Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Arisan Enggak Sekadar Tempat Rumpi

18 Juli 2018   15:45 Diperbarui: 19 Juli 2018   14:00 2979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arisan nggak sekedar ngerumpi dan makan (dok.Gana)

Bulan November tahun lalu, mbak Hedy, ketua Frauenbrunch Stuttgart mengundang mbak Larasati Gading untuk mengisi acara.

Sayang sekali, pertemuan yang diadakan ibu-ibu Indonesia di kotanya Mercedes Benz itu nggak bisa saya hadiri karena ada keperluan keluarga. 

Dalam foto-foto yang diunggah mbak Hedy di Facebook, saya utarakan penyesalan nggak bisa datang. Meskipun demikian, mbak Hedy yakin bahwa suatu hari saya pasti bisa datang, sekalian mengisi acara yang diadakan sekali dalam dua bulan itu. Saya? Orangnya geleman, mau ajahh diajak.

Sebenarnya, perbincangan untuk mengisi acara Frauenbrunch sudah ada, yakni saat kami bertemu di Konstanz tahun lalu. Iya, di workshop BIPA bagi para pengajar bahasa Indonesia se-Jerman. Saya datang atas undangan mbak Andi, dosen HTWG Konstanz selaku penyelenggara.

Nah, kedatangan saya ke Frauenbrunch  direncanakan pada tanggal 14 Juli 2018. Saya didaulat mengisi acara. Saya usul judulnya "Gara-gara Jadi Orang Hutan dan Orang Gunung, Jadi Penulis Buku." Passss!

Misi pertama saya, menceritakan pengalaman terdampar di negeri orang dan mengisi kesepian tinggal di tengah hutan dan dekat gunung, dengan hobi menulis. Dimulai dari ngeblog sampai mengumpulkan artikel-artikel yang ditulis menjadi sebuah buku. Sampai saat ini sudah ada 9 buku solo dan 30-an buku keroyokan yang berhasil diterbitkan. Enam di antaranya dari penerbit mayor.

Misi yang kedua adalah memotivasi dan menginspirasi teman-teman di Stuttgart bahwa semua perempuan bisa melakukan apa saja jika mau. Masih ada waktu untuk mengembangkan bakat dan minat masing-masing. Membahagiakan suami dan anak-anak itu wajib tapi jangan lupa membuat diri sendiri bahagia.

Terakhir, misi mengumpulkan tas kain dan dana untuk program "Meine Tasche ist deine Tasche" atau "Tasku adalah tasmu" yakni membagikan tas kain dari Jerman supaya nggak belanja pakai plastik di tanah air. Caranya dengan menjual paket buku (Exploring Hungary, Unbelievable Germany, I'm happy to be 40, 38 Wanita Indonesia Bisa dan Bertahan di Ujung Pointe). Terima kasih, teman-teman. Terima kasih, mas Husni yang sudah kepayahan antar-jemput.

Makan nggak makan kumpul (dok.Gana)
Makan nggak makan kumpul (dok.Gana)
Bertemu Larasati Gading

Allah memang Maha Baik. Tuhan Yang Maha Esa tahu kalau saya dulu ngiler ingin datang  mendengarkan tema yang disampaikan mbak Laras "Kecantikan secara menyeluruh" nggak kesampaian tahun lalu. Jika ada yang bilang kesempatan emas tak datang dua kali, apakah saya akan diberi kelonggaran?

Beberapa hari sebelum berangkat ke Stuttgart, mbak Widi bertanya apa saya mau menginap di rumahnya supaya nggak usah pagi-pagi naik kereta menuju Stuttgart pada hari Sabtu. Katanya lagi, ada mbak Larasati dan ibunya yang akan datang untuk acara Kaffe trinken pada hari Jumat. Kalau saya menginap, saya bisa ketemuan. 

Nggak jadi menginap! Rupanya memang belum saatnya. Saya nggak bisa ninggalin anak-anak dan ternyata memang hari itu ada orang meninggal, kami harus melayat. Barangkali memang sudah diatur begitu. Kesempatan emas kedua lewat.... nggak jadi ketemu mbak Laras secara pribadi.

Tuhan, apakah kesempatan emas akan datang untuk ketiga kalinya? Jawabannya adalah ... iya! 

Salah dua jajan pasar Frauenbrunch (dok.Gana)
Salah dua jajan pasar Frauenbrunch (dok.Gana)
Coba, deh. Usai berganti baju tari di toilet, saya merapikan koper. Tiba-tiba di antara tamu yang datang dan cipika-cipiki, ada wajah terkenal di sana. Awww "Larasati Gading!"

Ia membalikkan badan menghadap saya dan mengulurkan tangannya yang lembut, sembari minta maaf bahwa email saya belum dibalas atau permintaan saya belum ia kerjakan.

Ya ampun percaya-ngggak percaya ketemu atlet berkuda Indonesia peraih medali emas SEA GAMES yang dulu pernah jadi model iklan Sariayu. Wow, kelahiran 1971 ia masih tampak segar dan awet muda. Matanya indah, garis-garis wajah keturunan Jerman-Indonesia itu sangat sempurna.

Astagaaa, kalau saya laki-laki pasti tangan nggak bakal dicuci seminggu ....

Maem sayur asem (dok.Widi Strauss)
Maem sayur asem (dok.Widi Strauss)
Kopdar dengan Kompasianer Ita Friedrich

Ketika kembali duduk dan kami harus mengenalkan diri satu persatu, di seberang saya seorang perempuan berambut pendek senyam-senyum. Tangannya melambai ke saya, sayanya belum ngeh. Aduhhhh, tolong, apakah saya amnesia?

Rupanya, ia adalah kompasianer Ita Friedrich. Tentu saja ia tahu kalau saya datang, lewat email undangan yang ia dapat tapi saya nggak tahu siapa saja yang akan hadir.

Untunglah ada kesempatan istimewa. Kami kemudian ngobrol dan foto bersama. Sayang, saat ini ia nggak lagi aktif menulis puisi-puisi seperti dahulu. Kesibukannya bekerja dan mengurus rumah membuatnya nggak mudah lagi mengekspresikan pikiran yang ada di kepala. "A-a-a-amburadul semuaaa."

Oh, ya, sekilas info, mbak Ita bergabung di Kompasiana sejak Oktober 2011. Terakhir posting artikel 2 tahun yang lalu. Istri dan ibu dari dua anak laki-laki yang cakep itu memang betul-betul baik hati dan tidak sombong! Dari raut mukanya yang ramah, kelihatan bahwa ia memang suka bercanda dan makan makanan tradisional. Apalagi jajan pasar yang ada di meja pertemuan hari Sabtu itu. Sikaaat.

Mbak Ita, mbak Ita ... kamu pasti akan menemukan ide dan mood menulis di Kompasiana lagi entah lusa atau di lain hari..... Jangan pernah berhenti.

Di depan AWO Fellbach tempat Frauenbrunch (dok.Gana)
Di depan AWO Fellbach tempat Frauenbrunch (dok.Gana)
Mbak Ita dan saya (dok. Ita)
Mbak Ita dan saya (dok. Ita)
Mbak Larasati dan saya (dok.Gana)
Mbak Larasati dan saya (dok.Gana)
Arisan bukan sekedar ngerumpi

Yang saya amati dari pertemuan Frauenbrunch kali itu adalah bahwa ternyata sebuah arisan ibu-ibu nggak hanya tempat untuk ngumpul buat ngrumpi dan makan-makan saja. Ada hal yang bisa diselipkan di dalamnya. Ya, seperti yang dilakukan pertemuan Frauenbranch di Stuttgart, Jerman itu. Selalu ada selipan acara bermutu.

Bayangkan. Awalnya, undangan dikirim 3 minggu sebelum hari H oleh mbak Hedy, sang ketua yang baik. Pas tanggalnya, beberapa ibu datang 30 menit sebelum acara. Mulai dari menyiapkan meja dan kursi, menata makanan berikut pirantinya dan mempersilakan tamu-tamu untuk duduk dan menikmati kudapan sampai pukul 14.00.

Luar biasa. Makanan Indonesia memang lezat dan tiada duanya. Kami seperti duduk di warung makan masakan tradisional Indonesia seperti karedok, mie kecil, tahu susur, tempe bacem, tahu bacem, sayur asem, sambal tomat, kerupuk dan masih banyak lagi. Yang ditunjuk sebagai koordinator makanan adalah ibu Ambar dan ibu Nani. 

Dari obrolan kecil, saya tahu kalau Ibu-ibu sudah rajin memasak sejak satu malam sebelumnya, lalu diangetin dan ada yang pagi-pagi sekali sebelum berangkat sudah masak-masak. Yang nggak bawa makanan, bayar 5 euro (juga digunakan untuk membiayai acara, bayar listrik, sewa ruang dan lain-lain).

Senang sekali datang ke sana. Ingat peribahasa Indonesia; makan nggak makan ngumpul, dan banyak manfaat yang diperoleh ketika hadir dalam Frauenbrunch (Frauen=wanita-wanita, Brunch=makan pagi dan makan siang). Peserta belajar banyak dari pengisi acara dan obrolan santai selama di sana.

Mengapa bermanfaat? Selain mbak Larasati yang mengajarkan 3 B (beauty, brain, behavior) dan saya sebagai pengisi acara (carilah hobi seperti menulis), Frauenbrunch pernah mendatangkan bapak pendeta Bona Samosir yang mengungkapkan makna "Pesta kematian dalam Masyarakat Adat Toraja" pada Mei 2018. Itu mengikuti serunya sesi menari goyang Maumere dan Tobelo yang dipimpin Like Tauran-Gottwald pada Frauenbrunch bulan Maret 2018 yang lalu. Tentunya masih banyak tema lain yang sudah dibahas. Pertanyaan berikutnya, tema apa lagi yang akan disajikan dua bulan mendatang? Surpriseeee ....

Larasati berbagi ilmu kecantikan (dok.Hedy)
Larasati berbagi ilmu kecantikan (dok.Hedy)
Pengetahuan tentang upacara adat Toraja (dok.Hedy)
Pengetahuan tentang upacara adat Toraja (dok.Hedy)
Sebelum presentasi, saya ajari teman-teman menari (dok.Widi)
Sebelum presentasi, saya ajari teman-teman menari (dok.Widi)
***

Begitulah yang kita pahami bersama dalam hidup di dunia. Perempuan sama perempuan bertemu dan ngobrol itu pastiiiii. Apalagi dalam sebuah arisan. Ketika pertemuan itu dibumbui tema yang menarik dan bermanfaat seperti saya ceritakan di atas, pulang rasanya ada banyak isi di kepala. Inspirasi-inspirasi yang akan menyemangati hidup dalam rutinitas sehari-hari seorang wanita. Membuat hidup jadi lebih seru, bermakna dan semangat 45.

Apa yang dilakukan Frauenbrunch di Stuttgart selama bertahun-tahun itu patut dicontoh dan diteladani oleh pertemuan-pertemuan perempuan Indonesia, arisan atau entah apa saja titelnya di seluruh dunia. Bahwa pertemuan para perempuan di manapun ia berada di dalam negeri atau luar negeri, di desa atau kota ... harus reguler, menarik dan membawa manfaat bagi semua. Nggak sekedar tempat ngerumpi belaka. Salam Wanita Indonesia Bisa! (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun