Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Napak Tilas Perjuangan Jerman di Normandie, Perancis

14 November 2017   22:35 Diperbarui: 14 November 2017   22:48 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap hari jalan kaki 16 km keliling Paris, kaki serasa bengkak seperti kaki gajah. Byuhh. Ya, senang, ya capek. Pokoknya, nano-nano.

Sampai suatu hari,  kami bosan berada di Paris dan suami usul keluar dari kota menuju tempat yang agak sepi.

"Kita ke Normandie, yuk?"

"Lihat apa?"

"Pantai ..."

"Aduuuuh, dingin, pak. Kalau musim panas asyik, bisa piknik di atas pasir, bangun istana pasir, mainan air ...."

"Ayolah, ada sejarah Jerman tersimpan di sana."

Begitu mendengar ada sesuatu yang menarik di Normandie, telinga saya berdiri tapi tidak seperti telinga Star trek, lho.

Kami pun berangkat pagi-pagi, usai sarapan di hotel. Maklum, paling tidak 2,5 jam baru sampai di sana. Kalau kesiangan, dapat apa di sana? Keburu gelap karena musim dingin membuat matahari lekas lelah menampakkan diri.

Sebenarnnya dalam acara jalan-jalan, rencananya kami berbagi jadwal menyetir. Eeee, begitu tahu orang-orang di Perancis cara menyetirnya sangat jauh dari gaya menyetir orang Jerman, saya menyerah. Oh, tidaaaak. Saya tidak berani menyetir di sana. Coba, deh. Waktu ada di lingkaran Arc de Triomphe, suami hampir saja ditabrak dari kanan dan kiri. Sampai saya selalu teriak "Awas- awas-awasssssssss." Ya, ampuuuunnn ... entah mengapa cara menyetir mereka berbeda dengan di negeri tumpangan saya. Huff, semrawut! Bahkan garis-garis di jalan kurang banyak dan tidak sedetil di Jerman.

Mengenang jasa pahlawan (dok.Gana)
Mengenang jasa pahlawan (dok.Gana)
Nama-nama serdadu gugur di pantai Sword (dok.Gana)
Nama-nama serdadu gugur di pantai Sword (dok.Gana)
Seafood yummy (dok. Gana)
Seafood yummy (dok. Gana)
Pantai Amis

Perjalanan dari Paris ke Normandie sangat menyenangkan. Tidak macet dan pemandangan yang cantik. Lihatlah jembatan yang ada di depan mata. Wow, wujud teknologi dikawinkan dengan seni, ciri orang Perancis. Cantik!

Tak berapa lama, kami pun sampai di Normandie. Parkir di depan rumah-rumah nelayan gaya lama Normandie, kami menuju pantai. Setiba di sana, kami menutup hidung. Uhhhh, bauuuu. Rumput laut dan kulit kerang berserakan di mana-mana. Beberapa orang Perancis berjalan-jalan, bahkan ada yang berlari, bukan karena mau ke toilet tapi olah raga. Brrrrrr.

Lalu suami saya cerita bahwa jaman PDII, banyak mayat tergeletak di garis pantai Sword. Pasti waktu itu menyedihkan sekali keadaannya, jaman penjajahan nggak enak. Di sebuah titik, ada tugu yang memperingati kejadian jaman itu.

Tak terasa, kaki kami berhenti di sebuah restoran. Hmm, pengen coba makanan Perancis daerah laut. Ya, mau makan seafood! Makanan segar dari laut yang harganya sebenarnya tidak mahal. Untuk udang 250 gram, 9,50 euro. Satu paket seafood berisi Oyster, keong dan udang 13 euro. Di Jerman sudah mahal lagiiii .... Buat yang tidak kuat amisnya (meski sudah digodog), jangan makan ya, takut muntah. Huekkk.

Kami pun duduk di luar restoran karena matahari ramah menyapa.

"Can you speak English." Tanya saya. Kepalanya menggeleng sambil tertawa kecil.  Astagagagana, ia tidak bisa. Asumsi saya, tempat wisata banyak wisatawan asing, jadi butuh kemampuan bahasa Inggris meski "little-little I can" dari tenaga kerjanya. "Une chocholat au lait, un bouteille biere et deux orange, Madamme." Dengan PD saya kerahkan sisa bahasa Perancis untuk memesan minuman. Hahaha ... sudah 20 tahunan  yang lalu, lupa semua. Bahasa kalau tidak terpakai memang wes-hewes-hewes hilang. Suami ngakak istrinya bergaya, ngomongnya sambil ngeden, tekanan suara dari tenaga dalam.

 "Oui." Setelah mencatat, ia pergi ke dapur.

Tank bersejarah (dok.Gana)
Tank bersejarah (dok.Gana)
An unidentified Objective bukan UFO (dok.Gana)
An unidentified Objective bukan UFO (dok.Gana)
Kamuflase, bunker seperti rumah (dok.Gana)
Kamuflase, bunker seperti rumah (dok.Gana)
Di dalam bunker seperti ini .... (Dok.Gana)
Di dalam bunker seperti ini .... (Dok.Gana)
Bunker Jerman

SMP, Selesai Makan Pergi. Perut kenyang, kami teruskan jalan-jalan ke bunker Jerman di Normandie. Sesuai pesan whatsapp dari teman suami yang istrinya keturunan Perancis, kami menuju Le Grand Bunker Musee Le Mur De L'Atlantique. Museum yang mengabadikan bunker Jerman di Perancis.

Yang unik dari museum ini adalah, bentuknya masih seperti dulu. Memang jaman perang itu, bunker didesain seperti rumah biasa, supaya tidak diketahui orang awam dan musuh. Sampai akhirnya, datang pasukan Perancis-Inggris dan 53 serdadu Jerman yang menungguinya, menyerah. Meskipun demikian, barang-barang asli Jerman yang ada di sana masih utuh. Bahkan papan informasi atau peringatan di dinding masih lestari. Artinya, meski berganti kekuasaan di bunker itu, masih ada niat untuk melestarikan kejermanan yang ada sejak awal.

Begitu masuk halaman museum, kita akan dijamu dengan tank, kapal perang, kawat berduri dan lainnya. Kami pikir, tak usah masuk sudah cukup mengingat jaman penjajahan Jerman di Perancis. Ternyata, begitu masuk dengan tiket 7 euro untuk dewasa dan 5 euro untuk anak-anak, kami lega. Tak ada kata rugi masuk bunker. Unik dan menarik, apalagi ada informasi penting jaman itu yang masih lestari. Tertarik untuk melihat? Silakan ke sana.

Cobalah mengintip musuh dari bunker dengan teropong (dok.Gana)
Cobalah mengintip musuh dari bunker dengan teropong (dok.Gana)
Pembangunan bunker (dok.Gana)
Pembangunan bunker (dok.Gana)
Mengintiplah di sini sebelum dilarang (dok. Gana)
Mengintiplah di sini sebelum dilarang (dok. Gana)
***

Dari kunjungan ke museum itu, saya jadi berpikir bahwa meski jaman dulu itu para serdadu membela tanah tumpah darah mati-matian dan sampai mati, tidak ada terbersit keinginan mereka agar suatu hari dihargai, diberi penghargaan, diingat dan lain sebagainya.

Anak cucunya pasti senang dan bangga jika leluhurnya diabadikan dalam sebuah monumen atau museum. Semoga di mana-mana, semakin banyak tugu dan bangunan yang mengukir nama mereka yang telah berjuang, tak perduli apakah pangkat kopral atau jendral, semua.

Sebagai pendatang di Jerman, adalah suatu kenikmatan tersendiri menyusuri jejak perjuangan pasukan Jerman di luar negeri. Semoga rakyat Perancis yang punya harta ini akan berterima kasih, merawat dan rajin berkunjung. Yang jauh saja sampai, mosok yang dekat malas. Haha.

Demikian pula di tanah air. Jika jaman penjajahan Belanda dan Jepang pernah ada dalam catatan sejarah kita, beberapa peninggalannya masih ada tapi kurang dirawat atau bahkan kurang sering dikunjungi, sangat disayangkan. Pasti ada dari keturunan serdadu asing yang jauh-jauh mengunjungi Indonesia untuk napak tilas perjuangan leluhurnya itu. Tak hanya butuh dana, energi dan waktu yang banyak dari mereka itu sungguh luar biasa. Jangan sampai kalah.

Meski tanggal 10 Nopember sudah lewat, saya ingat hari pahlawan adalah salah satu hari penting yang diperingati di tanah air Indonesia. Sudahkah Anda berkunjung ke tempat bersejarah di mana para pahlawan kita melawan penjajah dan gugur di medan laga? Tidak ada kata terlambat untuk mengunjungi tempat-tempat itu. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun