Mohon tunggu...
Herawati Suryanegara
Herawati Suryanegara Mohon Tunggu... Buruh - Penyuka Langit, penyuka senja.

aku... ya ...aku!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlawanan Kaum Intelektual dalam Menghadapi Rezim Fasis

28 Januari 2015   01:39 Diperbarui: 3 Desember 2015   22:44 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Istilah fasis adalah umum digunakan untuk menunjukan kecenderungan pemerintahan yang otoriter. Secara psikologis, fasisme bersifat fanatic , dogmatic dan tidak terbuka. Sehingga rezim fasis memiliki masalah-masalah tabu, seperti ketabuan dalam membicarakan kelemahan seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus diterima dalam keyakinan pengikutnya dan tidak boleh diusik atau didisikusikan tindakan dan kebijakannya secara kritis. Ini tentu saja akan menghasilkan individu-individu pendukung yang terlepas dari realita bahkan bisa jadi bagi yang lainnya menganggap mereka memiliki dunia tersendiri.  Dalam konsep pemerintahanya,  mereka memandang hanya pada satu kelompok minoritas kecil yang dianggap dan boleh berpengaruh dalam system pemerintahan , dan kelompok kecil inilah yang berhak menentukan apa yang terbaik bagi seluruh masyarakat. Dari konsep inilah lahir para pemimpin otoriter yang bebas menetapkan kebijakan umum menurut selera mereka. Meski tidak menduplikat seratus persen, banyak negara mencerimkan bila system fasis berkembang dalam pemerintahan mereka dalam wujud yang “disesuaikan”.

Dalam kekuasaan yang fasis, suatu rezim akan menggunakan dua jalan yaitu , pertama,penguasaan kesadaran melalui pemaksaan dan kekerasan. Kedua, adalah penguasaan lewat jalur hegemoni, yaitu kepatuhan dan kesadaran elemen masyarakat. Menurut Gramsci, dalam mudji : 2005, keberhasilan kaum fasis menyebarkan kekuasaan melalui pengaruh yang hegemonic karena didukung oleh organisasi infrastruktur terkait , yang di dalamnya diandaikan terjadi kepatuhan para intelektual. Para intelektual menyerahkan diri , membiarkan, dan  patuh terhadap terhadap rezim yang merajalela sehingga melegitimasi politis secara menyeluruh.

Gramsci menawarkan munculnya penggalangan  kekuatan intelektual untuk melawan rezim fasis. Ia membedakan dua corak intelektual , yaitu intelektual tradisional dan intelektual organic, intelektual tradisional yaitu intelektual yang tunduk dan patuh terhadap kepentingan rezim kekuasaan fasis. Secara factual adalah musuh masyarakat karena dengan posisinya tersebut mereka bekerjasama dengan rezim yang berkuasa serta memanipulasi system sosial dan politik yang menindas. Disampingnya  berdiri kaum intelektual organic yang bergabung dengan masyarakat untuk menjalankan tugas profesinya serta membangkitkan kesadaran masyarakat yang dimanipulasi. Mereka memperkuat kesadaran masyarakat akan kondisi sosial – politis dan mendelegitimimasikan kekuasaan fasis.

Para pemimpin fasis , mereka menjadi pemimpin yang   diidolakan dan diikuti secara membabi buta. Nilai luhur dan keyakinan bukanlah nilai  yang bersifat universal melainkan nilai-nilai yang dianggap sesuai oleh pemimpinnya , itulah nilai kebenaran. Bila terjadi penentangan , maka pemimpin yang fasis tidak segan untuk melakukan penekanan dengan berbagai cara kekerasan baik secara verbal maupun kekerasan fisik , hingga penghukuman  tanpa peradilan

Para pendukung pemimpin yang fasis, mereka   seolah berdiri seperti binatang penjaga yang siap menerkam. Barang siapa yang berani mengusik pemimpin mereka, maka bersiaplah menjadi korban dan santapan mereka. Pendukung tidak akan memperdulikan apa yang mereka lakukan apakah telah melampui batas-batas kemanusiaan atau tidak, yang mereka pikirkan adalah usaha bagaimana menyelamatkan pemimpin mereka. Penculikan dan pembunuhan adalah hal yang bisa jadi  legal dilakukan untuk membungkam penentang kekuasaan pemimpin mereka.

Hal tersebut tentunya berbeda dengan  pemimpin dinegara yang demokratis. Umumnya pemimpin demokratis yang memiliki integrasi, memiliki cirri yang tersendiri. Pemimpin yang memiliki integritas dalam konsep demokrasi khususnya di Indonesia, tampak dalam  sikap yang konsistens, religious ,teguh , tidak mudah goyah, berkepribadian kuat  , menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Hal ini akan  tampak dengan adanya kesesuaian antara ucapan dan perbuatan, mampu menunaikan apa yang dijanjikan , sesuai dengan apa yang dikerjakan. Mendahulukan apa yang paling baik bagi orang lain sebelum apa yang terbaik bagi diri dan kelompoknya. Pemimpin seperti ini , tidak data dikendalikan oleh segelintir orang dibalik layar, ia akan mengutamakan apa yang menjadi keinginan rakyat. Hal ini akan tercermin dari kebijakan-kebijakan umum yang dihasilkannya  adalah pro-rakyat .

Mungkin ini suatu yang unik bagi kita, pada pendukung pemimpin yang fasis, saat mana  pemimpin mereka melakukan  kebijakan buruk yang mempersulit kemudahan mereka dalam mendapatkan kebutuhan-kebutuhan fisik dan pemenuhan kebutuhan kesejahteraan secara ekonomi, para pendukung fanatic masih akan  tetap berusaha bertahan dengan dukungannya meski dalam keadaan miskin dan lapar. Posisi  para kaum intelektual tipe  tradisional yang ditipekan Gramsci, akan tanpa lelah mencarikan pembenaran-pembenaran bagi pemimpinnya tersebut. Pendukung fanatic dan kaum intelektual tradisional dapat mengabaikan rasa lapar, meski saat mana banyak terdapat makanan  yang mereka lihat namun tidak dapat mereka beli karena mahalnya harga. Itu bukanlah masalah penting bagi mereka.

Namun, bisa jadi  kefanatikan para pengikut di suatu negara yang masih setengah fasis, suatu saat berubah menjadi lebih rasional . Hal yang memungkinkan itu terjadi adalah saat mana  keberadaan mereka dinistakan dan  ditiadakan, dianggap sebagai  sesuatu yang  dianggap tidak memiliki harga, tak ubahnya seonggok sampah yang sangat  tak penting.   Saat itulah satu persatu dari  mereka akan lari menjauh, melepaskan dukungan dan kepercayaan yang pernah diberikan . disinilah peran intellectual organic, muncul melakukan usaha-usaha penyadaran untuk bersama-sama membangun suatu masyarakat yang anti fasis. Kalau ini terjadi, maka  benar yang dikatakan Bunda Theresa , bahwa banyak orang lebih membutuhkan penghargaan, pengakuan , dan dianggap penting daripada kecukupan akan kebutuhan makan / fisik.  Akan tetapi bila hal ini tidak terjadi maka ,benar jugalah bahwa pemujaan terhadap seorang pemimpin secara berlebihan menghilangkan akal sehat.

 

Lalu, Dimanakah kita..?

 

 Referensi

Teori-teori kebudayaan.Mudji : 2005

Dasar-dasar Ilmu politik. Miriam Budiardjo : 2008

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun