Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan Desk Politik

Koran kampus ipb 2003-2004 Majalah trobos 2005 Tabloid Peluang Usaha, Waralaba, Wirausaha (media peluang group) 2006-2009 Tabloid The Politic (pimred), tabloid Femme (wapimred) 2009-2014 Tabloid waralaba dan wirausaha (pimred) 2014-2015 Marcomm Perusahaan mitra pertamina di SPBU 2015-2016 Marcomm media warna warni advertising 2016 Majalah properti indonesia (redaktur) 2016-2017 Majalah Inspiratif (Redaktur) 2017-2018 Berkabar.id, berempat.com, Independent observer, Sironline.id (2018-skg)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Adakah Indikasi "Permainan Politik" OTT KPK?

13 Januari 2020   19:59 Diperbarui: 14 Januari 2020   18:20 1814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi OTT KPK (ANTARA FOTO/ Dhemas Reviyanto)

Antara tahun 2016-2018 Kubu ini memanas dan saling bertarung satu sama lain puncak dari pertarungan ini munculnya faksi Brigjen Aris Budiman dan kubu Novel Baswedan. 

Antara Aris dan Novel tercipta kondisi saling curiga yang juga menjadikan KPK bukan lagi sebuah gerakan solid pemberantasan korupsi tapi justru tempat persaingan dan konflik dimana masing masing kubu membawa kepentingan masing masing.

Di bulan April 2018 Aries Budiman diundang ke DPR RI untuk menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya pada KPK. 

Lansekap kejadian di KPK pada April 2018 menjelaskan di publik bahwa di KPK sendiri tercipta banyak kepentingan kepentingan yang bukan lagi di wilayah murni landasan pemberantasan korupsi tapi ada muatan muatan kepentingan politik praktis yang gambarannya tercipta pada penghujung tahun 2019 di bulan Oktober yang mana terlihat sekali banyak pemain politik tarik menarik di seputar KPK sehingga Presiden Joko Widodo memutuskan mengambil langkah langkah restruturisasi KPK yang efektif pada 17 Oktober 2019.

Menjadi pertanyaan besar di sini apakah framing penangkapan "staf Hasto" itu terkait dengan rentetan peristiwa yang saling terangkai?

Apakah masih ada sisa-sisa laskar di tubuh KPK yang meneruskan gerakan untuk menuntaskan dendam lama "menyelesaikan Hasto" dengan menabrak aturan-aturan?

Hal ini butuh juga pembuktian secara fakta hukum dan juga pembuktian politik, karena bila kemudian "political framing strategies" maka pihak Hasto dan PDIP juga harus menjawab secara politik dan ini di luar kaitannya dengan masalah hukum.

Karena setiap Partai pasti memiliki "Intelijen Politik" untuk memetakan kejadian bila kemudian PDIP sebagai Partai besar masih saja lugu dengan mengikuti arus pembentukan rekayasa opini publik bisa dikatakan PDIP terjebak dalam gendang para pemain lawan yang memanfaatkan momentum KPK.

Namun juga diperiksa apakah Hasto terlibat dari isu suap itu atau memang ada kemungkinan kemungkinan lain seperti komersialisasi regulasi para pemain yang memanfaatkan mandat politik.

Dalam banyak kasus apalagi persoalan politik banyak hal dilakukan untuk memenangkan kepentingan. Karena dari berita-berita yang dibaca bahwa Megawati dan Hasto Kristiyanto menandatangani sendiri surat PAW  logikanya bermain di sini sudah jadi karakter Megawati dia selalu melalui prosedur hukum dan bila kalah di hukum dia menyerahkan pada kebijakan berpegangan pada hukum yang berlaku.

Karakter Megawati bisa dibaca dalam rekam jejaknya di masa lalu seperti saat Mega diserang Pemerintahan Orde Baru dan keadaan gamang hukum tahun 1996-1997, Megawati menolak barisan PDI saat itu melawan hantaman Pemerintahan Suharto dengan kekuatan otot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun