Mohon tunggu...
Ngestu
Ngestu Mohon Tunggu... Lainnya - menulislah mumpung gratis

sometimes we let things go

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencari Panggung Politik di Kemacetan Jakarta (Sebuah Kritik)

24 Juni 2016   14:16 Diperbarui: 24 Juni 2016   14:26 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemacetan di Jakarta bukan menjadi kata asing lagi bahkan sudah menjadi kebiasaan sehari-hari buat warga ibukota dan sekitarnya. Kondisi ini terjadi bukan hanya pada waktu jam masuk dan pulang kantor namun diluar jam tersebut pun masih menghantui para pengendara di jalan-jalan protokol maupun tol.

Mengantisipasi kemacetan ini pihak Pemda DKI sudah melakukan berbagai cara untuk dapat mengurai kondisi ini bekerja sama dengan pihak Kepolisian dan terkait lainnya antara lain: menerapkan jalur 3-in-1 (dihapus), jalur khusus bus, perbaikan/pelebaran/penambahan jalan termasuk jalan layang, jalan simpang susun,  pembangunan jalan tol, sistem transportasi terpadu, pelarangan sepeda motor di jalan tertentu dll.  Selain itu masih ada cara lain dalam tahap rencana yaitu Sistem ganjil-genap, pembangunan MRT, LRT (dalam proses) , ERP (Electronic Road Pricing), Monorel (batal)

Isu Kemacetan dengan Pencitraan Pilkada DKI

Pilkada gubernur DKI sudah tinggal beberapa bulan lagi. Persiapan persiapan sudah barang tentu dilakukan untuk suksesnya calon kepala daerah DKI termasuk calon incumbent Gubernur Basuki (Ahok) Tjahaja Purnama. Mencari panggung untuk pencitraan adalah hal biasa untuk para calon kepala daerah. 

Panggung  ini bisa terselubung atau tidak terlihat kentara tergantung pada hasil polesan media sehingga terkesan natural dan tidak dibuat-buat. Pencitraan terselubung biasa dilakukan dengan gencarnya menghadiri acara-acara tertentu baik penting/peresmian atau non formal, melakukan sidak, blusukan.  Terkadang juga pencitraan dilakukan dengan membuat kerusuhan ataupun kegaduhan dengan mengeluarkan program yang dapat menyelesaikan kegaduhan tadi.

Salah satu contoh : dengan penghapusan sistem 3 in 1 pada 16 Mei  2016 lalu mengakibatkan kemacetan kembali terjadi dijalan jalan utama Jakarta. Inilah panggung yang sebenarnya  digunakan oleh Pemda DKI dalam hal ini calon incumbert untuk seolah menjadi pahlawan di tengah kemacetan. 

Program yang sudah dan akan disiapkan adalah mulai dari pelarangan sepeda motor, sterilisasi jalur busway murni (menghilangkan diskresi polisi lalu lintas), menambah jumlah busway, pembangunan proyek simpang susun semanggi. Kemacetan yang diciptakan nantinya akan dikelola dengan diterapkannya Sistem Ganjil-Genap pada 27 Juli 2016 mendatang. Bila tidak berhasil  mereka juga sudah menyiapkan kebijakan pmberlakuan ERP. Itupun kalau program ini berhasil mengatasi kemacetan di Jakarta

Namun faktanya bahwa sistem ganjil genap sebenarnya merupakan janji era Jokowi-Ahok pada akhir tahun 2012 yang akan diterapkan pada Maret tahun 2013. Demikian pula produk ERP pun sudah menjadi agenda penting mereka. Pertanyaannya adalah: “Selama ini ? Boleh diambil kesimpulan bahwa dengan baru direalisasikannya program ganjil genap dan ERP pada tahun 2016 tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini tidak lebih dari sekedar cari sensasi dan pencitraan. Seharusnya kalau serius terhadap program dan janjinya akan dilakukan secara terencana, terprogram dan bukan sekedar wacana dan janji tanpa realisasi

Kebijakan mengatasi kemacetan dapat disimpulkan masih dalam konteks sementara , parsial, tidak tersistem dan belum menganut kontinuitas. Boleh dikatakan kecenderungan sistem tanpa kajian mendalam serta bersifat trial and error.Kalaudemikian halnya terus terjadi maka kebijakan mengatasi kemacetan jakarta tanpa sistem terpadu, kajian yang lengkap akan tetap menjadi komoditas politik pencitraan di DKI Jakarta sampai kapanpun. Panggung itu nyata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun