Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Program Keluarga Harapan atau Program Anak Harapan?

1 Maret 2019   22:47 Diperbarui: 1 Maret 2019   23:33 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh puluhan voucher ektra dari pemda Jerman untuk ibu (pasca melahirkan) dan anak (dok.Gana)

PKH atau Program Keluarga Harapan yang dibuat oleh kementrian sosial RI, ternyata sudah ada sejak tahun 2007. Tak terasa sudah kira-kira 11 tahun berjalan. Saya memang asli ketinggalan zaman. Terima kasih, Kompasiana yang telah mengangkat tema ini sebagai lomba blog. 

Selanjutnya pertanyaan saya adalah; apakah kementrian sosial RI sukses mencapai sasaran utamanya? Bagaimana umpan balik masyarakat? Apa yang harus diperbaiki untuk membuat program ini semakin menguntungkan rakyat banyak? 

Miskin, Kurang Mampu atau Kurang Tercukupi? 

Media massa memberitakan bahwa tidak ada gading yang tak retak. Masih ada kebocoran di sana-sini sehingga dana tidak tersampaikan dengan sempurna, masih ada korupsi dan sejenisnya. Sebuah umpan negatif sekaligus positif ketika masyarakat Bantul misalnya, ada yang ramai-ramai mengembalikan dana PKH karena merasa sudah cukup.

Apakah mereka ini merasa risih dengan istilah RTSM, Rumah Tangga Sangat Miskin yang notabene adalah sasaran PKH? Saya pikir bisa jadi. Siapa yang mau disebut-sebut sebagai orang miskin? Semiskin-miskinnya orang, ia punya kebanggaan akan dirinya sendiri. Bagaimana dengan mengganti miskin dengan kurang mampu atau kurang tercukupi? 

Atau warga tersebut merasa kehidupannya sudah meningkat setelah beberapa tahun disubsidi lalu berpikir bahwa PKH lebih baik dialirkan kepada pihak lain yang lebih berhak dan belum mendapatkannya. Masih banyak target yang belum terjangkau di pelosok tanah air. 

PKH Ala Jerman

Sekarang saya mencoba membandingkan kartu apa yang sudah ada di Jerman dan mirip dengan PKH dan hal apa yang mungkin bisa diambil sebagai usul untuk kemajuan di tanah air. Dari membaca advertorial Kompasiana, saya tahu Presiden menyarankan penerima subsidi dari PKH dapat memanfaatkan dana sebagaimanamestinya. Penggunaan yang semena-mena membuat tujuan dari program tidak tercapai.

Kemudian, itu mengingatkan saya pada Jerman yang sudah terlebih dahulu memiliki kartu subsidi dan aturan jelas-mendetil yang pasti bagi warganya. Uang A, untuk A dan uang B untuk B. Semua harus pas dan benar adalah salah dua ciri khas Jerman. Saya yakin, itu akan membuat orang tidak bingung, sembrono atau salah dalam mengatur uangnya. Berikut kartu-kartu penting subsidi pemerintah di Jerman: 

1.Kindergeld, untuk anak-anak

 Tidak ada kategori kaya atau miskin bagi orang tua di Jerman yang anaknya akan mendapat bantuan ini. Sebagai negara sosial dan wajib pajak, Jerman membagikan dana bagi setiap anak yang tinggal di Jerman, termasuk anak-anak para pengungsi dengan paspor asing. Anak-anak tersebut akan mendapatkan dana sampai dewasa, umur 18 tahun. Bahkan bisa lebih dari umur 18 tahun jika nanti anak melanjutkan kuliah.  Sampai   anak mendapatkan pekerjaan mapan, baru dana diputus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun