto dan video waktu jalan-jalan. Waktu posting gambar tentang Cahmonix, Mont blanc, mendarat sebuah pesan dari orang yang saya nggak kenal.
"Halo, mbak. Boleh share pengalaman di Chamonix kah? Saya rencana mau ke sana minggu depan." Seorang gadis muda menyelipkan pertanyaan lewat insta message.
"Kamu mau ski atau jalan-jalan?" Semasa masih bisa bantu kasih informasi, saya nggak boleh pelit. Segera saya bagi informasi penting tentang bus gratis di sana dengan beberapa gambar. Sayang, sudah baca tapi ia lupa bilang "terima kasih."
Makanya, sekarang saya mau bagi-bagi pengalaman dan info juga ke Kompasianer saja, deh. Barangkali saja ada rejeki ke sana atau setidaknya bisa bayangin kalau transportasi begini ada di Indonesia, lalu ... taraaaaaa ... sungguh-sungguh terjadi! Keep calm and travel more.
Berawal dari kunjungan kami di Chamonix buat liburan ski.
"Hari ini hari ultah kamu, kita acaranya apa, bu?" Suami saya bertanya.
"Jalan-jalan keliling Chamonix, dong." Semangat ngajakin jalan-jalan pasangan hidup itu selalu ada. Jadwal ski, dengan rela ditunda sampai keesokan harinya. Namanya hari jadi, mau senang-senang. Kan sehari sebelumnya sempat jatuh terguling-guling dan mendarat dengan posisi balet. Saya butuh rehat, takut remuk-redam.
"Ohhhh ... " Muka mantan pacar terakhir saya itu tertunduk.
"Lho, kok malah sedih diajak piknik?" Kaget melihat raut mukanya berubah.
"Aku kira, kita malasan di tempat tidur seharian." Lelaki berbadan raksasa-berhati princess itu mengeluh. Ia benar. Entah mengapa, tempat tidur adalah tempat terindah bagi kami berdua. Apalagi kalau hawanya dingin banyak salju. Eaaaaaa .....
"Yaaaah, maunyaaaaa." Saya cubit suami saya. Ia memang menggemaskan. Sayangnya, sudah ada rencana saya untuk membedah kota Chamonix. Nggak boleh ditunda. Kemarin-kemarin kami selalu sibuk main ski dari pagi sampai sore hari.
Nah, supaya lebih cepat untuk mencapai tempat-tempat yang akan kami kunjungi, kami naik transportasi gratis yang bisa kami temukan di halte bus dekat penginapan.
Namanya Le Mulet." Yang menarik dari transportasi mungil itu adalah 100% elektrik. Artinya, selain aman di kantong, juga ramah lingkungan. Two in one. Ia tidak memproduksi polusi yang membuat manusia terkena gangguan pernafasan, tidak juga menyebabkan bumi sakit karena asap kendaraan yang terlalu berlebih tapi kurang pohon.
Free shuttle itu berhenti di halte Chamonix Sud yang hanya 5 menit dari apartemen kami. Urutannya dari Chamonix Sud - Le Grepon Caisse - Le Grepon Tremplin - Augielle du Midi - Le Lyret - F Devouassoux - Hellbroner - Casino - M.Croz - Place du Poilu - Place Mont Blanc - Mummery - Sapiniere - Centre Sportif - Les Mouilles - Mediatheque - Place de Poilu - M.Croz - Gare - Le Sapi - Entreves - Chamonix Sud.
Bus beroperasi dari pukul 8-19. Intervalnya 20 menit. Misal di Chamonix Sud jadwal bus 8.00, 8.20, 8.40, 9.00, 9.20, 9.40, 10.00 dan seterusnya. Di Le Grepon Caisse 8.05, 8.25, 8.45 dan seterusnya.
Bus yang bekerjasama dengan Chamonix Bus itu menjadi wacana yang bagus bagi para pendatang dari berbagai belahan dunia. Bus disediakan pemda setempat, supaya orang nggak usah pakai mobil sendiri. Sudah susah cari parkir karena banyak orang dan lahan sempit karena mahal, masih kontribusi polusi pula. Parkir sehari 32 atau Rp 500.000,00 an. Huh, terlalu.
Bus Mulet itu bukan satu-satunya bus gratis yang saya temui di dunia ini. Sebelumnya di Engelberg, Swiss selama seminggu pun kami gratis wara-wiri. Indonesia sudah mulai menggagas model bus dengan tiket berupa botol plastik di Surabaya, bus online gratis di Jakarta dan masih banyak lagi. Semoga, bus "Le Mulet" ini akan menginspirasi negeri kita untuk semakin mengembangkan transportasi, teknologi dan memperhatikan kesejahteraan rakyat.
Selain itu minibus yang tidak hanya gratis tapi mampu memberikan kontribusi kepada kelestarian lingkungan dengan menggunakan elektrik itu patut ditiru. Siapa tahu Indonesia akan punya banyak bus dengan tenaga solar, sumber energi yang tak bakal habis dan digelar di negeri kita dari Januari sampai Desember alias sepanjang tahun, serta tersebar dari Sabang sampai Merauke. Jos!
Kembali ke minibus "Le Mulet." Banyak tempat wisata yang kami jelajahi dengan minibus gratisan Chamonix. Meski gratis, tak lupa kami selalu bilang terima kasih ke sopirnya "Merci beaucoup, Monsieur."
Wow, naik bus mini itu serasa naik bus wisata gede yang hop on-hop off di mana ditemukan di kota-kota besar seperti Barcelona, Berlin, Budapest, Lisabon dan lain-lain. Bedanya, satunya gratis-satunya lagi mahal. Pilih mana?
Olala .... Saya pernah merasa "hilang", ketika menatap sebuah gereja dengan latar belakang pegunungan berwarna putih. Ya, Tuhan, serasa berada di negeri dongeng. Untung dingin segera menggugah saya untuk yakin bahwa ini kenyataan. Gereja St. Michel awalnya hanya sebuah menara bel gereja yang dikonstruksi pada tahun 1119.
Menyusul kemudian sebuah gereja bergaya baroque yang berdiri di sebelahnya pada tahun 1707 dan 1709. Butuh setahun dari tahun 1737 untuk membangun sebuah altar bergaya raja-raja di dalamnya.
Seperti kebanyakan yang terjadi di Jerman, gereja bukan sekedar tempat ibadah tetapi sebagai tempat wisata. Itulah sebab, gereja di Perancis itu dibuka untuk umum tanpa bea mulai dari pukul 6.00-19.00. Yang bawa mobil nggak perlu khawatir karena ada tempat parkir khusus. Yang merasa lapar dan dahaga, segera saja duduk dan memesan di caf serta resto di depan gereja.