Mohon tunggu...
Gadiel ImanuelSanto
Gadiel ImanuelSanto Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hai

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pemimpin Dengan Gaya Otokratis

26 Juli 2021   00:39 Diperbarui: 26 Juli 2021   01:32 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://slidemodel.com/

Artikel ini dibuat berdasarkan kisah yang diceritakan dalam artikel Pak Yupiter Gulo yang berjudul "Kisah Gadis, Pemuda, Kapten Kapal, dan Moral Seorang Pemimpin". Terdapat 5 tokoh yang berperan dalam cerita tersebut. Kelima tokoh tersebut memiliki kepribadian atau karakteristik yang berbeda-beda. Yang pertama, seorang gadis yang berani mengambil risiko namun naif, lalu ada pemuda yang egois, kapten kapal yang egois dan selalu melihat peluang, pertapa pertama dengan gaya fasilitator, dan yang terakhir pertapa kedua yang memiliki sifat peduli dan kredibel. Kita dapat menemui salah satu gaya kepemimpinan berdasarkan sifat-sifat tersebut di dunia nyata, karena setiap orang pasti memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak semua pemimpin dapat melakukan perubahan jangka panjang untuk sebuah organisasi agar tujuan dapat tercapai dengan efektif.

Salah satu kepribadian yang menarik perhatian dari kisah tersebut adalah kapten kapal yang egois dan oprtunis. Sifat egois yang dimilikinya mungkin memang tidak baik bagi seorang pemimpin, namun sifat oportunistik tersebut sangat bagus apabila dimanfaatkan dengan baik. Salah satu contoh tokoh nyata yang memiliki sifat tersebut adalah Adolf Hitler. Adolf Hitler merupakan seorang poliisi Jerman dan ketua dari partai Nazi. Hitler dulunya adalah seorang anak yang memiliki impian menjadi seorang seniman. Namun impian tersebut hancur karena ia selalu ditolak untuk masuk pada sekolah seni, sedangkan pada waktu itu ia sudah tidak punya uang lagi dan pada waktu itu Ibunya belum lama meninggal. Pada masa tersebut, kepribadian hitler terbentuk menjadi orang yang penuh kebencian, karena selain ia gagal mencapai impiannya, ia benci melihat banyak orang Yahudi yang berkuasa dan mendapatkan berbagai kemudahan di Wina. Singkat cerita akhirnya Hitler mendapatkan warisan ayahnya lalu mengikut perang dunia I. Pada saat perang dunia I ia membuat banyak prestasi yaitu Iron cross kelas kedua dan pertama. Setelah itu ia bergabung ke dalam suatu partai politik yang bernama NSDAP yang kemudian berubah nama menjadi Nazi. Dikarenakan prestasinya yang begitu mengagumkan, ia diangkat menjadi pemimpin Nazi.

Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Adolf_Hitler
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Adolf_Hitler

Dalam kepemimpinan Hitler, Nazi berkembang secara pesat dan memiliki kekuatan yang lebih besar. Setelah Nazi menjadi semakin besar, Hitler memanfaatkan kekuasaan dan kondisi pada saat itu untuk menyapu para golongan oposisinya. Proses menyapu tersebut tidak dilakukan secara baik-baik, namun melalui cara kekerasan. Hitler pun tidak peduli dengan cara tersebut dan terus menjalankan keinginannya. Pada Juni 1934, Hitler membunuh semua penentangnya yang ada dalam partai Nazi. Pada saat kepemimpinannya ia akan menyingkirkan siapa saja yang melawan dari prinsip atau kebijakannya. Selain itu, ia juga tetap mengikuti egonya dengan melakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang Yahudi sekitar 6.000.000 orang dalam beberapa tahun saja.

Pada tahun 1934, Hitler dinobatkan menjadi kepala negara dikarenakan Presiden Von Hindenburg meninggal dunia. Pada saat itu Nazi sudah menjadi satu-satunya partai politik yang sah di Jerman. Hitler memanfaatkan kekuasaan dan kekuatannya untuk menjajah negara-negara di bagian Eropa Barat untuk menciptakan suatu wilayah yang didominasi oleh orang-orang Jerman saja. Keegoisannya terus berjalan sehingga banyak orang yang dikorbankan dalam proses penjajahan tersebut. Dari kepemimpinannya tersebut, ia berhasil menaklukan beberapa negara seperti Denmark, Norwegia, Belanda, Belgia, Luxemburg, Perancis dan lain-lain.

Kejayaan yang dimpimpin oleh Hitler tidak berlangsung lama. Pada tahun 1942 Jerman dikalahkan dalam peperangan yang cukup suilit di Mesir dan Rusia. Setelah kekalahan tersebut, Hitler tetap menjadi pemimpin yang egois, sehingga menyebabkan kekuatan dari Jerman itu sendiri menurun. Hal itu dikarenakan Hitler tidak mengizinkan kemunduran dan fleksibilitas pada komandan-komandan yang ada di lapangan. Oleh karena kekuatannya yang melemah, akhirnya pada tahun 1945 Jerman sudah benar-benar terpojok. Pada tanggal 30 April Hitler bunuh diri dan seminggu setelah kejadian tersebut, Jerman menyerah dan menyatakan kekalahannya.

Dari cerita tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa Hitler merupakan seorang pemimpin yang memiliki sifat egois karena hanya mengikuti keinginan hatinya, mulai dari membunuh massal orang-orang Yahudi karena kebencian pribadinya sampai terus menjajah negara lain tidak pedul apapun konsekuensinya. Namun, dari sifat keegoisannya, ia masih memiliki sifat oportunistik dengan memanfaatkan keaadan perang dunia pertama, ia meraih bnyak prestasi agar dikenal banyak orang dan setelah itu memanfaatkan kekuasannya untuk memerintah semua orang yang ada di bawahnya.

Gaya kepemimpinan Hitler tersebut disebut dengan gaya kepemimpinan Autocratic (Otokratis). Menurut Daft (2018) otokratis itu adalah gaya seorang pemimpin yang lebih memusatkan perhatiannya terhadap otoritas dan kekuatan dari posisinya, dan paksaan. Seorang pemimpin dengan gaya ini akan lebih sering mengawasi para bawahannya agar dapat berkinerja tinggi. Tetapi, biasanya anggota dari pemimpin ini akan menjadi tidak senang dengan gaya kepemimpinannya sehingga akan menimbulkan konflik internal. Gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh Hitler ini tidak menimbulkan manfaat untuk jangka panjang bagi suatu organisasi. Karena kekuasaan dan segala keputusan hanya dilakukan pemimpin itu sendiri sehingga para bawahannya tidak dapat berkembang dan memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan. Sehingga, apabila pemimpinnya sudah tidak ada, maka para bawahannya pun akan menjadi tidak bisa apa-apa. Oleh karena itu, alangkah baiknya bahwa seorang pemimpin dapat menjadi fasilitator agar para anggota atau bawahannya dapat berkembang sehingga membawa perubahan budaya untuk jangka panjang dalam organisasinya.

Referensi:

Richard L, D. (2018). The Leadership Experience. In Marketing Management (Vol. 12, Issue 3). Cengage Learning.

https://id.wikipedia.org/wiki/Adolf_Hitler#Gaya_kepemimpinan

Kusumah, A. (2015). Adolf Hitler: Sebuah Analisis Tipe Kepemimpinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun